Mongabay.co.id

Foto : Potret Anak yang Akrab dengan Lingkungannya

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,   jumlah penduduk Indonesia mencapai 258 juta jiwa pada tahun 2016, dan sepertiga diantaranya,yaitu 32,24 persennya adalah anak-anak.

Oleh karena itu Negara perlu menempatkan anak-anak dalam prioritas yang utama, dengan memperhatikan kebutuhannya seperti moral, pendidikan, kependudukan, sampai dengan tempat tinggal dan alam lingkungan sekitarnya.

Mongabay sebagai media non profit yang peduli akan keberlangsungan alam, dalam menyambut Hari Anak Nasional, setiap tanggal 23 Juli ini, merangkum beberapa foto anak Indonesia yang erat hubungannya dengan alam.

 

1. Anak pencari ikan hias Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali

Sejak jaman dulu, Desa Les dikenal dengan penduduknya yang berprofesi sebagai pencari ikan hias air laut. Sayangnya, mereka menggunakan bom dan bahan kimia untuk mengambil ikan. Sehingga tidak saja itu membuat ikan kecil nya banyak yang mati, tetapi juga menghancurkan karang, yang menjadi rumah bagi ikan-ikan.

Saat ini, Desa Les sudah berubah. Warganya mulai mentransplantasikan terumbu karang. Serta mengajarkan anak-anak mereka untuk lebih menghargai lautnya dengan cara mencari ikan hias menggunakan jaring lembut yang aman untuk terumbu karang dan ramah lingkungan.

 

Anak pencari ikan hias Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Anak pencari ikan hias Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

2. Anak-anak dan sampah

Sampah tampaknya sangat sulit dipisahkan dari kehidupan orang perkotaan. Bahkan Indonesia diklaim sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.

Pada 2018, timbunan sampah di Indonesia, diprediksi sampai 66,5 juta ton. Jika tak ada upaya pengurangan, bakal naik sampai 70,8 juta ton pada 2025. Pada 2015, Indonesia hasilkan sampah 3,2 juta ton, sebanyak 1,29 juta ton ke laut.

Dengan jumlah sampah plastik yang begitu besar, maka otomatis akan mengurangi ruang-ruang bermain untuk anak-anak. Beberapa anak harus menjalani kehidupannya sehari-hari diantara sampah. Seperti di daerah Bantar Gebang dan Muara Angke di Jakarta ini.

 

Seorang anak sedang bermain di sela-sela limbah dan sampah di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara pada April 2018. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Seorang anak berada diantara gunungan sampah di TPST Bantargebang, Bekasi, Jabar. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

3.  Anak Bajau/ Bajo

Suku Bajo merupakan satu dari sekian banyak suku yang ada d Indonesia. Suku Bajo banyak menghabiskan hidupnya di lautan. Sebagian dari Suku Bajo mendirikan bangunan rumahnya di atas laut, sementara sebagian yang lainnya bahkan tinggal di atas perahu.

Suku ini menggantungkan hidupnya kepada hasil laut. Banyak kearifan lokal Suku Bajo tentang laut. Dan orang-orang Bajo pun terkenal sangat pandai menyelam dan kuat menahan napas di dalam laut sampai waktu yang di luar nalar manusia awam.

Anak-anak Suku Bajo pun dikenalkan akan rasa cinta dan memiliki laut di mana mereka tinggal sejak usia dini. Bagi mereka, laut adalah rumah yang harus dijaga kelestariannya.

 

Anak-anak Suku Bajo sudah akrab dengan laut sejak kecil. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Anak-anak Suku Bajo sudah akrab dengan laut seperti menyelam sejak kecil. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

4. Anak-anak Suku Boti, NTT

Suku Boti, merupakan keturunan dari suku asli pulau Timor, Atoni Metu. Wilayah Boti terletak sekitar 40 km dari So’e, kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Di perkampungan Suku Boti, terlihat rindang dan cukup subur. Ini tampak berbeda dengan suku-suku lainnya yang ada di daerah Timor, yang kebanyakan terlihat kering dan gersang.

Suku Boti dikenal sangat memegang teguh keyakinan dan kepercayaan mereka yang disebut Halaika. Mereka percaya pada dua penguasa alam yaitu Uis Pah dan Uis Neno. Uis Pah sebagai mama atau ibu yang mengatur, mengawasi, dan menjaga kehidupan alam semesta beserta isinya termasuk manusia.

Sedangkan Uis Neno sebagai papa atau bapak yang merupakan penguasa alam baka yang akan menentukan seseorang bisa masuk surga atau neraka berdasarkan perbuatannya di dunia. Karena itu pula lah, suku boti dikenal dengan hukum adatnya yang cukup keras, yaitu dilarang merusak alam sekitarnya, termasuk menebang pohon.

Anak-anak Suku Boti pun mewarisi dan diajarkan untuk menaati hukum adat ini. Suku Boti sangat mencintai alamnya karena itu pula lah, alam Boti pun memberikan hasilnya dengan berlimpah.

 

Seorang anak Suku Boti, di pulau Timor, NTT, memperlihatkan madu hutan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

5. Suku Sabu, NTT

Suku ini juga dikenal sebagai Suku Sawu,dan tinggal di Pulau Sawu, NTT. Suku Sabu juga banyak diketahui merantau ke pulau-pulau lainnya di NTT, salah satunya di Sumba Timur. Di sumba, Suku Sabu dikenal sebagai pembuat gula nira. Anak-anak suku sabu di sumba ini juga mengikuti pekerjaan orangtuanya sebagi pencari nira. Mereka sudah pandai memanjat pohon nira sejak dari usia 4 tahun.

 

Seorang anak Suku Sabu Pulau Sawu, NTT sedang memanjat pohon nira. Suku Sabu memang dikenal sebagai pembuat gula nira. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Seorang anak Suku Sabu Pulau Sawu, NTT dengan wadah air nira. Suku Sabu memang dikenal sebagai pembuat gula nira. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version