Mongabay.co.id

Kelaparan di Komunitas Mausu Ane di Maluku, Tiga Warga Tewas

Kebun terserang hama, hingga Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, kelaparan. Foto: BPBD Maluku Tengah

 

 

Bencana kelaparan melanda Maluku. Tiga orang Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, meninggal dunia karena kelaparan. Pemerintah Maluku Tengah, berupaya menyuplai bahan pangan ke masyarakat adat yang menetap di Pulau Seram itu.

Terdji Patty, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Tengah, saat dihubungi Mongabay, membenarkan peristiwa itu. Dia bilang, warga Mausu mengalami masalah bahan pangan menipis hingga terserang penyakit.

“Makanan mereka menepis. Kami menerima laporan, tiga warga satu usia lanjut dan dua balita meninggal dunia,” katanya, Selasa (24/7/18).

Bahan pangan komunitas adat di pedalaman itu menipis lantaran kebun mereka rusak oleh babi dan tikus hingga tak bisa mendapatkan bahan makanan layak memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Warga Mausu Ane, katanya, masyarakat yang hidup nomaden atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, hingga sulit terjangkau masyarakat lain maupun pemerintah.

“Mereka hidup berpindah-pindah, jadi sulit bisa ditemui. Orang-orang tak bisa sembarang menuju ke wilayah itu, minimal harus banyak orang, karena mereka tak seperti masyarakat lain yang bisa menerima kedatangan orang lain. Anda bisa tahu sendiri bagaimana perilaku manusia yang hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain,” katanya.

 

Kebun terserang hama, hingga Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, kelaparan. Foto: BPBD Maluku Tengah

 

Meski demikian, BPBD telah berkoordinasi dengan beberapa instansi pemerintah, antara lain Dinas Sosial, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan, Pemerintah Maluku dan aparat keamanan. Semua instansi menyiapkan berbagai bantuan dan bahan makanan untuk disuplai ke Dusun Mausu Ane.

Soal peristiwa kemanusian ini, kata Patty, BPBD Maluku Tengah, telah menindaklanjuti surat Raja Negeri Maneo, bernomor 18/RPNM/VII/2018, pada 10 Juli.

Pemerintah melalui Bupati Maluku Tengah, Tuasikal Abua, pada Kamis (12/7/18) mengintruksikan BPBD untuk kaji lapangan dan mengidentifikasi keberadaan warga dusun itu, termasuk tiga orang yang dikabarkan meninggal dunia.

“Warga Dusun Mausu Ane, saat ini memerlukan bantuan logistik dan kesehatan. Saya juga sudah berkoordinasi ke Palang Merah Indonesia, namun belum mendapat kepastian hingga hari ini,” katanya.

 

Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Tampak petugas sudah datang memberikan bantuan. Foto: BPBD Maluku Tengah

 

Ada pembiaran?

Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Abdul Manaf Tubaka, mengemukakan pendapat soal tragedi kemanusiaan dialami Suku Mausu Ane. “Tiga orang meninggal dunia itu peristiwa luar biasa. Sangat fatal,” katanya.

Dia bilang, kelaparan terjadi di Pedalaman Murkele, karena dampak ketidakadilan negara dalam melihat komunitas adat. “Kalau kita menyoal kelaparan, ini soal kelangkaan pangan.”

Dalam konteks kelaparan, katanya,  ada dua unsur, pertama,  karena kualitas untuk menyiapkan pangan tak ada. Artinya,  secara kultural lahan tak memungkinkan. Kedua, pembiaran negara. Pemerintah, katanya, tak melihat ada warga yang tinggal di situ.  “Negara harus bijak dan adil.”

Dia mengatakan, kelaparan yang melanda Suku Mausu Ane terjadi karena negara lalai melindungi rakyat.

Pemerintah Maluku Tengah pun, katanya, keliru menafsirkan dan mengidentifikasi Masyarakat Mausu Ane.

“Penggunaan perkataan nomaden untuk masyarakat di kaki Gunung Murkele itu tak tepat, karena perkebunan mereka itu ada dan punya mata pencarian di situ. Dulu itu orang nomaden, sekarang ini, tidak lagi. Masyarakat di situ sudah hidup di alam yang menjadi sumber kehidupan mereka,” katanya.

Sebagai akademisi yang pernah meneliti masyarakat Suku Noaulu dan Huaulu di Maluku Tengah, dia bilang, komunitas-komunitas itu hidup dalam kesederhanaan dan tak bersentuhan langsung dengan arus perubahan. Mereka hidup di pegunungan.

Mereka, katanya,  tetap berpegang teguh pada adat istiadat dan hidup bersama alam. Sisi lain, infrastruktur ke mereka masih sangat minim. Namun bukan berarti harus dikategorikan sebagai masyarakat berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

 

Kondisi warga Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Foto: BPBD Maluku Tengah

 

Kepala Jurusan Usuluddin Dakwah IAIN Ambon ini menilai, pemerintah semestinya peka terhadap masyarakat yang hidup di Kaki Gunung Murkele itu. Pemerintah, katanya,  juga tak boleh menggunakan asumsi mereka sulit ditemui.

“Problem ini soal negara tidak melakukan pendekatan, karena tokoh-tokoh adat di sana bisa diajak untuk komunikasi. Kok pemerintah harus pakai asumsi seperti itu?”

Dalam kasus ini, katanya, pemerintah desa setempat sudah lebih awal melayangkan surat kepada pemerintah daerah. Surat ini baru ditindaklanjuti, otomatis negara bertindak abai terhadap hak-hak masyarakatnya.

Dia juga mengingatkan, pemerintah jangan pernah mendiskriminasi warga minoritas, dan harus adil kepada siapa saja yang disebut warga negara.

“Pemerintah daerah harus memahami soal keadilan ini. Jangan karena mereka komunitas minoritas, lalu seenaknya kita merekayasa seakan-akan itu benar. Kan surat sudah dikirim sebagai pemberitahuan awal bahwa terjadi kelaparan. Betapa lamban pemerintah daerah merespon surat yang sudah pada tarap gawat itu,” katanya, seraya bilang, pemerintah daerah juga abai mendata komunitas-komunitas kecil ini.

Dia menilai, Pemerintah Maluku Tengah,  hanya membangun infrastruktur di wilayah-wilayah depan. “Sedang infrastruktur daerah-daerah belakang (pegunungan) tak ada. Kalau ada, menurut hemat saya, itu kebetulan saja karena ada akses ke kabupaten lain.”

 

Keterangan foto utama: Kelaparan landa Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Foto: BPBD Maluku Tengah

Suku Mausu Ane Negeri Maneo Rendah di pedalaman Gunung Murkele, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Foto: BPBD Maluku Tengah

 

Exit mobile version