Bila Anda berkunjung ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sempatkan lah melihat rawa gambut Sebangau. Sensasi menelusuri rawa gambut ini akan makin terasa bila Anda menyewa perahu mesin atau yang biasa disebut kelotok dari dermaga Kereng Bangkirai.
Di kiri kanan Sungai Sebangau, akan terlihat rasau (Pandan helicopus) atau sejenis pandan yang biasa tegak di tepian sungai atau danau kawasan rawa gambut. Selain itu, perahu mesin tak jarang harus dikurangi kecepatannya saat lintasan sungai menyempit akibat tertutupi tumbuhan ini.
Kepala Balai Taman Nasional Sebangau (TN Sebangau), Anggodo menyebutkan, kegiatan ekowisata di rawa gambut Sebangau yang dikelola oleh masyarakat, merupakan dukungan dari Pemerintah Palangkaraya, Pemerintah Kalimantan Tengah, dan Balai TN Sebangau.
“Kami membantu masyarakat agar bisa mendapatkan penghasilan dari mengelola ekowisata. Ini penting untuk mereka yang tinggal di sekitar TN Sebangau,” ujar Anggodo,
Baca: Begini, Cara Masyarakat Kalimantan Tengah Antisipasi Kebakaran Hutan

Anggodo mengatakan, dengan mengelola ekowisata, masyarakat secara tidak langsung akan menjaga hutan gambut Sebangau. “Kalau hutan bagus, wisatawan akan banyak berkunjung, pendapatan masyarakat akan terus meningkat. Bila hutan rusak, dengan sendirinya pendapatan masyarakat ikut menurun.”

Anggodo menambahkan, dalam waktu dekat, Balai TN Sebangau akan membangun lokasi memancing di zona tradisional. Ini ditujuan menarik siapa saja yang hobi mancing. “Pendapatan masyarakat akan bertambah, karena pemancing akan memakai jasa masyarakat untuk mengantar dan menjemput, atau menyewakan perahu.”
Keberhasilan pengelolaan hutan gambut dengan pelibatan masyarakat di TN Sebangau telah menarik banyak pihak. Bahkan beberapa lembaga pemerintah yang mengelola gambut tertarik untuk belajar. “Pada Agustus 2018, tim dari BKSDA Aceh akan berkunjung ke sini, belajar mengelola hutan gambut,” jelasnya, Jum’at (13/07/2018).
Baca juga: Perhutanan Sosial, Akankah Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat?

Potensial
Taman Nasional Sebangau yang luasnya mencapai 568.700 hektar, berada di antara Sungai Sebangau dan Sungai Katingan. Sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional pada 19 Oktober 2004 melalui Surat Keputusan Nomor. SK.423/Menhut-II/2004, wilayah ini merupakan hutan produksi yang dikelola oleh beberapa perusahaan pemegang HPH.
“Kami menyediakan kelotok untuk berkeliling di pinggiran Sebangau. Wisata ini baru dikenal masyarakat luas sejak tahun 2014,” sebut Ahmad, juru mudi kelotok yang mengantar saya bersama rekan menelusuri Sungai Sebangau satu jam lebih.


Ahmad mengatakan, hampir setiap hari pengunjung datang untuk menikmati wisata air ini. “Sewa perahu mesin murah kok, tergantung jarak dan waktu yang diminta saja. Untuk jarak dekat, setiap orang dikenakan ongkos 20 ribu rupiah,” ujarnya.
Nelayan atau masyarakat yang mancing menggunakan kail panjang akan sering kita lihat saat menelusuri sungai. Ikan yang sering terlihat seperti kerandang, toman, haruan (gabus), dan jenis lainnya. “Kami menyediakan perahu untuk wisatawan setiap hari. Bila beruntung, kita akan melihat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) bergelantungan atau bekantang (Nasalis larvatus) yang biasa disebut monyet belanda,” jelasnya.


Selain mennyusuri sungai, pengunjung juga bisa berkeliling dermaga yang telah tertata rapi ini. “Bangunan dan jembatan di dermaga ini dibangun pemerintah, untuk masuk hanya dikutip tiket Rp5.000 per orang. Pengunjung baru membayar lagi bila menyewa perahu atau membeli makanan. Di sini juga disediakan tempat untuk mengambil foto dengan pemandangan latar menarik,” tandas Ahmad.

