Mongabay.co.id

Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Ditetapkan Presiden, Apa yang Harus Dibenahi?

Presiden Joko Widodo telah menetapkan pembentukan Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui Peraturan Presiden No.32/2018 tertanggal 5 April 2018.

Pembentukan BOP tentu diharapkan berdampak kepada upaya peningkatan kunjungan wisatawan ke Manggarai Barat khususnya ke Taman Nasional (TN) Komodo dan destinasi wisata lainnya baik di kabupaten Manggarai Barat sendiri maupun di kabupaten lain di pulau Flores dan NTT.

Sisi lain, Pembentukan BOP memberi ‘pekerjaan rumah’ bagi pemerintah daerah, pengelola TN Komodo dan pelaku wisata setempat untuk memperkuat pembangunan pariwisata setempat.

Sekretaris Dinas Pariwisata NTT, Wely Rohimone kepada Mongabay Indonesia, Minggu (8/7/2018) menyambut baik terobosan pemerintah pusat ini.

“Terima kasih pemerintah pusat sudah memperhatikan NTT dengan mendorong percepatan pariwisata daerah lewat pembentukan BOP Labuan Bajo. Soal teknisnya belum ada pemberitahuan dan arahan apapun dari Kementerian Pariwisata atau Kementerian Koordinator Kemaritiman kepada kami dan suratnya belum ada,” katanya.

Meski begitu, Wely mengatakan pihaknya mulai menginventarisir permasalahan pariwisata dan destinasinya.

baca : Marta Muslin: Turisme Labuan Bajo Harus Buat Warga Lokal Sejahtera

 

Aktivitas di perairan pelabuhan Labuan Bajo Manggarai Barat, NTT. Pelabuhan ini dekat dengan gugusan kepulauan Taman Nasional Komodo. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah kabupaten di NTT bisa juga mengundang pelaku wisata dari luar daerah untuk bersama-sama membangun pariwisata. Karena BOP bakal berhasil bila wisatawan juga berkunjung ke destinasi wisata di NTT dan Labuan Bajo sebagai pintu masuknya.

“Kalau tidak diikuti oleh tindak lanjut pemerintah daerah maka tentunya hadirnya BOP tidak berhasil mendongkrak pariwisata. Segera bangun dari tidur dan mulailah melakukan berbagai pembenahan kalau ingin melihat pariwisata di Flores dan NTT berkembang,” pintanya.

 

Benahi Sampah Segera

Selain pembenahan infrastuktur air bersih, masalah yang disoroti Wely adalah sampah. Sampah menjadi masalah yang belum teratasi dengan baik dan dikeluhkan semua pihak, baik oleh DPRD Manggarai Barat, dinas pariwisata provinsi NTT, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTT, LSM Bank Sampah Flores maupun wisatawan yang pernah berkunjung.

Ketua DPD HPI NTT Agustinus Bataona saat ditemui Mongabay Indonesia meminta agar sarana jalan, tata ruang wilayah, pedestarian, air bersih dan sampah jadi hal utama yang segera dibenahi. Di dalam kota, masih ada jalan yang berdebu bahkan di areal pelabuhan laut kondisinya lebih parah.

“Sampah masih bertebaran dimana-mana teristimewa di kota Labuan Bajo terutama sampah plastik yang banyak dikeluhkan wisatawan. Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan pasar ikan juga harus dipindah sebab lokasinya dekat sekali dengan pelabuhan laut. Sampah banyak berserakan di tempat ini serta bau menyengat yang ditimbulkan sangat mengganggu wisatawan,” sebut Agustinus.

 

Sampah plastik terlihat di dermaga kota Labuan Bajo, Flores, NTT. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Direktur Bank Sampah Flores Wenefrida Efodia Susilowati bahkan secara tegas mendesak agar langkah antisipasi sampah baik lewat pembentukan bank Sampah maupun membangun instalasi pengolahan dan daur ulang sampah yang lebih modern. Kesadaran masyarakat lokal khususnya dan wisatawan umumnya perlu terus digalakkan lewat edukasi termasuk di komunitas masyarakat dan sekolah.

“Edukasi harus terus menerus dan lebih efektif kalau dilakukan di sekolah-sekolah. Konsep Bank Sampah juga harus dihidupkan agar masyarakat juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari daur ulang sampah,” pesan Susi sapaannya.

 

baca : Mengolah Sampah Anorganik di Kawasan Wisata Komodo

 

Selain sampah, soal drainase yang tidak berfungsi dan air yang tergenang menjadi persoalan tersendiri yang mendapat sorotan Sekretaris Komite Rabies Flores dan Lembata dr.Asep Purnama,Sp.Pd yang getol memperjuangkan pemberantasan penyakit malaria di NTT. Wisatawan harus terlindung dari penyakit yang berbasis lingkungan.

“Sarang nyamuk masih ada di kota Labuan Bajo sebab masih banyak air yang tergenang di drainase yang tersumbat.Pemberantasan penyakit malaria pun belum dilakukan secara baik di Flores dimana hanya diterapkan metode pemadam kebakaran. Saat terjadi kasus malaria dan rabies meningkat baru pemerintah kaget dan mulai lakukan pencegahan,” sebut dokter Asep.

 

Jaga Kerusakan Lingkungan

Menjaga keberlangsungan ekosistem di TN Komodo dengan luas total 173.300 hektar yang meliputi daratan dan lautan dimana terdapat pulau Komodo, Rinca, Padar dan 28 pulau lainnya tentu jadi fokus utama.

Agustinus menilai perlu ditambah petugas untuk menjaga kawasan tersebut dan mengontrol perilaku wisatawan maupun masyarakat lokal dan nelayan yang masih saja melakukan tindakan destruktif merusak lingkungan.

“Bulan Juni kemarin saja terjadi kebakaran hutan di pulau Komodo. Selain itu, aksi penangkapan Pari Manta juga masih terjadi serta aksi penangkapan  ikan dengan cara merusak lingkungan oleh nelayan lokal di dalam kawasan TN Komodo masih saja terjadi,” sesalnya.

 

Turis tiba di gerbang TN Komodo Pulau Rinca. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Agustinus juga berpesan agar tambat sauh (mooring buoy) di pulau Komodo dan pulau lainnya perlu ditambah agar kapal tidak membuang jangkar sembarangan dan merusak karang. Mooring buoy juga harus diletakkan di sekitar spot menyelam. Perbanyak juga tempat sampah serta MCK dan pastikan air bersih tidak kurang seperti selama ini terjadi.

Fasilitas kesehatan juga belum ada di tiap pulau, termasuk di Pulau Komodo, untuk menangani wisatawan yang tergigit Komodo dengan cepat. “Jangan seperti saat ini dimana pasien harus dibawa ke Labuan Bajo berjam-jam,” tambahnya.

“Pelabuhan di Labuan Bajo sendiri kapasitas daya tampungnya terbatas bercampur dengan kontainer dan berdebu. Lokasinya juga berdekatan dengan Tempat Pendaratan Ikan sehingga bau dan dipenuhi sampah. MCK umum di Labuan Bajo sendiri belum ada sedangkan di pulau Komodo MCK bagus cuma persedian air sering tidak ada. Bahan bakar juga jadi masalah sebab kadang tidak tersedia dan habis karena harus menunggu suplay dari Reo kabuopaten Manggarai,” ungkapnya.

Tetapi yang terpenting tandas Agustinus, peraturan diving dan pembatasan jumlah penyelam harus diberlakukan. “Apa saja yang tidak boleh dilakukan saat menyelam serta teknik menyelam yang baik dan tidak merusak terumbu karang. Kapal yang hilir mudik ke pulau-pulau juga perlu diatur waktu dan jumlahnya,” lanjutnya.

 

baca : Ini Kode Perilaku Wisata Laut yang Bertanggungjawab

 

Pelabuhan laut di Pulau Komodo, Labuan Bajo, Manggarai, Barat, Flores, NTT dengan pemandangan gugusan pulau di depannya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Konsep Ekowisata

Pemerintah perlu membuat konsep ekowisata agar pariwisata massal di Labuan Bajo dan beberapa destinasi wisata lainnya di Flores dan NTT sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

“Kesejahteraan masyarakat harus diutamakan, bukan hanya investor agar tidak ada kecemburuan dan potensi lokal tidak diberdayakan. Sehingga penekanan pengembangan pariwisatanya harus mengusung konsep Ekowisata agar bisa mengimbangi mass tourism yang kecenderungannya dimana-mana bersifat destruktif atau merusak,” pesan Agustinus.

Ketua HPI NTT itu juga mengkritisi pelaku wisata seperti HPI, PHRI, Asita dan Taman Nasional komodo (TNK) dengan pemerintah daerah yang belum sinergis. Contohnya masalah tarif. “Masih ada perang tarif. Semua organisasi berjalan sendiri agar bisa survive. Harus ada pertemuan regular antara semua stakeholder pariwisata. Pemerintah harus lebih pro aktif berperan sebagai regulator dan fasilitator,” tambahnya.

 

baca : Menyongsong Wisata. Berapa Daya Dukung Lingkungan Maksimal TN Komodo?

 

Seekor Komodo, satwa yang menjadi daya tarik utama wisatawan berkunjung ke Pulau Komodo, Labuan Bajo, Manggarai, Barat, Flores, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dula menegaskan nantinya BOP Labuan Bajo perlunya melibatkan Pemda dan masyarakat terutama masyarakat adat dengan kearifan lokalnya, demi kemajuan industri pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat lokal.

“Keunikan lokal, dengan semua potensi budaya yang berbeda bisa menjadi daya jual yang mahal. Wisatwan yang datang  harus bisa beradaptasi dengan kondisi daerah. Yang segera dilakukan jangan sampai menunggu presiden baru baru bisa terlaksana,” kata Sekretaris Dinas Pariwisata NTT Wely Rohimone.

Dia berharap kelembagaan BOP Labuan Bajo dibentuk termasuk pegawainya dengan mengutamakan sumber daya manusia dari NTT. “Bila perlu kepala BOP-nya orang NTT agar bisa melakukan pendekatan sesuai adat budaya NTT,” katanya.

 

Exit mobile version