Mongabay.co.id

Taman Hewan Siantar Diminta Serahkan Orangutan Sumatera ke Pemerintah

 

Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), mendesak Taman Hewan Siantar (THS) menyerahkan induk dan anak orangutan sumatera yang mereka pelihara ke pemerintah. Tujuannya, untuk direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya, alam liar.

Hal itu ditegaskan Direktur YOSL – OIC, Panut Hadisiswoyo, saat memberikan keterangan resmi di Kantor OIC di Medan, Sumatera Utara, Senin (16/7/18).   “Kami sudah siap dengan semua peralatan resque. Pihak BBKSDA Sumut juga sudah menunjukkan surat tugas namun managemen THS tidak memberikan satwa milik negara itu diambil akhir pekan lalu,” jelasnya.

THS yang dulunya bernama Siantar Zoo, pada 13 Juli 2018, menerima induk dan anak orangutan sumatera dari warga Sidikalang. Hingga sekarang, kedua satwa terancam punah tersebut ditempatkan dalam kandang dan menjadi tontonan pengunjung.

Baca: Heran, Masih Saja Ada yang Pelihara Orangutan untuk Kesenangan

 

Orangutan sumatera yang hidup damai di wilayah Stasiun Riset Ketambe, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Meski sudah menerima orangutan tersebut, namun baru akhir pekan lalu dilaporkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut).   “Kondisinya sehat dan ada dugaan hasil buruan dari hutan. BBKSDA ingin membawanya ke karantina di Batu Mbelin yang dikelola Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP) untuk nantinya dilepas ke hutan. Saat ini orangutan sumtera tersisa di alam liar sekitar 14.600 individu,” terangnya.

Panut menyatakan, seluruh satwa yang ada di lembaga konservasi itu milik pemerintah, termaksud yang dititipkan. BKSDA memiliki kewenangan kemana satwa nantinya dititipkan. Apa yang terjadi di THS, menurutnya, pelanggaran Permenhut P.53/Mehut-IV/2007 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2007-2017. Semua orangutan sitaan dari perdagangan dan peliharaan harus dimasukkan dalam program rehabilitasi, nantinya dikembalikan ke habitat aslinya yaitu hutan.

“Poinnya adalah, jangan ada satwa liar seperti orangutan yang dikirim ke lembaga konservasi hasil peliharaan warga terlebih perburuan. Dua orangutan ini wajib dievakuasi untuk direhabilitasi agar kembali lagi ke habitat aslinya.”

Baca: Strategi Konservasi Orangutan Harus Perhatikan Segala Hal, Mengapa?

 

Panut Hadisiswoyo, Direktur YOSL-OIC, menunjukkan induk dan anak orangutan sumatera yang berada di Taman Hewan Siantar. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Singky Soewadji, pengamat satwa liar, kepada Mongabay menyatakan perlu ada ketegasan BBKSDA Sumut untuk mengambil satwa tersebut dari THS. Dia sependapat dengan Panut, jika ada penolakan BBKSDA Sumut wajib mengambil paksa dan membawa aparat kepolisian untuk proses hukum. Dalam undang-undang KSDAE Nomor 5 Tahun 1990, ada sanksi pidana 5 tahun dan denda Rp100 juta bagi siapa saja yang memiliki, memelihara satwa ataupun bagian tubuhnya tanpa izin dari pihak berwenang, dalam hal ini BBKSDA Sumut.

“Dalam aturan sangat jelas, sebuah lembaga konservasi yang memiliki dan memperoleh satwa harus diketahui asal usulnya.”

Taman Hewan Siantar harus memberi contoh baik kepada masyarakat. Caranya, menyerahkan satwa yang diminta BBKSDA Sumut selaku otoritas daerah, perwakilan Kementerian LHK. Taman Hewan Siantar adalah lembaga konservasi yang mendapatkan izin dari KLHK dan sepatutnya ikut aturan. “Tinggal pilih, apakah ingin jadi pejuang konservasi atau tidak.”

Singky menyebutkan, saat ini yang harus dilakukan THS adalah patuh pada aturan. “Saya berharap BBKSDA Sumut berani mengambil dua orangutan itu, kemudian membawanya ke pusat rehabilitasi. Jika mendapat perlawanan, BBKSDA Sumut harus berani mempidanakan THS. Semua sama dihadapan hukum,” jelasnya.

Baca juga: Evakuasi Bukan Solusi Jangka Panjang Penyelamatan Orangutan

 

Orangutan sumatera yang berada di Medan Zoo. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Juru Kampanye Eks Situ Centre Orangutan Protection (COP), drh. Rian Winardi menyatakan, jika dilihat fisiknya, kedua orangutan tersebut masih bisa direhabilitasi. Sudah sepantasnya, pihak THS menyerahkannya ke negara.

“Sumatera Utara memiliki pusat rehabilitasi orangutan dengan fasilitas dan kredibilitas yang baik. Orangutan sumatera merupakan satwa terancam punah, dan pemerintah berupaya meningkatkan populasinya. Semua pihak diharap mendukung program tersebut, tanpa kecuali,” jelasnya.

Dia menegaskan, COP mendukung BBKSDA Sumatera Utara untuk melakukan evakuasi dan mengirimkannya ke pusat rehabilitasi orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit. “Harus dilakukan,” tegasnya.

 

 

Perburuan dan perdagangan merupakan ancaman nyata kehidupan orangutan sumatera. Dalam catatan COP yang turut membantu Kepolisian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama 2015-2016, telah digagalkan empat kasus perdagangan orangutan. Sebanyak sembilan bayi disita dari empat lokasi berbeda: Kota Langsa, Medan, Jakarta, dan Garut.

 

 

Exit mobile version