Mongabay.co.id

AIS, Aplikasi Pertama di Indonesia Mengenal Ikan Spesies Asing dan Invasif

Pengetahuan masyarakat tentang ikan  spesies asing dan atau invasif di Indonesia,  masih sangat rendah. Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun banyak yang tidak tahu. Kenyataan itu sangat miris jika melihat Indonesia sebagai negara yang dianugerahi laut, sungai, dan danau.

Oleh karena itu Sekolah Tinggi Perikanan (STP), sekolah kedinasan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisiatif membuat aplikasi tentang ikan spesies asing dan invasif. Aplikasi sudah dirilis untuk umum.

Ketua STP Mochammad Heri Edy mengatakan aplikasi ciptaan timnya merupakan yang pertama ada di Indonesia dan di dalamnya berisi database ikan spesies asing dan invasif yang ada di Indonesia. Aplikasi tersebut bernama Alien and Invasive Species (AIS) dan diharapkan menjadi panduan bagi masyarakat untuk mengenali ikan dari spesies asing dan invasif.

“Ini adalah aplikasi yang sangat baik dan bermanfaat luas, merupakan aplikasi yang pertama yang menghimpun ikan spesies asing dan invasif Indonesia,” ungkapnya belum lama ini di Jakarta.

Menurut Heri, keberadaan aplikasi tersebut juga sekaligus menandai peran aktif dunia kampus STP untuk ikut masuk dalam revolusi industri 4.0 yang sekarang sedang berlangsung. Aplikasi AIS diharapkan bermanfaat bukan hanya untuk masyarakat umum saja, tapi juga akademisi, peneliti, dan instansi KKP seperti Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).

baca : Bagaimana Mencegah Ikan Asing Berbahaya Masuk ke Perairan Indonesia?

 

Tampilan aplikasi android Alien and Invasive Species (AIS) yang berisi panduan mengenai ikan spesies asing dan invasif. AIS merupakan aplikasi pertama di Indonesia karya tim dari Sekolah Tinggi Perikanan (STP). Sumber : google play

 

Heri mengungkapkan, saat ini STP juga fokus mengembangkan Sustainability, Innovation, and Productivity (SIP) bekerja sama dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Pengembangan itu, tidak lepas dari kemajuan industri perikanan dan kelautan yang menuntut dari sisi bisnis dan konservasi.

Terpisah, Scientific Advisor AIS Indonesia Kadarusman mengharapkan kehadiran aplikasi AIS tidak hanya jadi panduan bagi masyarakat tentang ikan asing dan invasif, tapi juga pendorong terciptanya inovasi lain di bidang perikanan dan kelautan. Dan pada akhirnya bisa menjadi pendorong kemajuan industri perikanan dan kelautan di Indonesia.

Berkaitan dengan Laboratorium Biovasi yang melahirkan aplikasi AIS, Kadarusman menyebut bahwa laboratorium tersebut saat ini sudah menjadi salah satu pusat akademik dan riset di kampus STP. Dinamisasi yang terus berlangsung itu, menjadi penanda bahwa kehidupan sains di bidang ilmu perikanan dan kelautan terus berdenyut.

“Saat ini, platform digital invasive Indonesia di bidang perikanan telah hadir, yang diperuntukkan untuk mencatat semua alien and invasive species yang ada di tanah air,” tuturnya.

Menurut Kadarusman, aplikasi AIS sangat membantu untuk mengetahui perkembangan terkini spesies AIS secara langsung dan cepat, yang meliputi keaslian, peruntukan, distribusi, dan sebagainya. Melalui AIS, setiap orang bisa memberikan kontribusinya, kapan dan dimana saja, dan dilakukan melalui sistem pelaporan yang sederhana. Dengan demikian, keberadaan AIS di daerah masing-masing bisa terpantau secara baik melalui website ataupun aplikasi untuk sistem operasi android.

“AIS Indonesia adalah aplikasi google android pertama yang dimiliki STP, sekaligus aplikasi pertama yang menghimpun semua AIS di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak hanya itu, aplikasi teranyar ini telah mendokumentasikan seperdua bioregion Sundaland,” papar dia.

Aplikasi AIS Indonesia, dapat diunduh melalui Play Store atau klik di tautan ini atau melalui website AIS STP Jakarta.

baca juga : Ikan Arapaima, Ikan Berbahaya yang Masuk ke Indonesia

 

Ikan Arapaima gigas. Salah satu ikan spesies asing dan invasif yang masuk ke Indonesia. Foto : Rhett Butler/Mongabay Indonesia

 

Pencegahan

Untuk ikan berbahaya, Pemerintah melarang siapapun untuk mengirimnya ke luar negeri ataupun sebaliknya ke dalam negeri untuk diperdagangkan. Jika terlanjur masuk ke dalam negeri dan atau tertangkap akan dikirim ke luar negeri, maka akan disita dan dimusnahkan oleh KKP.

Itu pula yang terjadi saat BKIPM menemukan ada rencana pengiriman ikan berbahaya dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta ke Banjarmasin pada medio 2016 lalu. Saat terdeteksi oleh alat, ikan-ikan tersebut langsung ditahan dan terlarang untuk dibawa keluar.

Tak tanggung-tanggung, ikan yang berhasil diamankan saat itu, jumlahnya mencapai 6 kilogram, yang terdiri dari 1 ekor ikan ikan Arapaima gigas seberat 25 kg; 15 ekor ikan piranha; dan 20 ekor ikan Alligator gar (Atractosteus Spatula).

Kepala BKIPM Rina di Jakarta, awal pekan ini mengatakan, Ikan Arapaima gigas, alligator dan piranha merupakan ikan yang membahayakan sumber daya hayati ikan di Indonesia. Jika dibiarkan bebas di perairan lepas, dia mengkhawatirkan ikan-ikan tersebut akan memakan sumber makanan dengan sangat cepat dan dalam jumlah yang banyak.

Rina mencontohkan, ikan yang dinilai berbahaya bagi ekosistem laut, adalah ikan alligator. Ikan tersebut bisa bertahan tanpa makanan selama beberapa hari, namun bila di suatu tempat tersedia banyak makanan, dia akan makan sebanyak-banyaknya.

“Dengan porsi makan yang sangat besar, cepat berkembang biak dan bisa mencapai usia yang cukup panjang, dapat dipastikan keberadaan ikan aligator akan mengancam keberlangsungan sumber daya ikan kita. Belum lagi ikan arapaima dan piranha,” jelas dia.

baca juga : Warga Riau Serahkan Ikan Aligator dan Arapaima ke Stasiun Karantina

 

Aligator gar. Sumber foto: Greg Hume – Own work taken at the Cincinnati Zoo/Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0

 

Karena itu, BKIPM memusnahkan ikan-ikan tersebut dengan dibakar di incinerator Instalasi Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta.

KKP sejak lama berupaya mengendalikan penyebaran hama penyakit ikan, pengendalian keamanan hayati, pengendalian komoditi yang dilarang atau dibatasi, serta pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan.

Penjagaan itu, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan dan petani ikan. Karena itu, menurut dia, perlu kehati-hatian dalam rencana pemasukan jenis ikan baru ke suatu negara atau perairan.

“Kehadiran spesies ikan baru, yang dikenal sebagai Species Asing Invasif (SAI) mendesak populasi ikan asli atau endemik, baik melalui pemangsaan, kompetisi makanan, maupun keunggulan reproduksinya,” ujar dia.

baca : Ikan Endemik Sungai Brantas Terancam Keberadaan Arapaima

 

Ikan piranha. Foto: Greg Hume – Own work/ Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0

 

Karena dominasi yang sangat kuat, Susi mengatakan, ikan-ikan endemik menjadi semakin sulit dan terancam hidupnya dan pada akhirnya tersisihkan. Kemudian, ikan-ikan tersebut akan digantikan oleh ikan asing introduksi yang berbahaya.

Susi mengungkapkan, faktor kehati-hatian menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam rencana pemasukan atau introduksi jenis ikan baru ke suatu negara atau perairan. Meskipun, pada tingkat tertentu, introduksi ikan baru memang terbukti mampu meningkatkan produksi perikanan.

“Namun disisi lain, upaya tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan dan atau spesies asli di suatu negara atau wilayah,” tegas dia.

Adapun, hingga saat ini, di Indonesia sudah terjadi beberapa kali introduksi ikan asing di perairan. Dari data yang dirilis BKIPM, kasus-kasus tersebut menyebar di sejumlah daerah, dengan rincian:

  1. Ikan mujair di Waduk Selorejo Jawa Timur,
  2. Ikan nila di Danau Laut Tawar, Aceh,
  3. Ikan toman di Bangka,
  4. Ikan louhan di Waduk Cirata, dan waduk Sempor Jawa Tengah,
  5. Ikan red devil di Waduk Sermo, Yogyakarta, Waduk Cirata dan Waduk Kedungombo,
  6. Ikan oscar dan golsom di Waduk Jatiluhur,
  7. Lobster air tawar di danau Maninjau, dan
  8. Ikan mas di danau Ayamaru, Papua.

Ikan-ikan asing tersebut, biasanya selalu menjadi invasif di tempat tinggalnya yang baru. Di beberapa perairan, populasi jenis ikan asli/endemik mengalami penurunan setelah ikan asing masuk. Populasi tersebut contohnya adalah ikan depik (Rasbora tawarensis) di danau Laut Tawar Aceh, ikan belida dan tapah di Bangka, ikan wader dan ikan betik di Waduk Sempor Jawa Tengah dan ikan pelangi (Melatonia ayamaruensis) di danau Ayamaru, Papua.

menarik dibaca : 10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia

 

Ikan red devil (Amphilophus labiatus) merupakan ikan spesies asing dan invasif. Ikan yang berkarakter agresif ini merupakan salah satu nenek moyang dari ikan louhan. Foto : binatang.mewarnaigambar.web.id

 

BKIPM menyebutkan, kejadian lebih parah terjadi pada ikan moncong bebek (Adrianichthys kruyti) dan Xenopoecilus poiptae yang asli Danau Poso (Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah), serta ikan X. surasinorum yang asli Danau Lindu (Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah). Ketiganya saat ini telah punah akibat introduksi ikan mujair di kedua danau tersebut.

Selain menyebabkan kepunahan spesies ikan, BKIPM mencatat, masuknya ikan asing juga membawa jenis-jenis penyakit asing eksotik yang ganas. Tercatat, ada sekitar 13 jenis penyakit asing yang masuk dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar antara lain Ichthyophtirius multifiliis, Lernaea cyprinacea, White Spot Syndrome Virus (WSSV), Viral Nervous Necrosis Virus (VNNV), Koi herpesvirus (KHV), dan Taura Syndrome Virus (TSV).

 

Exit mobile version