Mongabay.co.id

Kala Gempa Kembali Guncang Lombok, 98 Orang Tewas, Ribuan Mengungsi

Seorang petugas polisi tengah membawa seorang bayi kala evakuasi. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Setelah hamtaman gempa pekan lalu, kembali gempa menguncang Lombok, Sumbawa dan Bali dengan kekuatan 7 SR pada Minggu (5/8/18). Korban jatuh lebih besar dan kerusakan parah. Sampai Senin saja, korban tewas mencapai 98 orang dan kemungkinan terus bertambah.  Evakuasi masih terus berjalan. 

 

Persimpangan Jalan Pejanggik, Mataram, Nusa Tenggara Barat, malam itu begitu riuh. Suara klakson kendaraan tiada henti. Orang-orang berteriak tak menentu. Beberapa mobil pickup melaju, bak penuh orang, saling berjejal. Sepeda motor dikendarai hingga empat orang. Ya, gempa dengan magnitude 7 SR, lebih besar dari sebelumnya, 6,4 SR kembali mengguncang Lombok, Sumbawa dan Bali, Minggu sore (5/8/18). Ia berpotensi tsunami.

“Air laut naik…air laut naik,” kata mereka.

“Di Ampenan (pantai di Mataram), sudah naik. Ayo lari.”

“Jangan bengong, ayo.”

Saya masih berdiri shock di depan Hotel Santika. Mengenakan celana panjang. Kamar saya berada di lantai satu. Ketika hendak mandi, bangunan bergetar. Saya memilih berlindung di bawah kolong meja, getaran berubah lebih kuat. Berayun. Saya buka pintu. Tangga darurat tepat di samping kamar. Penghuni hotel lain sudah saling berdesakan.

Baca juga : Cerita Polhut Evakuasi Pendaki Gunung Rinjani Pasca Gempabumi

Lorong-lorong kamar mulai penuh debu. Beberapa material dari plafon berjatuhan. Di lantai dasar, beberapa orang sedang berenang langsung sigap berlari. Lobi hotel dipenuhi puing. Ada pecahan gelas. Manakin di sisi ruang pamer jualan ikut berjatuhan.

Baca juga: Belajar dari Gempa Lombok, Daerah Rawan Perlu Kesiagaan Bencana

Ubin bercorak batu pualam yang melapisi dinding depan hotel berjatuhan. Di depan hotel, ada taman Kota Sangkareang, langsung penuh warga. Ada ribuan. Di tempat itu, berkumpul orangtua, anak-anak, remaja, dan lansia, saling bertukar sapa.

Bekal saling berbagi. Ada roti dan apapun yang dapat dikunyah tidak dinikmati sendiri. Gempa susulan terjadi, tanah berayun. Lampu taman padam. Panik. “Jangan bergerak. Ini kita di tempat lapang. Cukup aman,” seorang mengingatkan.

Gempa ketiga. Gempa keempat menjelang tengah malam. Orang-orang di taman, mulai tenang. Mereka hanya berdiri. Kelompok keluarga, saling memegang tangan atau merangkul. Ada juga yang merapalkan doa dan beberapa lain memantau gawai.

Wawan, warga yang tinggal di pesisir Pantai Ampenan, mengajak istri dan anaknya duduk selonjoran di rumput taman. Anaknya usia lima tahun tak bisa menahan kantuk. Dia terlelap di pangkuan ibunya.

 

 

Jarak Pantai Ampenan ke taman Sangkareang sekitar delapan km. Dia memilih mengungsi bersama keluarga karena terbawa gelombang beberapa ratusan orang. Rumah Wawan bersama keluarga adalah rumah panggung. “Pas gempa itu, listrik juga mati,” katanya.

“Jadi angkat anak, sambil keluar rumah itu gelap-gelap. Kesandung juga kiri kanan. Makanya adik itu nda pake sendal,”

Minggu lalu, kala gempa pertama goyangan tak begitu kuat. “Tadi ini terasa sekali. Jadi takut juga,”

Beberapa menit sebelum gempa, kata Wawan, beberapa orang di pesisir dekat rumah sudah mulai merasakan. Suara air laut terdengar bergemuruh. Saat suara gemuruh berhenti, terjadi gempa. “Waktu orang teriak ada tsunami, saya percaya juga. Bagaimana ya, ini soal nyawa. Selagi bisa ngungsi, ya berusaha menghindar,” katanya.

Pukul 02.00 Taman Sangkareang, makin sesak. Beberapa orang kembali ke rumah dan membawa tabung gas dan kompor.

 

Tewas 98 orang, korban bisa bertambah  

Hingga Senin (6/8/18) sore, tercatat sedikitnya 98 meninggal dan lebih 236 luka-luka, ribuan rumah rusak serta ribuan jiwa mengungsi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tim SAR gabungan juga mengevakuasi turis dan penduduk di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno yang jadi titik wisata populer. Sekitar 1.000 turis di sana.

Dari 98 orang meninggal dunia terdapat di Lombok Utara 72 orang, Kota Mataram (4), Lombok Timur (2), Lombok Tengah (2), Lombok Barat (16) dan Bali (2). Sebagian besar korban meninggal tertimpa bangunan roboh. Korban meninggal warga Indonesia. Belum ada laporan wisatawan jadi korban gempa.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam laporan menyebutkan, tim SAR gabungan di NTB terus menyisir daerah-daerah terdampak gempa untuk evakuasi, dan pertolongan kepada Dia perkirakan korban dan kerusakan dampak gempa akan terus bertambah. Pendataan masih jalan.

Lombok Utara, katanya,  paling parah terdampak karena berdekatan dengan pusat gempa. Rumah-rumah di Lombok Utara dan Lombok Timur yang sebelumnya rusak ringan diguncang gempa 6,4 SR Sabtu (29/7/18) jadi rusak berat bahkan roboh kena guncangan gempa 7 SR.

Laporan petugas di Lombok Utara,  perkiraan kerusakan rumah di berbagai kecamatan seperti Bayan, Kayangan, Gangga, Tanjung dan Kecamatan Pemenang mencapai lebih 50%.

 

Mesjid ambruk di Lombok. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Ribuan pengungsi disebut tersebar di banyak tempat. Belum semua pengungsi memperoleh bantuan. Pengungsi masih berada di lapangan dan di halaman rumah sebagai pengungsi mandiri. Penanganan terkendala seperti terbatas alat berat, luas daerah terdampak, listrik di Lombok Utara dan Lombok Timur, saluran komunikasi mati. Juga, jembatan rusak di tiga tempat (Jembatan Tampes, Jembatan Lokok Tampes dan Jembatan Luk) menyebabkan aksesibilitas terganggu, ketersediaan logistik terbatas dan lain-lain.

Masa tanggap darurat penanganan dampak gempa diperpanjang hingga Sabtu (11/8/18). BNPB mengirimkan 21 ton bantuan logistik dan peralatan melalui cargo. Ada dua helikopter BNPB untuk penanganan darurat.

TNI memberangkatkan tiga pesawat Hercules C-130 untuk mengirim satgas kesehatan dengan membawa obat-obatan, logistik, tenda, dan alat komunikasi.

KRI dr Suharso berangkat dari Surabaya ke Lombok untuk dukungan kapal rumah sakit. Basarnas mengirimkan personil, helikopter, kapal dan peralatan menambah kekuatan operasi SAR. Polri mengirimkan personil, tenaga medis dan obat-obatan dan dua helikopter.

Kementerian Pariwisata mengaktivasi Tim Crisis Center memantau kondisi wisatawan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggerakkan alat berat, menambah air bersih dan sanitasi.

Saat ini, kebutuhan mendesak makanan terutama makanan siap saji, air mineral, air bersih, tenda, terpal, tikar, selimut, pakaian, dan makanan penambah gisi. Juga layanan trauma healing, dapur umum, obat-obatan, pelayanan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi.

 

Tim gabungan mengevakuasi para korban, pekerja, wisatawan, dan penduduk di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno, Senin (6/8/18). Tim berhasil mengevakuasi seluruh penghuni ketiga Gili itu dalam satu hari.  Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Gempa Bali

Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam jumpa pers Senin siang di Denpasar,  meminta aparat selalu ada di area-area terdampak. Juga ketersediaan sarana pengobatan di rumah sakit seperti oksigen.

Ada dua orang meninggal terdampak gempa, pertama, remaja terkena tembok tempat kos dan pasien sakit jantung.

“Kerusakan fisik beberapa sekolah rusak, dan tempat sembahyang banyak rusak,” kata Pastika.

Warga di Bali tujuh luka berat, dan luka ringan 10 orang. Buleleng dan Karangasem,  adalah dua daerah terdekat dengan Lombok dengan banyak kerusakan rumah dan tempat ibadah.

Pastika meyakini,  pengusaha akomodasi dan BPBD siap mengamankan jalur-jalur evakausi jika ada gempa besar serta peringatan tsunami. “Sirene tsunami berfungsi, berkala tes,” katanya.

Pemerintah akan membantu perbaikan sarana rusak. Saat ini, Pemerintah Bali juga memobilisasi bantuan untuk warga Lombok.

Dari laporan BPBD, hampir di tiap kabupaten dan kota ada laporan kerusakan bangunan. Saat gempa, warga panik terutama di pusat perbelanjaan bertingkat. Bangunan baru beberapa tahun berfungsi, UKM Center di Amlapura, Karangasem, terlihat sebagian atap ambruk.

Juga RSUD Karangasem,  sebagian bangunan rusak. Karena panik, sekitar 20 warga yang sedang di RS terluka kena reruntuhan, ada yang jatuh dan patah tulang.

RSUP Sanglah di Denpasar juga sempat merawat pasien di tenda karena takut gempa susulan. Pada Senin siang, satu tim RSUP Sanglah berangkat ke Lombok untuk memberikan bantuan  pelayanan korban gempa.  Humas RSUP Sanglah,  Dewa Krisna menyebut tim medis awal berangkat 20 orang tersidi dari dokter bedah trauma, orthopedi, anastesi, perawat dan manajemen.  Tim yang dikirim juga dilengkapi tim ambulance dan bantuan obat-obatan.

Willem Rampangilei, Kepala BNPB bersama jajaran tiba di Lombok Utara menggunakan pesawat khusus dari Bandara Halim Perdanakusuma. Fokus utama adalah pencarian, penyelamatan dan pertolongan kepada masyarakat terdampak gempa dan pemenuhan kebutuhan dasar. Kegiatan belajar mengajar di sekolah di Lombok Utara, Lombok Timur, dan Mataram libur karena bangunan sekolah khawatir membahayakan siswa. Operasional Bandara Lombok dan Bali tetap normal, juga pelabuhan kapal laut.

 

Korban gempa di Lombok Utara. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Evakuasi wisatawan

Tim SAR dan Basarnas pun melakukan evakuasi 358 dari sekitar 1.000 wisatawan, baik asing maupun domestik di Gili Air, Gili Trawangan dan Gili Meno,  menuju ke Lombok. Angka ini kemungkinan bertambah dari para pekerja resort yang ingin keluar dari Gili.

Sudah ada lima tahap evakuasi, dari 358 wisatawan, 208 merupakan WNA dan 150 WNI. Tahap I sejumlah 61 orang, tahap II 77 orang, tahap III 90 orang, tahap IV 70 orang, dan tahap V 60 orang.

Evakuasi ini karena permintaan wisatawan karena ada isu tsunami dan keharusan mengosongkan Gili.  Sutopo bilang, isu itu tidak benar. ”Bagi turis, wisatawan asing dan domestik tidak wajib keluar dari Lombok atau Gili. Kondisi aman dan harap tetap tenang,” katanya.

Evakuasi alami kesulitan, katanya, karena air laut surut menyebabkan kapal besar tak bisa merapat ke pelabuhan. Evakuasi gunakan perahu karet disambung Tim SAR dan Basarnas.

Dia menyebutkan, belum menerima laporan korban jiwa maupun luka-luka dari kawasan itu secara resmi. Namun, dia mengonfirmasi ada tujuh wisatawan domestik tewas, tetapi laporan belum resmi.  ”Kami akan mengeluarkan data ketika sudah diidentifikasi,” katanya. Adapun, lima dari tujuh korban, katanya, sudah dievakuasi dari reruntuhan.

Meski demikian, kondisi infrastruktur, penginapan berupa hotel maupun resort mengalami kerusakan cukup parah.

Dampak gempa, katanya, Sutopo memastikan, tidak ada peningkatan aktivitas gunung berapi, Gunung Rinjani dan Gunung Agung.

 

 

Gempa Puncak

Gempa di Lombok Utara, 29 Juli 2018, berskala 6,4 SR terjadi susulan hingga 527 kali. Disusul gempabumi Minggu (5/8/18) skala 7 SR. Hingga pukul 15.00, sudah ada 170 kali gempa susulan. “BMKG menyebutkan skala 7SR yang besar ini adalah utama, main shock. Kalau sudah main shock tak akan ada gempa lebih besar dari 7 SR,” kata Sutopo.

Sedang gempa bumi susulan merupakan mekanisme alam untuk menghabiskan energi gempa yang tersisa. Setelah itu, batuan atau lempeng bumi kembali stabil. “Gempa susulan makin ke barat dari titik pusat gempa awal.”

Sesar Flores memanjang dari Flores sampai dengan Lombok.  Hasil penelitian baru memanjang hingga ke Pegunungan Kendeng. Meski demikian, hal itu perlu penelitian lebih detail.

Dia bilang, main shock di wilayah ini seringkali terjadi, seperti di Alor (2004) skala 7,5 SR, Flores (1992) skala 7,9 SR dan membangkitkan tsunami, Sumbawa skala 6,7, dan Lombok.  “Ini sangat aktif bergerak dari palung Flores hingga palung Lombok.”

Sesar flores, katanya,  pernah dipetakan melalui ekspedisi Marine Geologi, dengan nama Rama 12 menggunakan kapal riset Thomas Washington antara Universitas California Santa Claus dengan LIPI tahun 1981.

Sutopo bilang, penelitian sesar aktif di Indonesia, hanya Sumatera yang memiliki kelengkapan data, wilayah lain masih terbatas. “Riset tentang gempa belum jadi agenda utama dari kementerian lembaga. Riset yang ada kebanyakan dari inisiasi dari peneliti dengan universitas atau lembaga internasional,” katanya.

Dia bilang, riset kegempaan di Indonesia, sangat lambat, banyak wilayah belum terpetakan terutama sesarnya.

Pada Minggu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sempat aktivasi peringatan tsunami dini pada 18.46 dan resmi mengakhiri peringatan pada 20.25 WIB.

 

Tim gabungan mengevakuasi para korban, pekerja, wisatawan, dan penduduk di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno, Senin (6/8/18). Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG memaparkan,  sejak peringatan dini tsunami terjadi tsunami kecil di tiga titik, yakni Desa Carik 13,5 cm, Desa Badas 10 cm dan Desa Lembar 9 cm.

“Potensi tsunami di level waspada, prediksi paling tinggi 0,5 meter,” katanya.

Dia meminta, masyarakat waspada dan tak berada pada bangunan rawan runtuh. Pasalnya, kemungkinan masih ada gempa susulan yang masih berlanjut meski skala lebih kecil.

BMKG memperkirakan,  berdasarkan hasil pengamatan dari Stasiun Meteorologi Kelas II Bandara Internasional Lombok, cuaca di Nusa Tenggara Barat, terutama di Mataram, Kota Bima, dan Sumbawa Besar untuk tiga hari ke depan diprakirakan cerah-berawan. Kondisi ini, diharapkan dapat mendukung Tim SAR gabungan untuk evakuasi dan penyisiran.

Pada Hari Kesiapsiagaan Bencana 2018,  diingatkan pulau-pulau di Indonesia secara geografis terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Australasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia serta Filipina.

Kondisi ini, katanya,  menyebabkan Indonesia rentan secara geologis. Sekitar 5.590 daerah aliran sungai (DAS) terdapat di Indonesia, terletak antara Sabang dan Merauke.

Pergerakan lempeng itu, katanya, menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara berisiko tinggi terhadap gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api, dan gerakan tanah.

Berdasarkan hasil kajian risiko bencana BNPB tahun 2015, jiwa terpapar risiko bencana kategori sedang-tinggi tersebar di 34 provinsi mencapai 254.154.398 jiwa. Selama 2017, ada 2.372 bencana, mengakibatkan 377 jiwa meninggal dunia/hilang, dan 3,49 juta mengungsi.

 

 

Keterangan foto utama: Seorang petugas polisi tengah membawa seorang bayi kala evakuasi. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Warga berada di atas puing-puing reruntuhan rumahnya di Lombok Utara. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version