Mongabay.co.id

Hidup Orangutan Kalimantan Masih Dalam Ancaman

 

Wajah Ananda (2 tahun) pucat, tangannya terus memeluk induknya, Nanda (15), yang pingsan karena dibius. Saat diperiksa kesehatan untuk dibawa ke lokasi pelepasliaran di Bukit Baka-Bukit Raya (TNBBR) oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), ia tidak melakukan perlawanan. Seakan tahu, sebentar lagi ia dan ibunya akan pulang ke rumah sebenarnya, hutan.

Sebanyak tiga belas individu orangutan yang telah menjalani rehabilitasi panjang di Pusat Rehabilitasi Orangutan BOSF di Nyaru Menteng, memang segera dilepasliarkan di hutan TNBBBR, Kabupaten Katingan, 12 Juli 2018. Termasuk Ananda dan induknya Nanda. Rinciannya, 4 jantan dan 9 betina, dengan 4 individu merupakan pasangan ibu-anak.

Jika dirunut, total orangutan yang telah dilepasliarkan di wilayah ini mencapai 92 individu. Perjuangan tanpa lelah yang telah dilakukan oleh BOSF dengan BKSDA Kalbar, Balai TNBBBR, dan dukungan USAID Lestari.

Jamartin Sihite, CEO BOSF, menyebutkan deforestasi dan berbagai tindakan tidak terpuji manusia merupakan faktor utama yang mendorong kehidupan orangutan dan satwa liar lainnya menuju jurang kepunahan. “Konsumsi sumber daya alam berlebihan sebagai kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia merupakan penyebab utama. Kita semua bertanggung jawab mempertahankan hutan tersisa, sekaligus memperbaiki kondisinya,” terangnya.

Orangutan sebagai primata yang berkerabat dekat dengan manusia tentu saja berperan penting meregenerasi hutan. Hutan lestari merupakan faktor tak tergantikan terciptanya kualitas hidup manusia. “Menyelamatkan orangutan, berarti kita menyelamatkan kehidupan manusia,” jelasnya.

Baca: Polda Kalteng Tangkap Dua Orang dalam Kasus Pembunuhan Orangutan Tanpa Kepala

 

Kekerasan terhadap orangutan terus terjadi. Penegakan hukum harus dilakukan terhadap pelaku kejahatan satwa liar dilindungi ini. Foto: Centre for Orangutan Protection

 

Meski ditetapkan sebagai satwa dilindungi berdasarkan UU 5 Tahun 1990 dan PP Tahun 1999 dan sebagai satu dari 14 spesies prioritas utama yang ditingkatkan populasinya (Dirjen PHKA Kemenhut, SK. 132/IV-KKH/2011), tidak serta-merta kehidupan orangutan bebas ancaman. Sesungguhnya, perseteruan manusia dengan primata ini masih terjadi, bahkan keberadaannya sering dianggap hama.

Berdasarkan data Centre for Orangutan Protection (COP), pada 2018 ada tiga kasus pembunuhan terhadap orangutan di Kalimantan. Dua kasus terjadi di Kalimantan Tengah yaitu di Kabupaten Seruyan dan Barito Selatan, dan satu kejadian di Desa Teluk Pandan, Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Pada 30 Januari 2018, Kepolisian Resort Barito Selatan telah menetapkan dua tersangka, pembunuh orangutan tanpa kepala di Jembatan Kalahien, Barito Selatan. Setelah beberapa persidangan Senin, 14 Mei 2018 Pengadilan Negeri Buntok menyatakan terdakwa Muliyadi bin Landes dan Tamorang bin Ribin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan membunuh satwa dilindungi itu. Pidana penjara 6 (enam) bulan dan denda Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) subsider 1 bulan dijatuhkan.

“Mestinya UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dipandang sebagai hal penting. Kami kurang puas putusan tersebut, meski kami juga senang karena kasusnya sampai pengadilan,” terang Ramadhani, Manager Perlindungan Habitat COP, baru-baru ini.

Sementara itu, untuk kasus di Kalimantan Timur, pada 3 Juli 2018, pengadilan Negeri Sangatta memutuskan empat tersangka dinyatakan bersalah dengan pidana masing-masing 7 (tujuh) bulan penjara dan denda sebesar Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) subsider 2 bulan. Putusan tersebut tertera dalam Nomor Perkara 130/Pid.B/LH/2018/PN Sgt dan 131/Pid.B/LH/2018/PN Sgt.

Baca: Ditangkap, Lima Tersangka Pembunuh Orangutan di Kutai Timur

 

Ananda dan induknya yang segera hidup di TNBBBR. Foto: BOSF

 

Usut kematian Baen

Perkembangan terakhir, untuk kasus kematian Baen (20) di perkebunan kelapa sawit PT. Wana Sawit Subur Lestari (PT. WWSL), tepatnya di Desa Tanjung Hanau, kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, masih dalam pengusutan pihak berwajib.

AKBP Hendra Rochmawan, Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah dalam jumpa pers menyatakan Polda Kalteng dan Polres Seruyan berkomitmen menangkap pelaku. “Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi; karyawan perusahaan hingga masyarakat sekitar,” jelasnya, Kamis (12/7/2018).

Hendra mengatakan, pihak PT. WSSL kooperatif memberikan informasi, mulai dari lokasi temuan mayat orangutan hingga pelaksanaan saat olah tempat kejadian perkara. “Perlu digarisbawahi pelapornya adalah PT. WSSL. Sampai saat ini, belum kami temukan indikasi keterlibatan pihak perkebunan. Dari hasil lidik sementara, mulai mengerucut pada beberapa orang, sembari pengumpulan bukti pendukung,” jelasnya.

Baca juga: Banyak Peluru Bersarang, Orangutan Ini Mati Mengenaskan di Kebun Sawit

 

Evakuasi bangkai orangutan jantan dewasa, bernama Baen yang ditemukan di perkebunan sawit PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Foto: OFI Pangkalan Bun

 

Adib Gunawan, Kepala BKSDA Kalimantan Tengah menyatakan, akan terus mengawal proses hukumnya. “Kami dan mitra-mitra tetap melakukan penyadartahuan pentingnya orangutan bagi manusia beserta habitatnya,” jelasnya.

Jamartin Sihite menambahkan, kematian Baen harus diusut tuntas. Pelaku, langsung atau tidak, harus dicari. Berdasarkan informasi, ada tujuh proyektil peluru senapan angin, sebagai penyebab kematian Baen. “Perlu dicek, senjata apa yang dipegang oleh para pekerja, meski kepolisian menyatakan tidak ada keterlibatan dari pihak perusahaan.”

Perusahaan harus bertanggung jawab, karena terjadi di wilayahnya. “Harusnya, setiap orang yang masuk dan bekerja di perkebunan ini, kontrak atau bukan, harus dibekali pengetahuan andai bertemu orangutan tidak melakukan perbuatan yang dilarang,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version