Mongabay.co.id

Limbah PLTU Celukan Bawang Membahayakan Manusia dan Lumba-lumba

Tim Greenpeace, salah satu pihak penggugat pembangunan unit baru PLTU Celukan Bawang di Buleleng, Bali meluncurkan laporan publik terkait proyeksi polutan yang bisa membahayakan warga.

Hasil pemodelan emisi Celukan Bawang unit I (eksisting) dan akan dibangun (unit II) ini dinilai menghasilkan polutan berbahaya bagi dampak kesehatan manusia, satwa laut, dan industri wisata di kawasan Bali Utara. Salah satunya risiko rusaknya habitat lumba-lumba di pesisir Lovina yang menjadi magnet wisata ke Buleleng. Juga kemungkinan berdampak pada satwa di Taman Nasional Bali Barat.

PLTU Batubara Celukan Bawang dinilai salah satu sumber utama polusi udara di Bali. Ekspansi PLTU Celukan Bawang II yang saat ini sedang direncanakan memiliki kapasitas 2×330 Megawatt, 2x lipat kapasitas unit I yang hanya 3×142 Megawatt.

Ahli polusi udara Greenpeace, Lauri Myllivirta memaparkan hasil pemodelan dari sejumlah data awal yang tak disajikan secara lengkap dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) ini pada pertemuan dengan media di Denpasar, Jumat (13/07/2018). Hasilnya juga disampaikan untuk persidangan gugatan pada Gubernur Bali yang memberikan izin lingkungan untuk ekspansi PLTU berbahan bakar batu bara ini.

baca : Studi Ungkap Polutan PLTU Batubara Sebabkan Kematian Dini

 

Dua aktivis Greenpeace yaitu Hindun Mulaika (kiri) dan Lauri Myllivirta (kanan) di Denpasar, Bali, Jumat (13/07/2018) menunjukkan alat pendata emisi sederhana yang bisa dipasang untuk melihat perubahan kualitas udara. Greenpeace menyoroti emisi dari pembakaran batubara PLTU Celukan Bawang, Bali yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Salah satunya adalah limbah merkuri dari batubara. Merkuri adalah logam berat yang sangat beracun penyebab masalah kesehatan bahkan dalam konsentrasi rendah. Polusi merkuri menimbulkan risiko yang serius untuk perkembangan anak-anak. PLTU batubara diyakini sebagai sumber emisi merkuri terbesar di atmosfer.

Lauri menjelaskan endapan merkuri dan abu batubara akan jatuh ke perairan pantai dan tanah. Air permukaan bisa mengalirkannya ke ekosistem pesisir Lovina dan meningkatkan paparan logam berat pada lumba-lumba yang mencari makan di daerah ini. Selain itu, pengendapan asam dapat meningkatkan mobilisasi dan buangan logam berat ke perairan pesisir. Ini berdampak pada kualitas pangan laut yang kita makan.

Dari hasil pemodelan, diperkirakan jumlah merkuri PLTU eksisting sekitar 30 kg/tahun menjadi lebih dari 80 kg/tahun dengan instalasi baru (unit II). Kemudian NO2 PLTU eksisting 4000 ton/tahun menjadi lebih dari 12 ribu ton/tahun (unit II). Demikian juga NOx.

Hasil pemodelan dengan metode CALPUFF dari Universitas Harvard untuk PLTU Celukan Bawang I dan II oleh Greenpeace menyebutkan, diperkirakan terdapat 170.000 jiwa terpapar oleh emisi nitrogen oksida (NO2)dengan konsentrasi di atas standar aman WHO. Juga terdapat 200,000 jiwa terpapar oleh emisi SO2 dengan konsentrasi di atas standar aman WHO.

Metodelogi CALPUFF untuk memperkirakan dampak emisi, perkiraan jumlah emisi, pemodelan atmosfer ini direkomendasikan badan lingkungan hidup Amerika dan negara lain.

baca : Greenpeace: PLTU di Celukan Bawang Meracuni Bali

 

Infografis dampak operasional PLTU Celukan Bawang, Buleleng, Bali bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Sumber : Greenpeace

 

Lauri membandingkan data-data proyeksi ini dengan negara-negara lain. “Makin banyaknya risiko kematian manusia akibat polusi udara di Indonesia. Juga Vietnam, Philipina, Myanmar, dan lainnya,” ujar pria ini.

Kelemahan dalam penyusunan Amdal PLTU Celukan Bawang menurutnya adalah tidak adanya data mengenai emisi dan dampaknya. Juga tidak menyertakan pemodelan atmosfer yang layak mengenai dampak kualitas udara, data kualitas udara setelah pengoperasian PLTU tahap pertama, dampak kesehatan pada masyarakat, penilaian emisi, dan dampak merkuri.

Padahal pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.8/2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan pada pasal 15 tercantum pentingnya menghitung secara cermat dampak lingkungan dan kesehatan oleh pemrakarsa.

Jika terjadi pengendapan merkuri 15 kg/tahun di darat, makan dampak paling serius adalah sekitar 30 ribu orang penduduk dan tidak aman sampai radius 15 km. “Dampak juga pada lumba-lumba karena akumulasi merkuri dan logam berat lainnya di sepanjang rantai makanannya,” urainya.

Ia menyimpulkan, proyeksi PLTU ekspansi ini berjalan tanpa penilaian yang tepat dan benar terkait dampak polusi. Kemudian batas emisi yang ditetapkan pemerintah sangat rendah dan mengakibatkan dampak kesehatan yang buruk. Selain itu memperburuk tingkat polusi udara secara signifikan.

Laporan Greenpeace menyebut PLTU Celukan Bawang menghasilkan emisi NO2 dan berbagai partikel beracun lainnya dengan jumlah yang tinggi, khususnya di wilayah barat Bali. Polutan ini juga dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan jantung pada orang dewasa, serta infeksi pernapasan pada anak-anak. Emisi NOX, SO2 dan debu dari PLTU Celukan Bawang secara bersamaan dapat menyebabkan hujan asam yang merusak tanaman dan tanah, serta membawa kandungan logam berat beracun seperti arsenik, nikel, krom, timbal dan merkuri.

Emisi dari PLTU Celukan Bawang I diperkirakan akan menyebabkan 190 kematian dini dan 70 kelahiran dengan berat rendah setiap tahunnya di Bali yang disebabkan oleh paparan PM2.5 dan NO2. Kematian dini yang disebabkan oleh PLTU Celukan Bawang I dapat meningkat menjadi 290 jiwa per tahun pada tahun 2030. Jika PLTU ini beroperasi selama 30 tahun, maka jumlah total kematian dini selama masa operasi PLTU tersebut adalah sekitar 7.000 jiwa. Sedangkan ekspansi PLTU ini, yaitu PLTU Celukan Bawang II, diperkirakan meningkatkan dampak kesehatan kumulatif selama masa operasi 30 tahun menjadi 19.000 kematian dini.

baca : Mengganggu Kesehatan, Limbah PLTU Celukan Bawang Bali Menuai Protes

Secara total, PLTU Celukan Bawang diproyeksikan akan mendistribusikan sekitar 15 kg merkuri per tahun dan mengendap di daratan sekitar PLTU. Sekitar 40% dari merkuri ini akan terdistribusi pada lahan hutan dan 49% pada lahan pertanian.

Dari hasil permodelan, Greenpeace-Indonesia, hendak meyakinkan dampak berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan ekosistem pulau itu dari penambahan dua unit pembangkit batu bara baru PLTU Celukan Bawang.

Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace-Indonesia mengingatkan bahwa riset terkait dampak kesehatan manusia dan satwa laut ini tanggungjawab pemerintah. “Sebelum dan sesudah harus monitoring. Apalagi ini lebih besar dau kali lipat. Tahun pertama, kedua mungkin belum terlihat dampaknya,” jelasnya.

 

Greenpeace dan nelayan Celukan Bawang Bali utara melakukan aksi menolak PLTU Celukan Bawang pada Selasa (18/4/2018). Foto : Made Nagi/Greenpeace/Mongabay Indonesia

 

Ni Putu Candra Dewi dan I Wayan ‘Gendo’ Suardana mewakili pendamping hukum penggugat menyampaikan hasil persidangan terkahir yang mendatangkan saksi ahli dari penggugat. Persidangan Kamis (12/7) menghadirkan 5 ahli, namun yang diterima 4 ahli oleh majelis hakim.

Candra, advokat dari LBH Bali mengutip Putu Liza Mustika Kusuma, peneliti setasea dan serenia yang memberikan perspektif keahliannya dari sisi pariwisata perairan. Walau Lovina tak masuk batas studi Amdal tapi tetap berpengaruh karena lumba-lumba bisa berenang sampai 40 km. Sebagai hewan mamalia, suhu air sangat penting bagi lumba-lumba. Jika terlalu panas bisa mematikan.

Sedangkan Gendo mengatakan pentingnya keterangan ahli soal polusi. “Jika pemodelan ini ada kami punya keyakinan masyarakat akan jauh lebih paham tentang dampak PLTU,” katanya. Ia mengutip pendapat Profesor Ery M. Egantara ahli Amdal yang menjelaskan bahwa perhitungan dampak juga perlu dilakukan dalam prakiraan waktu jangka panjang.

Menurutnya, Amdal tak bisa disamakan antara dampak PLTU pertama dan kedua karena badan hukum beda, izin lingkungannya pun beda. “Pentingnya instrument pengendali Andal untuk memperkirakan dampak. Jika input data lemah, maka perlu pemodelan,” seru Gendo.

Pertikulat berbahaya lain adalah PM2.5, yaitu  partikel halus yang dihasilkan dari semua jenis pembakaran, termasuk pembangkit listrik. Partikel ini tetap bertahan di udara dalam jangka waktu lama dan tertiup angin hingga ratusan mil. PM2.5 dapat terhirup dan langsung masuk hingga ke aliran darah manusia. Paparan jangka panjang dari PM2.5 dapat menyebabkan asma, infeksi saluran pernafasan akut terutama pada anak-anak. Risiko ini di Indonesia dinilai tinggi karena kontrol polusinya salah satu yang terlemah di Asia Timur dibanding Cina atau Jepang.

Greenpeace menyebut gugatan pada PLTU juga terjadi di lokasi lain sedikitnya 4 gugatan termasuk di Bali. Terlebih proyek ekspansi PLTU Celukan Bawang 2×330 MW tidak ada dalam RUPTL 2017 dan 2018.

 

Exit mobile version