Mongabay.co.id

Paus Sperma Terdampar di Pantai Kepo Sabu Raijua. Bagaimana Nasibnya?

Seekor paus Sperma atau Paus Kepala Kotak (Physeter macrocephalus) ditemukan nelayan terdampar di pantai Kepo, Desa Halapaji, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (4/7/2018) dalam keadaan mati dan sudah mulai membusuk.

Paus sperma dengan ukuran panjang 9,8 meter tersebut, saat ditemukan, pada bagian atas badannya sampai ke bagian ekor terdapat luka  dan sudah mengeluarkan bau sehingga setelah ditarik ke bibir pantai,bangkai mamalia laut ini pun dikuburkan.

“Pada hari Rabu (04/07/2018) tim pendataan Sosek BKKPN Kupang yang sedang melakukan pendataan Sosek Masyarakat Kawasan sekaligus meninjau lokasi hibah lahan untuk demplot Penyu dari desa Eilogo kecamatan Sabu Ilae. Pada pukul 09.20 WITA kami  menerima laporan dari masyarakat tentang seekor paus terdampar di desa Halapaji,” sebut Ikram M. Sangaji, Kepala Badan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang kepada Mongabay Indonesia, Jumat (06/07/2018).

baca : Seekor Hiu Paus Terjerat Jaring Nelayan di Flores Timur. Bagaimana Akhirnya?

 

Seekor paus sperma terdampar dan mati di Pantai Kepo, Desa Halapaji, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Foto : BKKPN KKP Kupang/Mongabay Indonesia

 

Ikram menjelaskan empat orang tim dari BKKPN Kupang bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemkab Sabu Raijua kemudian meninjau lokasi. Masyarakat menyebutkan, paus tersebut terlihat mengapung di laut sekitar pukul 06.00 WITA dan pada pukul 09.15  WITA telah ditarik ke bibir pantai dan selanjutnya dilakukan ritual adat oleh masyarakat desa.

Sesuai kepercayaan masyarakat setempat, lanjut Ikram, paus memiliki hubungan sosiologi dengan  masyarakat setempat sehingga sebelum dikuburkan harus dibuatkan ritual adat terlebih dahulu. Bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Sabu Raijua, Polres dan personil TNI AL serta masyarakat disiapkan lubang untuk menguburkan mamalia laut ini.

“Penggalian lubang oleh alat berat eksavator  dengan kedalaman sekitar 2 meter dan panjang sekitar 10 meter. Setelah dilakukan penggalian, eskavator menarik bangkai paus secara perlahan ke dalam lubang yang sudah dibuat lalu menimbunnya dengan tanah. Kuburan paus ini berjarak sekitar 200 meter dari bibir pantai tempat paus terdampar,” terang Ikram.

baca : Tantangan Menangani Paus Mati Terdampar Berbobot 10 Ton di Sumbawa. Bagaimana Akhirnya?

 

Eksavator menguburkan bangkai paus sperma di Pantai Kepo, Desa Halapaji, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Foto : BKKPN Kupang/Mongabay Indonesia

 

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia pada Sabtu (7/7/2018) mengatakan, banyaknya paus yang terdampar di laut Sawu seperti di Sabu Raijua perlu mendapat tanggapan serius pemerintah. “Mengapa banyak paus yang sering terdampar? Memang belum pasti karena belum ada penelitian soal kasus seperti yang terjadi di Sabu,” katanya.

Umbu menduga seringnya paus terdampar, karena kerusakan lingkungan atau ekosistem kawasannya. “Sebenarnya secara umum,  adat istiadat masyarakat NTT sangat menghargai alam.  Namun pengetahuan kultural itu sudah banyak hilang dari ingatan kultural warga. Soal peran penyelamatan tentu saja kita berharap instansi pemerintah lah yang melakukan distribusi pengetahuan kepada warga. Peran serta masayarakat dalam melakukan penyelamatan ikan yang terdampar khususnya mamalia laut masih minim,” tegas Umbu.

Berdasarkan pengalaman lapangan WALHI NTT, masyarakat belum banyak tahu peraturan tentang jenis ikan yang dilarang atau dilindungi berdasarkan undang-undang. Belum ada sosialisasi yang masif di tingkat nelayan dari pihak terkait.

 

Masyarakat menyaksikan bangkai paus sperma sepanjang 9,8 meter yang ditarik ekesavator untuk dikuburkan di Pantai Kepo, Desa Halapaji, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Foto : BKKPN Kupang/Mongabay Indonesia

 

Contohnya kasus pada 2017 salah satu nelayan di kabupaten Lembata di tangkap oleh polisi atas laporan pihak lain karena dianggap menangkap Pari Manta. Padahal dalam temuan lapangan, nelayan tersebut dan kelompok masyarakat nelayan lainnya belum pernah disosialisakan peraturannya. Baik dalam bentuk rambu peringatan di pesisir atau pun diskusi kampung..

“Ini tentu sangat disayangkan, mengingat NTT sebagai provinsi kepulauan dengan luas laut yang besar tapi tidak diimbangi dengan keseriusan untuk mengurusnya. Banyak jenis ikan dan mamalia laut yang dilindungi seperti Napaleon, Paus, Lumba-Lumba, Pari Manta, Duyung serta aneka jenis penyu ada di perairan laut Sawu dan Flores,” pungkas Umbu.

 

Sosialisasi

Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar mengatakan pemerintah bersama dengan pihak terkait terlah melakukan telah melakukan beberapa kali sosialisasi konservasi tentang satwa laut dilindungi kepada masyarakat di NTT.

Untuk wilayah kabupaten Sabu Raijua, lanjut Permana, merupakan bagian dari wilayah konservasi perairan Laut Sawu yang menjadi wilayah kerja BKKPN Kupang. “Di wilayah itu, BKKPN Kupang sudah ada tim, dibantu pemerintah daerah melakukan sosialisasi sudah dilakukan sejak Oktober 2012, ketika ada kasus 40-an paus pilot whale terdampar.

Bahkan untuk wilayah kabupaten Flores Timur, Pemkab Flores Timur aktif dalam sosialisasi dan konservasi satwa laut dilindungi. “Kami sangat terbantu dengan aktifnya Pemkab Flores Timur dengan timnya yang sangat aktif,” kata Permana.

baca juga : Tiga Hiu Paus Terdampar Lalu Mati di NTT

 

Seekor paus sperma yang terlihat di Taman Nasional Perairan Teluk Sawu pada 21 November 2015. Hasil penelitian Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) KKP pada 2014-2017 menunjukkan kemunculan satwa setasea (paus dan lumba-lumba) sangat tinggi di Laut Sawu.Foto : BRPSDI KKP/Mongabay Indonesia

 

Dihubungi terpisah pada Sabtu (07/07/2018), Erma Normasari, Staf Edukasi dan Media Yayasan Misool Baseftin mengatakan kesadaran masyarakat di Flores Timur akan kegiatan perikanan yang berkelanjutan, termasuk konservasi satwa laut dilindungi, terus meningkat.

“Hal tersebut dapat tercapai berkat kerja sama Pemda Flotim melalui Dinas Kelautan dan Perikanan  (DKP) Flotim, Polair, Satwas  PSDKP, Yayasan Misool Baseftin, WCS/WCU dan LSM lain, Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmaswas) Flotim dan masyarakat kabupaten Flores Timur,” terangnya.

Erma menjelaskan, sosialisasi dilakukan secara bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Flotim dan keterlibatan beberapa instansi yang telah disebutkan diatas, baik dalam kegiatan workshop monitoring pemanfaatan sumberdaya laut oleh Pokmaswas Flores Timur yang diselenggarakan oleh Yayasan Misool Baseftin beserta DKP Flores Timur, DKP Provinsi NTT dan BPSPL Denpasar.

Sedangkan Program Manager Wildlife Crime Unit (WCU) Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Dwi Dwi Nugroho Adhiasto mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah yang dilakukan nelayan yang sudah mulai sadar mengenai biota laut yang sudah dilindungi terutama megafauna yang ada di perairan Flores Timur.

WCS  Indoensia kata Dwi, tetap secara kontinyu bekerja memberikan sosialisai dan informasi kepada nelayan mengenai megafauna yang sudah dilindungi oleh peraturan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

baca : Adakah Paus dan Lumba-lumba di Perairan Laut Sawu NTT?

 

Seekor spinner dolphin terlihat di Taman Nasional Perairan Laut Sawu NTT pada 22 Maret 2016. Hasil penelitian Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) KKP pada 2014-2017 menunjukkan kemunculan satwa setasea (paus dan lumba-lumba) sangat tinggi di Laut Sawu. Foto : BRPSDI KKP/Mongabay Indonesia

 

Jalur Migrasi

Permana Yudiarso mengatakan laut di NTT, termasuk di Laut Sawu merupakan koridor laut dan jalur migrasi dari satwa laut dilindungi seperti berbagai jenis paus dan lumba-lumba.

“Jalur migrasi, kalau dari utara yaitu dari Laut Flores, masuk dari Selat Solor, Selat Pantar, dan Selat Ombay. Sedangkan jalur migrasi dari selatan masuk dari Samudera India sampai ke Australia,” jelasnya.

Sedangkan hasil survey satwa laut yang dilakukan oleh BKPPN Kupang di Laut Sawu, lanjut Permana, terdapat 36 spesies satwa laut yang bermigrasi seperti paus pilot, paus sperma, paus biru, lumba-lumba bottle nose, dan bright whale.

Sedangkan peneliti mamalia laut, Putu Liza Mustika dalam penelitiannya tahun 2006 menyebutkan Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah daerah penting bagi mamalia laut di Indonesia, mendukung setidaknya 19 spesies cetacean serta dugong. Perairan dalam antar-pulau di Laut Sawu merupakan tempat upwellings dan proses oseanografi lainnya yang menguntungkan populasi mamalia laut.

baca : Memantau Perilaku Paus dan Lumba-lumba di Laut Sawu. Apa Hasilnya?

 

Jenis satwa laut yang ditemukan di Laut Sawu, NTT. Sumber : TNC
Exit mobile version