Mongabay.co.id

Pembunuhan Ratusan Buaya di Sorong Lanjut ke Proses Hukum, Berikut Foto-foto dan Videonya

Buaya-buaya yang mati dibantai dikumpulkan untuk dibakar lalu akan dikuburkan di lokasi penangkaran. Foto: Istimewa untuk Mongabay Indonesia

 

Pembunuhan ratusan buaya di Distrik Aimas, Sorong, Papua Barat,  jadi viral di media sosial, Facebook Sabtu (14/7/18) atau sehari setelah seorang warga,  Sugito meninggal diterkam buaya di lokasi penangkaran Jumat (13/7/18).

Kasus di Kelurahan Klamalu, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong, Papua Barat ini, mendapat banyak sorotan hingga mendorong Kepolisian Resor Sorong menyelidiki kasus itu meskipun korban dan penangkaran disebut-sebut telah bersepakat tak menempuh jalur hukum.

Penangkaran buaya itu milik Andreas Siahaan dikelola dengan nama CV. Mitra Lestari Abadi (MLA). Dalam informasi yang dikeluarkan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sorong, disebutkan buaya dibantai tercatat 292 ekor.

Kapolres Sorong AKBP Dewa Made Sidan Sutrahna kepada Mongabay menyatakan, proses hukum tetap lanjut karena kasus itu sudah jadi viral. “Kita tetap proses hukum. Ini kan sudah viral,” kata Dewa Made, Selasa (17/7/18).

Kepolisian, katanya, memisahkan kasus itu jadi tiga bagian, kelalaian pihak perusahaan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa, perusakan fasilitas penangkaran dan pembantaian buaya.

Untuk seluruh kasus, kata Made, polisi telah memeriksa 10 saksi. “Kita tetap proses (ketiga kasus itu). Kami sudah mengidentifikasi orang yang kemungkinan menjadi terduga tersangka,” katanya.

Secara terpisah, Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sorong Basar Manullang kepada Mongabay menyatakan, berkomitmen penuh mendukung kepolisian mengungkap kasus pembantaian itu.

“Kami bersama-sama Kepolisian sedang fokus menyusun anatomy crime hingga kasus sangat diharapkan lanjut ke perkara,” katanya.

 

Lokasi pembantaian ratusan buaya yang berada di penangkaran CV. Mitra Lestari Abadi (MLA), beralamat di Kelurahan Klamalu, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong, Papua Barat terlihat pada hari ketiga, Senin 16 Juli 2018. Foto: Istimewa untuk Mongabay Indonesia

 

Kronologi

Dalam siaran pers BBKSDA Sorong, disebutkan, korban Sugito masuk ke penangkaran tanpa diketahui pengelola penangkaran Kamis (13/7/18). Sugito berteriak meminta tolong setelah diterkam buaya.

Petugas yang melihat korban setelah mendengar teriakan, juga ikut berteriak meminta tolong kepada warga sekitar, kemudian bersama-sama menolong korban.

BKSDA menyebut, penangkaran dan keluarga korban telah bertemu dan disepakati perusahaan akan memberi uang duka sebelum pemakaman.

Usai pemakaman, sekitar pukul 11.15, warga disebut secara tidak terduga menuju penangkaran dan membunuh buaya-buaya disana, termasuk merusak kantor dan mes.

Padahal,  sebelum itu Ketua Ikawangi Sorong telah meminta warga dalam sambutan sebelum pemakaman, agar tidak melakukan tindakan anarkis dan menyerahkan kasus itu kepada kepolisian.

“Warga membawa senjata tajam, palu, pemecah batu, balok kayu dan sekop. Di antara kerumunan massa dikenali salah satu pejabat publik,” kata BKSDA dalam rilis.

BKSDA menyatakan, ada 292 buaya dibunuh massa, yaitu sepasang indukan dan 290 berukuran 8–12 inci. Sebagian massa juga disebut menjarah anakan buaya berukuran kurang empat inci.

Manullang menyayangkan pembantaian buaya yang terdiri dari buaya muara dan buaya air tawar ini. Kedua satwa itu dilindungi dan pembunuhan melanggar UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

 

 

Gambaran lokasi

Sementara itu,  dalam video dan gambar yang diambil pada hari ketiga setelah pembataian, seperti diperoleh Mongabay, suasana di sekitar penangkaran buaya sudah kondusif. Tidak ada warga di lokasi.

Dalam gambar itu terlihat enam kolam penangkaran buaya sesuai umur. Kolam-kolam itu berdinding tembok berukuran paling pendek sekitar satu meter lebih, untuk anakan buaya. Paling tinggi sekitar 2,5 meter untuk induk buaya.

Sisi lain, petugas terlihat sedang menggali tanah untuk mengubur buaya-buaya mati. Bagian lain tampak garis polisi.

Bangkai sebagian besar dibakar, disisakan sekitar 10 buaya untuk barang bukti.

Video itu juga memperlihatkan, beberapa bagian kolam rusak setelah diamuk massa. Ada juga sisa-sisa kayu yang dipakai masuk ke areal kolam, termasuk untuk memukul buaya hingga mati.

Luas lokasi penangkaran buaya itu, diperkirakan sekitar satu hektar di kelilingi pagar seng. Di luar pagar di kelilingi rawa yang ditumbuhi rerumputan.

Lokasi penangkaran berada tak jauh dari jalan utama. Untuk ke sana dari jalan utama, masih harus melewati jalan lingkungan sekitar 500 meter terbuat dari beton.

Untuk masuk ke penangkaran,  harus melalui jalan timbunan di atas rawa sepanjang 100 meter. Lokasi penangkaran sedikit di atas bukit.

Kepolisian menyebut,  jarak penangkaran buaya dengan pemukiman warga, sekitar 200 meter.

Di lokasi pembantaian juga masih terpasang beberapa spanduk cetak yang mendesak penangkaran buaya CV. Mitra Lestari Abadi ditutup.

Keliopas Krey,  Pakar Herpetologi Universitas Papua mengatakan, sebenarnya di Papua Barat,  sudah banyak kasus manusia diterkam buaya, bahkan terbunuh, termasuk kasus gigitan buaya di Manokwari pertengahan Mei lalu.

Buaya, katanya, merupakan spesies soliter (suka menyendiri dan tertutup), tetapi soal makanan merupakan reptil sosial yang memakan mangsa bersama-sama. Perilaku-perilaku ini mempengaruhi respon buaya terhadap manusia. Jadi banyak kasus gigitan, katanya,  bukan karena buaya berada di habitat manusia tetapi sebaliknya, manusia di ‘rumah’ buaya.

Untuk kasus di Sorong,  katanya,  orang-orang di penangkaran buaya tentu mereka yang memahami perilaku satwa ini atau orang-orang terlatih. Meski begitu, katanya,  bisa jadi warga sekitar merasa terintimidasi dan keberadaan penangkaran menganggu aktivitas sosial, apalagi sampai berujung korban jiwa.

“Akibatnya, warga melakukan respon negatif,” katanya. “Dalam kasus di Sorong kita cukup prihatin, karena menimbulkan korban jiwa,” kata Keliopas.

Dia mengatakan, pengelolaan penangkaran harus diawasi ketat oleh pemilik penangkaran dan pemerintah guna menghindarkan korban jiwa.

“Bisa jadi ada unsur-unsur kelalaian dan keamanan yang kurang diperhatikan dengan baik oleh manajemen penangkaran dan pihak terkait,” katanya.

BKSDA menyatakan,  penangkaran buaya CV. Mitra Lestari Abadi, salah satu penangkaran di Papua Barat, yang mengantongi Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: SK. 264/IV-SET/2013 tertanggal 9 Desember 2013. Itu surat perpanjangan izin usaha penangkaran buaya air tawar (Crocodylus  novaeguineae) dan buaya muara (Crocodylus porossus).  Mitra Lestari juga mengantongi surat keterangan tidak menimbulkan gangguan bagi manusia.

 

Keterangan foto utama: Buaya-buaya yang mati dibantai dikumpulkan untuk dibakar lalu akan dikuburkan di lokasi penangkaran. Foto: Istimewa untuk Mongabay Indonesia

Anakan buaya mati dan hampir membusuk di tepian kolam penangkaran pada hari ketiga setelah pembantaian. Foto: Istimewa untuk Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Exit mobile version