Mongabay.co.id

Semua Kekuatan Telah Dikerahkan, Titik Api Muncul Juga

 

Guna mensukseskan penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, pemerintah secara serius mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan (karhutla) di Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi, serta daerah lainnya di Indonesia. Harapannya, selama penyelenggaraan hajatan tersebut, Indonesia bebas kabut asap. Namun, di pekan pertama Agustus ini, sudah 39 titik api yang dipadamkan tim penanggulangan karhutla Sumatera Selatan. Ada apa?

“Sumatera Selatan sudah mengerahkan semua kekuatan. Seluruh pihak dilibatkan, dari masyarakat, manggala agni, perusahaan, Badan Restorasi Gambut (BRG), akademisi, NGO internasional, nasional hingga lokal, serta Kepolisian dan TNI. Kampanye dan sosialisasi bebas kabut asap selama Asian Games sudah dilakukan dua tahun lalu. Tapi, titik api tetap saja terjadi. Kita hanya berharap, para pelaku dibukakan hatinya oleh Tuhan, sehingga kebakaran segera berhenti, ” kata Dr. Najib Asmani, Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Perubahan Iklim, Senin (06/8/2018).

Dijelaskan Najib, ada sejumlah kelemahan dalam mencegah aksi para pelaku. Pertama, perkiraan kami lahan yang dipantau terlalu luas sekitar ratusan ribu hektar, sementara jumlah personil tim pencegah dan pemadam api maksimal seribu orang. Ini ditambah beberapa lokasi rawan yang memang sulit dijangkau atau diakses melalui jalan darat. Kedua, tidak ada peralatan atau teknologi yang mampu memadamkan api malam hari. Sementara helikopter tidak dapat beroperasi malam hari. “Sampai saat ini, setiap titik api dapat diatasi atau dipadamkan. Semua berkat kerja keras semua pihak, kita berharap hingga dua bulan kedepan kondisi bersahabat ini terjaga,” katanya.

Apakah masih ada perusahaan dan petani yang sengaja membakar lahan? “Masalah ini saya tidak tahu. Kita tunggu hasil kerja para penegak hukum terkait kebakaran yang terjadi. Tapi saya pikir melalui kampanye, sosialisasi, dan besarnya hukuman terhadap para pelaku pembakaran, saya percaya perusahaan atau perseorangan akan takut melakukannya,” jelas Najib.

Baca: Asian Games dan Jejak Kehidupan Bahari di Sungai Musi

 

Water bombing atau pemadaman api dilakukan di wilayah Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir. Foto: BNPB Sumatera Selatan

 

Sementara itu, TNI sudah menurunkan prajuritnya di 55 desa di Sumatera Selatan yang rawan kebakaran. Hal ini disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, saat memimpin apel komando operasi kebakaran hutan dan lahan dalam rangka Pengamanan Asian Games 2018, di halaman Griya Agung, Jalan Demang Lebar Daun Palembang, Jumat (03/8/2018). “Sudah ada pasukan di sana, tidur bersama masyarakat dan terus memantau bila terjadi kebakaran,” terangnya, sebagaimana dikutip dari Global Palnet News.

Dijelaskan Hadi, ada tiga konsep yang digunakan dalam pengamanan ini. Pertama, pembasahan di lahan gambut, lalu penggunaan teknologi modifikasi cuaca, serta operasi darat yang difokuskan di 55 desa.

Berdasarkan catatan Mongabay Indonesia dari laporan harian BPBD Sumatera Selatan (Sumsel) melalui patroli udara, selama enam hari pertama atau 1-6 Agustus 2018, tercatat 39 titik api. Titik api berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 23 titik, tersebar di wilayah yang sebelumnya selalu terbakar. Ada Tulungselapan, Cengal, Sungai Ceper, Jejawi, Sungai Bungin, Pangkalan Lampan, SP Padang, Mesuji, Pedamaran Timur, dan Mesuji Jaya.

Di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tercatat 7 titik api, yang tersebar di Muara Medak, Rantau Bayur, Senawar Jaya, Lalan, Bayung Lincir. Kabupaten Ogan Ilir (OI) sebanyak tiga titik. Di Kabupaten Muaraenim sebanyak dua titik yaitu di Sungai Rotan dan Muara Belida. Terakhir, di Palembang sebanyak empat titik api yang berada di Bukit Baru dan Karya Jaya.

 

Aparat Kepolisian tampak memadamkan lahan terbakar di Pulau Beruang, Kecamatan Tulungselapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Foto: BNPB Sumsel

 

“Hantu” atau krisis kesadaran?

Munculnya titik api di Sumsel menjelang Asian Games 2018, membuat banyak pihak bingung. Sebab hampir semua pihak dilibatkan dengan menjalankan berbagai program.

“Saya melihatnya sudah pada tataran krisis kemanusiaan. Ego manusia yang tinggi memacu manusia menjadi industrial exploitator. Kekuatan penuh nasional yang dikerahkan tidak akan merubah keadaan kalau nihil kesadaran dari manusianya sendiri. Ini bisa dari pelaku bisnis, oknum aparat, hingga masyarakat,” kata Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIPOR kepada Mongabay Indonesia, Senin (06/8/2018).

Hubungannya dengan penelitian yang dilakukan CIFOR bisa terlihat dari api yang muncul sebagai driver atau pemacunya adalah motif ekonomi. Ego yang muncul ingin meraup keuntungan materiil menyebabkan kepedulian menjadi hilang. “Pertanyaannya, apakah penyebabnya? Apakah pandangan manusia yang terlampau anthoropocentris? Hilangnya identitas masyarakat yang melekat dengan alam? atau penyebab lainnya?” terang Yusuf.

 

 

Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi dari UIN Raden Fatah Palembang, terkesan kesal dengan adanya kebakaran pada kemarau ini. “Saya percaya ini pekerjaan sekelompok orang yang tujuannya untuk memberikan kesan pada dunia, jika Indonesia tidak mampu mensukseskan Asian Games 2018 tanpa asap. Ini murni ada unsur kesengajaan. Saya pikir aparat kepolisian dan lainnya wajib menangkap dan memproses mereka yang tertangkap dengan motif lainnya, bukan sebatas ekonomi yang selama ini sebagai alas an utama,” jelasnya.

Menurut Yenrizal, pada 2018 ini semua pihak dilibatkan mengatasi atau mencegah karhutla. Termasuk, masyarakat dan pemerintah desa. “Saya yakin para petani akan sangat takut, apalagi hadirnya aparat kepolisian dan TNI di lapangan. Begitu pun perusahaan, mereka pasti sangat dirugikan sebab izinnya akan dicabut selain denda lingkungan yang sangat besar,” ujar Yenrizal yang membuat poster kekesalan “Pembakar Lahan: Teroris Hantu” di akun Facebook miliknya.

 

 

Exit mobile version