Mongabay.co.id

Mengintip Erupsi Gunung Agung dari Pura Penataran Lempuyang

 

Gunung Agung aktif hampir setahun terakhir mengeluarkan debu vulkanik. Namun makin banyak yang ingin melihat lebih dekat gunung berapi ini.

***

Pura Penataran Agung salah satu pura dari kompleks Pura Sad Khayangan Lempuyang adalah salah satu titik favorit warga lokal dan turis. Pura ini dan Gunung Agung jaraknya dilihat dari peta sekitar 22 km, jauh di luar radius status gunung tertinggi yakni awas. Namun jarak perjalanan darat sekitar 40 km. Jauh tapi terasa sangat dekat. Di sini juga lokasi favorit pengamatan burung-burung yang sedang bermigrasi tiap tahunnya.

Hal menarik lainnya, sejak 2011 pengelola pura ini memiliki komitmen gerakan anti sampah plastik dengan membuat maklumat tertulis dilarang membuang sampah plastik. Juga ada larangan menebang pohon sembarangan. Maklumat ini dipasang di papan utama berisi peta kompleks pura dan komitmen bertandatangan tokoh masyarakat dan Bupati Karangasem.

Botol-botol plastik bekas minuman terlihat dipilah dan ditampung dalam wadah khusus depan warung sekitar pura. Namun tak sedikit dagangan yang masih terbungkus plastik seperti warung lainnya.

Berkendara sekitar 3 jam dari Kota Denpasar menuju Timur Bali, kompleks Pura Lempuyang berada di kawasan bebukitan yang pohonnya tumbuh rapat. Sedikitnya ada 7 pura di sini, paling puncak Pura Pucak Lempuyang Luhur.

 

baca : Tirtagangga, Kenapa Istana Air ini Selalu Mengalir dan Jernih?

 

Kabut tebal menjadi panorama harian di sekitar Pura Penataran, di Kompleks Pura Lempuyang, Karangasem, Bali Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sinar matahari berlomba berarak dengan dengan kabut tiap harinya. Berhasil mengintip puncak gunung Agung adalah berkah.

Saat tiba di jalur masuk, pengunjung harus berhenti di pos yang menyorongkan buku catatan dan tanda terima donasi, tak ditentukan nilainya. Kemudian bertanya apakah sudah membawa kain dan selendang? Jika belum akan disewakan, harganya Rp20 ribu satu stel. Jika perempuan, apakah sedang datang bulan?

Dengan ramah mereka akan membantu memakai kain dan selendang jika tidak tahu cara pakainya. Juga menunjukkan jalan ke tujuan, Pura Penataran Luhur. Ini pura di titik terbawah, ada sejumlah pura lain di pinggang bukit, bahu, sampai puncaknya. Pura Lempuyang Luhur di puncak teratas diakses setelah menaiki 1700 anak tangga.

Sementara pura yang menjadi rujukan adalah Pura Penataran Lempuyang yang bisa diakses cukup mudah, sekitar 10 menit berjalan kaki dari pos donasi dan parkir. Jalan menanjak cukup terjal di jalanan aspal. Bisa juga naik motor dan parkir persis di bawah pura jika saat itu tidak ada ritual upacara.

Kabut menyergap, menyambut pengunjung. Jarak pandang sekitar 5 meter, angin dingin membelai wajah dan tangan. Pepohonan rapat di pinggir jalan, juga tebing-tebing perbukitan. Sebagian area di kaki bukit adalah lahan kebun dan sawah. Menghampar indah seperti berada di kaki Gunung Agung. Padahal terpaut jarak sekitar 38 kilometer jika dihitung dari Jalan Raya Besakih di kaki Gunung Agung.

 

baca juga : Penglipuran, Desa Wisata Nan Bersih Asri di Bangli

 

Gunung Agung tertutup sepotong awan di jalan desa menuju Pura Lempuyang, Karangasem, Bali. Terlihat cerah tapi saat di tengah bukit sudah berkabut. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Inilah uniknya, pura ini berada di radius aman jika erupsi tapi terasa berhadapan dengan gunungnya. Berada dalam jarak pandang yang hampir segaris mata.

Langkah pertama saat berada dalam kompleks pura adalah masuk melalui halaman depan atau disebut Nista Mandala. Ini semacam beranda, biasanya di area ini adalah tempat duduk santai saat menunggu ritual dimulai di bagian dalam pura.

Gerbang Candi Bentar menyambut, dibuat dari batu alam putih. Jika sudah memasuki gerbang ini diharapkan pengunjung membuang pikiran buruknya dan membuka energi baik untuk mendekatkan diri dengan alam dan Tuhan.

Setelah melewati gerbang, Ketut Pasma, seorang anak muda desa yang saat itu bertugas menyambut dengan memercikan tirta atau air yang sudah dibacakan doa oleh pemimpin persembahyangan di pura ini. Agar pikiran baik terbuka, sekaligus menyegarkan jiwa raga.

 

baca : Merehatkan Mata dan Jiwa di Desa Sidemen

 

Masuk area tengah Pura Lempuyang, Karangasem, Bali, pengunjung dipercikkan tirta sebagai niat baik dan memusatkan pikiran baik. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Di level tengah ini disebut Madya Mandala, tempat terakhir yang bisa dijejaki pengunjung yang tidak berniat sembahyang. Di area ini biasanya warga yang bersembahyang menyiapkan sesajen untuk dihaturkan, area tarian dan gamelan jika ada ritual, dan tempat makan bersama jika ada tradisinya. Sementara paling puncak adalah Utama Mandala, lokasi persembahyangan dan pemimpin agama.

Nah di area inilah yang menjadi buruan foto. Jika cuaca cerah, kabut tebal tersingkap, puncak gunung telihat di tengah-tengah gerbang Candi Bentar. Kontras bentuknya, puncak segi tiga gunung di tengah frame gapura dengan ukiran indah.

Tak sedikit turis yang khusus datang saat erupsi, termasuk erupsi besar dengan percikan api pada November 2017 lalu hanya untuk mengabadikannya di pura ini. Mereka yang tidak mengenal geografi lokasi pura ini pasti kaget melihat orang berpose atau bahkan lompat-lompat saat gunung yang begitu terasa dekat mengepulkan asap tebal.

 

 

Sebelum Gunung Agung mulai waspada, turis juga sudah banyak ke pura ini untuk membekukan keindahan lansekap indah seperti berada di atas awan.

Pasma mengingatkan pura ini bukan obyek wisata. Namun pengelolanya mengatur kunjungan turis dengan menyiagakan pemandu dari pemuda sekitar. Tugasnya memastikan pengunjung menjaga kesucian, kebersihan, dan fungsi tempat suci. Termasuk mengatur antrean foto di hotspot area favorit itu jika sedang ramai.

Anak muda yang bertugas tak meminta bayaran saat membantu memotret siapa saja atau memandu mengenalkan arsitektur dan fungsi pura ini. Jika ada yang memberi, mereka terima. Anak muda yang bertugas di bantuan foto ini, salah satunya Nyoman Sujawan seolah sudah hafal kemauan pengunjung yang ingin puas dengan hasilnya.

Tiap pengunjung, baik sendiri, pasangan, atau rombongan akan dipandu dengan kata-kata, another pose, another pose, beberapa kali sampai sekitar 5 kali jepretan. Signature pose yang lalu lalang di media sosial misalnya gaya meditasi duduk dan berdiri, berpegangan tangan, dan melompat. Jumlah pose tergantung panjangnya antrean, jika sedang sepi bisa lebih dari 5 jepretan.

baca : Asyiknya Kemah Manja di Bali Jungle Camping Padangan

 

Pemandu foto di Pura Lempuyang, Karangasem, Bali,membantu memotret pengunjung dengan ponsel, salah satunya dengan teknik bantuan cermin agar nampak bayangan. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sementara Pasma menjelaskan sejumlah simbol-simbol unik dan filosofis di Pura Penataran. Dimulai dari penataan ruang tadi yang disebut Tri Mandala, tiga yang menyeimbangkan. Nista, Madya, dan Utama Mandala. Bagian paling atas diakses melalu tiga jalur pintu masuk, dan warga dilarang menggunakan tangga di tengah-tengah karena jalur sesajen dan benda sakral saja.

Ada enam patung berderet di tiap jalur tangga. Pasma menyebut ini adalah karakter epos Mahabrata yakni Panca Pandawa plus Krisna. Di antaranya Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Semua sosok memiliki karakternya sendiri seperti kebijaksanaan, kemenangan, kekuatan, dan kasih sayang.

Beberapa kali ada yang ingin menerbangkan drone tapi diperingatkan karena tidak boleh untuk menjaga kesakralan. Pengunjung yang mengenakan pakaian tanpa lengan pun diberikan syal atau kain rajutan untuk menutupinya. Juga pose ekstrem seperti salto melewati kepala.

 

Pengunjung pose melompat di gerbang Candi Bentar spot foto favorit di Pura Lempuyang, Karangasem, Bali. Di sinilah puncak gunung akan berada di tengah-tengah gerbang jika cerah. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Pasma menyebut mereka yang mendapat foto dalam suasana cerah, Gunung Agung nampak dengan puncaknya patut bersyukur. Walau terlihat cerah di bawah bukit, bisa jadi langsung berkabut saat di pura. Jika langit cerah dan tiba tepat kala sunrise atau sunset akan melihat mentari memberkaskan cahayanya di balik gunung.

Sebelum ke sini, pastikan sudah mengecek kondisi terakhir Gunung Agung saat erupsi seperti sekarang. Ada banyak sumber informasi yang diperbaharui tiap hari, seperti PVMBG dan Magma Indonesia. Ini juga saat pas mengenal ekosistem gunung untuk melestarikannya. Misalnya jika ingin lansekap gunung tetap indah dinikmati dan juga menjadi sumber air, harus memastikan hutan di kaki dan lerengnya terus ada. Tak sekadar menjadikan latar belakang objek foto diri.

Exit mobile version