Mongabay.co.id

Air Bersih dan Sampah Plastik, Dua Persoalan Lingkungan yang Harus Diperhatikan

Alam yang indah terpancari di Desa Agusen, Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, pagi hari. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Kota Surabaya menjadi tuan rumah penyelenggaraan The 2nd Indonesia Circular Economy Forum, pada 28-30 Juni 2018, di Grand City Convex Surabaya, Jawa Timur. Berbagai kegiatan digelar, seperti pameran pengelolaan air, limbah, dan energi, serta seminar yang membahas penanganan sampah dan limbah.

Project Manager Pameran PT. Napindo Media Ashatama, Samuel Oktaviano Wajong mengatakan, acara kali ini diikuti 250 perusahaan dari 20 negara di dunia. Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, India, China, Austria, Inggris, Denmark, Belanda, Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara lain, hadir. Terutama, yang bergerak di industri pengelolaan limbah, sampah, energi, dan air.

“Ada perpipaan, pompa air, filter air, hydro pump, waste management, waste plan, dan renewable energy. Intinya, energi yang tidak akan habis, bukan fosil. Perilaku masyarakat untuk mengurangi sampah plastik diharapkan meningkat,” terangnya.

Dirjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Sri Hartoyo mengatakan, teknologi pengolahan air baku, penjernihan air, hingga pengolahan limbah dan energi terbarukan juga diperkenalkan. “Tentunya teknologi yang dipakai sesuai karakteristik wilayah setempat, termasuk biaya operasional dan pemeliharaannya.”

Sri Hartoyo mengatakan, tantangan air bersih di Indonesia saat ini ada pada ketersediaan air baku yang tidak merata dan yang tercemar. Butuh biaya dan sumber daya untuk mengambilnya ke hulu.

Menurut dia, solusi dari kondisi ini salah satunya, melalui perbaikan lingkungan, dengan membuat waduk atau embung sebagai tangkapan atau penampungan air. Kementerian PUPR, telah melakukan penanganan simultan dan komprehensif terkait kualitas maupun kuantitas.

“Data Kementerian PUPR menyebutkan, pada tahun 2017, ketersediaan air bersih di Indonesia mencapai 72 persen. Jaringan perpipaan menjadi cara pemenuhan kebutuhan selain air tanah yang memenuhi syarat,” jelasnya.

Agung Wicaksono, Direktur Proyek PT. Napindo Media Ashatama mengatakan, banyaknya industri di Jawa Timur menjadi potensi pasar teknologi pengadaan air maupun pengelolaan limbah. “Kami berharap penggunaan teknologi dapat ditingkatkan,” katanya.

 

Hutan yang terjaga akan membuat air tetap mengalir. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kurangi sampah dan limbah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, jumlah sampah yang dihasilkan penduduk Indonesia pada 2016 mencapai 64 juta ton sampah, dengan timbunan mencapai 175 ribu ton setiap harinya. Dari angka itu, hanya 7,5 persen sampah yang dapat didaur ulang, sedangkan sisanya bergantung pada landfill.

KLHK bekerja sama dengan Pemerintah Denmark melalui the Environmental Support Programme Phase 3 (ESP3), coba kelola sampah menjadi sumber daya bernilai ekonomi. Program yang telah berjalan adalah pengoperasian Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar alternatif dari sampah, yang terdapat di Kabupaten Cilacap dan Semarang.

“Jumlah sampah di Indonesia sangat banyak, harus segera diselesaikan agar tidak menjadi masalah berkepanjangan,” kata Tuti Hendrawati, Tenaga Ahli Menteri Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK.

Laporan UN Environment terbaru berjudul “Single-use Plastic, A Roadmap for Sustainability” menyebutkan, kantong plastik dan styrofoam merupakan produk plastik yang paling mencemari lingkungan. Ini terlihat dari temuan-temuan lapangan ketika dilakukan “clean up” atau pembersihan di berbagai lokasi.

 

Arang karbon yang digunakan untuk menjernihkan air tercemar limbah: Foto Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Ocean Conservancy menyebutkan, terdapat 10 produk plastik yang ditemukan di berbagai pantai, di antaranya kantong plastik. Kondisi ini juga sesuai dengan audit sampah yang dilakukan Greenpeace Indonesia dua tahun terakhir di Kepulauan Seribu, Jakarta. Kantong plastik paling banyak ditemukan di pantai dan pesisir.

Riset yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyebutkan, konsumsi kantong plastik di wilayah ini mencapai 240-300 juta lembar per tahun. Atau, 1.900-2.400 ton per tahun, setara dengan berat 124 bus TransJakarta.

“Rata-rata penggunaan kantong plastik setiap kali belanja 1-3 lembar. Rutinitas belanja warga DKI Jakarta berbeda, ada harian, mingguan, dan bulanan. Kebanyakan mereka memilih ritel moderen ketika belanja bulanan, dan pasar atau warung untuk belanja harian dan mingguan,” terang Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP.

 

Dirjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Sri Hartoyo, memberi sambutan pada pembukaan Indowater 2018 Expo & Forum di Surabaya, Jawa Timur, belum lama ini. Foto: Petrus RIski/Mongabay Indonesia

 

Inisiatif

Inisiatif untuk mengurangi sampah di sejumlah kota di Indonesia sesungguhnya sudah ada, seperti Kota Banjarmasin yang mengeluarkan larangan kantong plastik di ritel moderen sejak 1 Juni 2016. Kota Balikpapan memiliki peraturan sama, yang diterapkan mulai 3 Juli 2018 bertepatan dengan Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia. Selain itu, ada Kota Padang dan Kota Cimahi yang segera menyusul.

Masyarakat juga memberi dukungan melalui petisi #pay4plastic, yang dikampanyekan GIDKP sejak 2013. Petisi telah didukung 70.000 tanda tangan, membuahkan hasil melalui uji coba kantong plastik berbayar pada 2016, di 23 kota besar Indonesia. Uji coba itu mampu mengurangi konsumsi kantong plastik hingga 55 persen.

“Sebagai jaringan organisasi anak muda, Sustainable Development Solutions Network (SDSN Youth) mendukung pemerintah Indonesia melawan polusi plastik, dengan mengeluarkan kebijakan penghentian penggunaannya,” kata Rahyang Nusantara, Koordinator Jaringan United Nations Sustainable Development Solutions Network (UN SDSN) Youth di Indonesia.

Sebagai ganti kantong plastik, telah beredar kantong atau tas kain. “Project Semesta hadir untuk memberikan pengalaman belanja tanpa kemasan plastik sekali pakai. Kami banyak melakukan pop-up store dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyediakan konsep tersebut di beberapa event di Jakarta. Dengan model ini, kami mengajak masyarakat untuk membawa wadah sendiri yang bisa digunakan ulang,” ujar Rinda Liem, pendiri Project Semesta.

 

 

Exit mobile version