Mongabay.co.id

Leuweung Sancang Diujung Kenangan, Perbaikan Lingkungan Harus Dilakukan

 

Jajang Odeng (53), sedari pagi sibuk menata perlengkapan kerja di keranjangnya. Ada daun langkap kering, tali tambang, golok, serta tongkat bambu berukuran satu meter.

Segala keperluan tersebut, dibawa Jajang sebagai “bekal” mencari madu di hutan Leuweung Sancang. Kawasan ini merupakan wilayah konservasi berstatus cagar alam yang berada di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut bagian selatan, Jawa Barat.

Matahari kian merekah, Jajang bergegas menuju Sungai Cibaluk untuk menyeberang ke Leweung Sancang. “Cuacanya sedang bagus, semoga bisa dapat hasil lebih,” katanya saat menunggu tukang sampan datang.

Profesi pencari madu hutan hanya dilakoni Jajang saat kemarau saja. Dia sudah mafhum betul, madu jarang ditemukan selain musim itu. Meski, sudah sepuluh tahun terakhir usahanya ini tak menentu.

“Dulu, cari lima liter madu gampang. Sekarang, demi mendapat dua liter saja untuk dijual seharga Rp150.000/per liter susah,” ujarnya yang mengaku memasuki Leuweung Sancang sudah 20 tahun terakhir.

Kondisi serupa dikeluhkan Iyan, rekan Jajang. Warga Desa Depok, Kecamatan Cisompet itu hampir setiap hari beraktivitas di Leweung Sancang untuk mencari ikan, udang atau madu. “Iya sekarang mah pendapatan berkurang. Mungkin sudah terlalu banyak orang yang datang ke sini (Sancang),” terangnya.

Kami segera menyebarangi sungai Cibaluk selebar 30 meter. Untuk sekali penyeberangan ditarif Rp2.000 per orang dan Rp5.000 bagi sepeda motor.

Baca: Cagar Alam Leuweung Sancang Tanpa Mangrove, Apa Jadinya?

 

CA Leuweung Sancang merupakan hutan alami dengan luas sekitar 2.157 hektar. Hutan mangrove mendominasi kawasan ini. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Kerusakan

Setelah menginjakkan kaki di Leweung Sancang, bukti kerusakan memang terlihat. Perambahan memang terjadi. Ada gubuk-gubuk nelayan juga di sini.

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 370/Kpts/Um/6/1978, Leweung Sancang ditetapkan sebagai cagar alam tahun 1978 seluas 2.157 hektar. Kawasan yang diperuntukkan secara umum untuk melindungi flora dan fauna itu, kini kondisinya telah tercampuri tangan manusia. Tidak lagi asli.

Padahal, Sancang miliki potensi keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah kerterjagaan plasma nutfah dan ekosistemnya mulai terumbu karang, padang lamun, hingga mangrove.

“Seingat saya puncaknya terjadi saat krisis ekonomi. Masyarakat mulai masuk ke sini. Setalah itu perambahan marak di Sancang. Sudah dianggap lumrah sekarang,” ucap Jajang saat memasuki hutan.

Tidak hanya itu, kerusakan di Sancang juga berdampak pada kehidupan satwa. Diketahui, ada habitat macan tutul (Panthera pardus), banteng (Bos sondaicus), rusa (Cervus sp.), juga merak (Pavo muticus) di hutan konservasi tersisa di Jawa Barat selatan ini.

Baca: Mongabay Travel: Sisa Penjarahan dan Absennya Simbol Keberadaan Negara di Cagar Alam Leuweung Sancang

 

Mangrove di CA Leuweung Sancang mulai kurang asri akibat dijamah manusia. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Didik Raharyono, peneliti harimau jawa, mengaku, baru selintas mengamati Leuweung Sancang. Dia menilai kondisi Sancang memang mengkhawatirkan untuk kawasan sekelas cagar alam. Keamanannya juga rawan. Sirkulasi manusia begitu masif keluar masuk kawasan.

Menurut dia, kegiatan tersebut tidaklah dibenarkan. Intensifnya manusia memasuki kawasan dapat mempengaruhi keasrian hutan maupun komponen ekosistem lain termasuk satwa penghuni Sancang.

“Perlu dilakukan inventarisir kawasan lebih komperhensif. Namun, dilihat dari keadaan ekologis serta topografi, Sancang yang landai mengindikasikan sesuai dengan habitat satwa predator seperti harimau jawa. Dan kesaksian itu ada,” terang Didik. “Terlepas dari itu kerusakan di Sancang telah mengkhawatirkan. Rekomendasi saya, kembalikan fungsi Sancang sebagaimana mestinya,” ujarnya kahir pekan lalu.

 

Kerusakan yang terjadi di Sancang, pastinya berdampak pada kehidupan satwa dan menurunnya kualitas lingkungan. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Nilai historis

Hutan di Jawa Barat dikenal memiliki nilai historis. Selain penyangga utama lingkungan, hutan juga menjadi sumber cerita rakyat, yang tercatat dalam kepercayaan lokal, babasan, dan peribahasa.

Begitu juga Leuweung Sancang. Banyak kisah mengandung kepercayaan (mitos) yang menganggap Sancang sebagai tempat nga-hyang (menghilang) Prabu Siliwangi. Dalam legenda ini juga disebutkan sebelum benar-benar nga-hyang, Prabu Siliwangi meninggalkan pesan atau amanat kepada para pengikutnya. Amanat itu dikenal sebagai Uga Wangsit Siliwangi.

 

Kondisi Sancang saat ini sudah banyak terjamah tangan manusia, kerusakan tidak bisa dihindari. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda adalah, “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung.” (Kalau aku sudah tidak menemanimu, lihat saja tingkah laku harimau).

Hal ini, mendasari keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah mindarupa (berubah wujud) menjadi harimau. Sehingga diinterpretasikan bahwa di Sancang tempat bersemanyam harimau, jelmaan Prabu Siliwangi atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sunda sebagai maung lodaya. Sampai tak sembarangan orang berani memasuki wilayah Sancang.

 

Pemulihan mangrove di CA Leuweung Sancang harus terus dilakukan agar ekosistem kembali seperti semula. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Ada juga sebagian pendapat menerangkan harimau di sini tidak bermakna harfiah, melainkan lebih merujuk karakter harimau yang diterjemahkan sebagai pemberani dan bijaksana. Akan tetapi pada akhirnya, kearifan lokal yang bersinergi dengan hutan pun kian tidak dipedulikan. Sancang masih menjadi hunian terakhir kayu meranti merah jawa dan kaboa (Lumnftzera racemosa) yang harus diperhatikan.

Hingga pertengahan 1980-an, Sancang sebagai hutan tutupan cagar alam masih terbilang utuh. Namun, mengalami degradasi hebat seiring dengan penyerobotan dan pembalakan liar akibat penyelewengan amanat reformasi. Plus, makin menyempit akibat sebagian arealnya terkena dampak pembangunan jalur jalan lintas selatan.

 

 

Exit mobile version