Mongabay.co.id

Warga Utang Berbayar Kayu kepada Pengusaha, Hutan Wasur Merana

 

Balai Taman Nasional Wasur bersama kepolisian melakukan patroli dan menyita puluhan kubik kayu-kayu balok dan olahan berasal dari Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua. Warga beralasan, ambil kayu terpaksa karena alasan ekonomi dan sudah berutang kepada pengusaha untuk keperluan upacara adat dengan janji bayar pakai kayu.

Penyitaan kayu oleh petugas di Jl Trans Papua. Waktu itu, musim hujan hingga mobil tak bisa masuk. Ada jalan tanah sekitar satu kilometer ke dalam hutan. Lebar jalan sekitar dua meteran.

Thobias Wamal Gebze, Kepala Kampung Wasur, mengatakan, warga mengambil kayu terpaksa karena alasan ekonomi. Seharusnya, BTNW, bersifat membina, bukan langsung menyita puluhan  kubik kayu warga Kampung Wasur.

Dia bilang, warga dan tuan dusun menebang hutan sebagai satu-satunya jalan mendapatkan uang untuk pesta adat. “Mereka mengutang dari para pengusaha kayu,” katanya.

Tuan dusun, kata Gebze,  sepakat mengembalikan uang berupa kayu. Beberapa pengusaha telah memberikan pinjaman, berkisar Rp4 juta-Rp5 jutaan, tergantung luasan lahan kayu.

Pius Kaize, warga Wasur meminta, kalau pemerintah buat aturan harus melihat mereka. “Kami tak pernah diperhatikan.”

 

Warga Wasur hendak berburu. Mereka bergantung dari hutan, dari tanaman sampai binatang buruan. Kala hutan habis, satwa buruan pun ikut hilang. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indoneesia

 

Pengusaha untung, warga buntung

Lebrina Serpara, Kepala Seksi  III Balai Taman Nasional Wasur mengatakan, mereka bersikap tegas dengan melibatkan personil Kepolisian Resort Merauke dan Satpolhut menyita semua kayu olahan dari penebangan. Tindakan ini, katanya, karena penebangan sudah begitu marak dan berskala besar.

“Dulu kecil-kecilan seperti kayu bakar, sekarang berubah jadi besar,” katanya seraya meminta warga tak terus menebang hutan karena kalau hutan hilang, begitupun binatang buruan.

Selama ini, warga masih bisa memanfaatkan pepohonan  di taman nasional asal buat keperluan sendiri, seperti kayu bakar  sampai membangun rumah.

“Jangan hanya mengandalkan hutan. Mereka gadaikan hutan untuk pengusaha kayu skala besar dan motif ekonomi. Mereka [pengusaha] tinggal menyewa, tinggal pungut hasil kerja. Jangan rela jual hutan untuk pengusaha,” katanya.

Uang yang diterima warga tak seberapa, kata Serpara, sedangkan penikmat terbesar pengusaha.

Amin Suprajitno, dari Balai Taman Nasional Wasur bilang, awalnya, tim memantau aksi pembalakan dan mengamankan semua kayu olahan.

Diameter kayu, katanya, beragam, terlihat pada tegakan pohon, sebatang menghasilkan empat hingga lima papan.

Dia bilang, barang bukti berupa traktor tangan, maupun mesin gergaji disita.

 

Petgas memergoki dan menyetop penebangan hutan di Kampung Wasur yang masuk Taman Nasional Wasur. Foto: Balai Taman Nasional Wasur

 

Ronny Tethool, Direktur WWF Bagian Selatan Papua mengatakan, tebang kayu dari Wasur ilegal karena sudah diperjualbelikan.

Fungsi Taman Nasional Wasur, katanya, sebagai wilayah penyanggah, merupakan sumber air Rawa Biru. Di Merauke, katanya,  banyak terjadi degradasi hutan dan membahayakan. Dia menilai, pengawasan lemah penebangan ilegal terjadi. Seharusnya, kalau terjadi pelanggaran beri sanksi tegas.

Sisi lain, katanya, perlu mencari strategi terbaik untuk pengembangan ekonomi alternatif bagi masyarakat lokal terutama Kampung Wasur.

Tethool sarankan, warga kembangkan obyek wisata burung, kangguru, ular ikan dan lain-lain. “Wasur sangat kaya pengembangan banyak model wisata,” katanya.

 

Keterangan foto utama:  Petugas lakukan penyitaan kayu-kayu yang ditebang dari Taman Nasional Wasur. Foto: Balai Taman Nasional Wasur

Tenda penebang hutan di taman Nasional Wasur. Foto: Balai Taman Nasional Wasur
Petugas lakukan penyitaan kayu-kayu yang ditebang dari Taman Nasional Wasur. Foto: Balai Taman Nasional Wasur

 

Exit mobile version