Mongabay.co.id

Ramai-ramai Nikmati Duit Proyek Ruang Terbuka Hijau Berakhir di Pengadilan

RTH Tunjuk Ajar Integritas, Pekanbaru, Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Tugu integritas yang dibuat sebagai semangat anti korupsi, tampaknya tak berarti apa-apa selain dekorasi kota. Setidaknya, bagi belasan orang di Riau, yang beramai-ramai korupsi dana ruang terbuka hijau di lokasi Tugu Integritas yang diresmikan KPK dan pemerintah daerah beberapa tahun lalu. RTH itupun bernama RTH Tunjuk Ajar Integritas.

Kejaksaan Tinggi Riau pun menetapkan 18 tersangka korupsi, 13 pegawai negeri sipil dan lima orang swasta di RTH Jalan Ahmad Yani ini.  Tiga dari mereka jalani menjalani persidangan awal Mei ini.

Dwi Agus Sumarno, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumberdaya Air (Ciptada) Riau waktu itu, Yuliana J Bagaskoro, Kontraktor PT Bumi Riau Lestari (BRL) dan Rinaldi Mugni, Konsultan Pengawas CV Panca Mandiri Konsultan.

Mereka kena dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ditambah lagi jeratan pidana dari KUHP.

Khamozaro Waruwu, majelis hakim yang memeriksa perkara ini, mengatakan, korupsi proyek RTH di tanah bekas Kantor Dinas PU itu dimulai dari perencanaan.

Pada 2012, sudah pernah dihitung anggaran membangun RTH Rp12 miliar. Proyek tak kunjung terlaksana, empat tahun kemudian kembali lelang dan hitung ulang. Itu, setelah Dwi Agus Sumarno ditunjuk Annas Maamun sebagai Kepala Dinas Ciptada Riau.

Atuk, begitu Annas Maamun sering dipanggil, adalah mertua Dwi. Annas Maamun, mantan Gubernur Riau,  terpidana korupsi alih fungsi lahan di Riau pada 2014. Sekarang mendekam di Suka Miskin.

Mengetahui informasi lelang penghitungan nilai proyek RTH di situs LPSE Riau, Dedi Wahyudi,  Direktur konsultan perencanaan PT Wandra Cipta Engineering Consultant, menyuruh Dian Meilina mengajukan dokumen penawaran serta profil perusahaan.

Dian bukan karyawan tetap dan tak terdaftar pada struktur perusahaan. Ngakunya, dia bekerja kalau diminta Dedi.

Dedi, kemudian diundang menyampaikan langsung penawaran di Kantor Dinas Ciptada Jalan SM Amin. Setelah itu ditunjuk untuk menghitung nilai proyek. Bersama Dian, Dedi memegang hasil penghitungan yang pernah dibuat sebelumnya, lalu menyesuaikan harga barang dan material yang ditetapkan Dinas PU Pekanbaru.

“Kami tak tahu perusahaan yang pernah menghitung sebelumnya,” kata Dedi kala persidangan.

Nilai yang berhasil dihitung Wandra Cipta Rp9,3 miliar, kurang Rp300 juta dari pagu Dinas Ciptada kala itu. Jauh menyusut dari hitungan 2012 karena ada pengurangan materi pekerjaan dan penyesuaian harga saat mereka survei langsung. Ada pula perubahan jenis tanaman di RTH.

Dian minta bantuan Jarudi, temannya, survei berbagai jenis pohon di Bogor. Bersama Jarudi, ikut pula Yusrizal, Pejabat Pembuat Komiten dan Armansyah Ani Putra, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dalam proyek ini.

Yusrizal mengakui, waktu itu sedang di Jakarta.

“Saya juga kebetulan ada tugas di sana. Saya ikut melihat jenis-jenis pohon dan macam-macam bunga,” kata Armansyah.

Penghitungan selesai. Nilai proyek didapat. Wanda Cipta dapat bayaran Rp49 juta. Setelah itu, Dedi mengaku tak ikut terlibat dan tak tahu lagi perkembangan proyek.

Lelang berikutnya, mencari perusahaan yang akan mengerjakan proyek. Informasi kembali diumumkan di www.lpse.riau.go.id. Urusan ini ditangani Ichwan Sunardi, Ketua Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) 41, dibantu Hariyanto sebagai Sekretaris, Hoprizal, Desi Iswanti Ruliyana Silalahi dan Richa Martiwi sebagai anggota.

Mufakat tak betul dimulai dari sini.

Merujuk pada dakwaan JPU, pada Juli 2016, Yuliana J Bagaskoro bersama rekannya Oki Oktari mendatangi kediaman Dwi Agus Sumarno, Jalan Nila No. 12 Marpoyan Damai Pekanbaru. Mereka hendak ikut lelang proyek RTH.  Dwi tak keberatan dan janji membantu.

Yuliana dan Oki meminjam PT BRL, dengan  direktur, Kusno.

Dwi menghubungi Armansyah, supaya membantu Yuliana selama proses lelang. Pesan itu diteruskan Armansyah ke Yusrizal untuk disampaikan pada Ketua Pokja ULP 41.

Yusrizal datang langsung ke ruang kerja Sunardi dan menjelaskan permintaan Dwi. “Sebenarnya Pak Dwi beberapa kali sudah menghubungi saya dan minta supaya BRL dimenangkan,” kata Sunardi saat kesaksian.

Jelang akhir Juli, Yusrizal menetapkan sendiri kerangka acuan kerja memuat syarat-syarat tenaga ahli yang harus dimiliki perusahaan peserta lelang.

Kata Yusrizal, itu perintah Armansyah juga pesanan dari Dwi. “Untuk menyulitkan peserta lelang lainnya.”

Awal Agustus, ketika Pokja ULP 41 memberi penjelasan pada peserta lelang, mereka ditanya perihal syarat tenaga ahli yang dianggap berlebihan. Keluhan ini disampaikan Sunardi ke Yusrizal dan menyarankan supaya mengubah syarat lebih ringan dan memudahkan peserta.

Yusrizal menolak saran Sunardi karena itu perintah Dwi.

Empat hari kemudian, sore hari, Dwi memanggil Sunardi ke ruang kerja. Sunardi diminta menjelaskan proses evaluasi penawaran peserta lelang. Lagi-lagi Dwi minta Sunardi memenangkan BRL.

Dwi membantah pernah bertemu Sunardi dan membicarakan hal itu. Di depan majelis hakim dia bilang, waktu lelang berlangsung tengah mengikuti pendidikan di luar kota.

“Saya tetap pada keterangan tadi yang mulia,” kata Sunardi.

 

Rinaldi Mugni, Dwi Agus Sumarno dan Yuliana J Bagaskoro, tiga terdamwa korupsi RTH Anti Korupsi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Pada hari yang sama ketika Sunardi bertemu Dwi, Desi Iswanti Rulyana Silalahi dan Richa Martiwi,  mengevaluasi syarat administrasi peserta lelang, mengkoreksi nilai yang dibuat peserta dan mengevaluasi dokumen teknis. Itu tanpa dihadiri Sunardi, Hoprizal dan Hariyanto.

Desi dan Richa mengakui ini ketika ditanya majelis hakim.

Hasil evaluasi ini menetapkan semua peserta lelang tak lulus. Mereka itu antara lain PT Jumindo Indah Perkasa, PT Irzam Salma Mandiri, PT Pagar Alam Perkasa, PT Mega Mulia Mas dan termasuk BRL. BRL tak memenuhi curriculum vitae personil inti tenaga ahli tanaman kualifikasi S1 Pertanian.

Empat hari pasca evaluasi, Dwi kembali memanggil Sunardi dan mendengar langsung bahwa BRL tidak memenuhi syarat. Dwi tetap minta Sunardi supaya meloloskan BRL. Dwi kemudian minta Yuliana bertemu langsung dengan Sunardi.

Pertemuan berlangsung di ruang kerja Sunardi pukul 10.00 dua hari setelah mendapat perintah Dwi. Yuliana menjanjikan sesuatu pada Pokja ULP 41 bila BRL menang.

Sunardi mulai geliat. Sorenya, di lantai 5 gedung Dinas Ciptada Riau—sekarang Dinas Pekerjaan Umum—dia memanggil Hariyanto. Mereka diskusi dan mempertimbangkan perintah Dwi dan permintaan Yuliana. Keduanya sepakat memenangkan BRL dan mengabaikan hasil evaluasi teknis.

Tak berapa lama, Sunardi kembali ditelepon Dwi. Perintah sama kembali dia terima. Malam itu juga Tim Pokja 41 melanjutkan evaluasi adminstrasi dan teknis lalu meloloskan BRL meski kenyataan berlawanan. BRL sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp8, 012.689 miliar.

 

***

Penghujung Agustus 2016, Yusrizal, Kusno, Irianto Rab Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Yuliana, Oki dan Armansyah,  bertemu di Hotel Angkasa Garden Jalan Setia Budi, Kecamatan Lima Puluh, Pekanbaru.

Mereka meneken surat perjanjian kontrak. Yusrizal juga langsung menerbitkan surat perintah mulai kerja pada BRL jangka waktu 120 hari.

Hari itu juga, Dwi mengumpulkan mereka dan memimpin rapat persiapan pelaksanaan pembangunan RTH. Rapat tak berlangsung lama. Usai rapat, Dwi memerintah Yusrizal minta uang komitmen 1% pada Yuliana. Yusrizal langsung menghubungi,  Yuliana menyanggupi.

Yuliana menghadap Dwi dan menyerahkan uang Rp 80 juta.

Esoknya, Yuliana bersama Kusno mendatangi notaris Yovita Andriana. Kusno hendak mengalihkan tanggungjawab pembangunan RTH pada Yuliana.

“Kusno melanggar Pasal 87 ayat 3 Perpres Nomor 54 tahun 2010,” kata JPU Muhammad Amin, waktu baca dakwaan.

Nyatanya, pembangunan tetap berjalan dan target selesai penghujung 2016. Di lapangan, Yuliana dibantu Mardius dan Zulfikar. Padahal, keduanya bukan tenaga ahli dalam dokumen penawaran dalam pengajuan lelang.

Selama pembangunan, dua kali Yusrizal dan Yuliana, menandatangani addendum. Pertama,  pada 7 November dan terakhir 5 Desember. Addendum terakhir ini menyepakati pembangunan tugu integritas atau tugu anti korupsi senilai Rp 425.000.000, semula tak termasuk dalam kontrak.

“Tugu itu dirancang oleh seniman Riau, Jon Kobet dan dibuat oleh Hery Prasetyo dari Yogyakarta. Saya menemuinya langsung,” kata Irianto Rab.

Yusrizal sebenarnya tak setuju penambahan pekerjaan pembuatan tugu dalam kontrak BRL dan sempat menolak tandatangan berita acara. Dia minta supaya bikin lelang baru. Akhirnya, mau tak mau dan mengaku terpaksa, Yusrizal menandatangani berita acara hasil rapat penambahanan item pekerjaan.

“Saya melakukannya karena, kata Pak Dwi itu perintah Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman,” kata Yusrizal.

“Saya tak ada bilang begitu. Itu hasil pembahasan bersama,” sanggah Dwi.

 

RTH Anjuk Ajar Integritas. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Tri Riswanto,  Ketua Panitia Peneliti Kontrak, dua kali dihadirkan dalam persidangan memberi jawaban berbeda soal penambahan volume pekerjaan pada addendum kedua.

Pertama, katanya, sudah sesuai Perpres 54/2010 dan tak perlu ada lelang baru. Kedua, saat dihadirkan kembali bersama Yusrizal, hakim mengatakan Tri salah menafsirkan perpres. Tri sempat terdiam dan mengubah keterangan pada sidang sebelumnya.

Mufakat tak baik juga menyeret Rinaldi Mugni sebagai konsultan pengawas. Pada 27 Juli 2016, dia minta Raymon Yundra, Direktur CV Panca Mandiri Konsultan (PMK) menyiapkan kelengkapan administrasi dan syarat teknis ikut lelang.

Mugni bikin RAB, formulir isian kualifikasi dan daftar personil inti. Dia mencantumkan nama Lasmaria Sidabutar, Hendri, Welmen sebagai tenaga ahli dan Dedi Yuspardi, Rishiano Indra serta Derry Suryanti sebagai tenaga pendukung.

Padahal, orang-orang itu tak terdaftar sebagai pegawai atau karyawan PMK. Dalam dakwaan JPU, perbuatan Mugni bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa.

JPU mendakwa Yuliana J Bagaskoro dan Mugni merugikan keuangan negara (Pemprov Riau) Rp935, 357 juta berdasarkan audit BPKP Perwakilan Riau.

Singkatnya, Yuliana dan Mugni juga memperkaya diri sendiri dan Dwi Agus Sumarno, masing-masing Rp755, 357.542juta dan Rp163, 708 juta .800 dan Rp80 juta. Yusrizal dan Irianto Rab masing-masing Rp50 juta.

 

RTH Tunjuk Ajar Integritas, Riau, yang pembangunannya menyeret belasan orang terduga korupsiKeterangan foto utama:

Exit mobile version