Mongabay.co.id

Hakim Vonis 4,6 Tahun Pedagang Trenggiling dan Beruang Madu di Sijunjung

Sebanyak 32 potongan kaki dan tangan beruang madu di dalam freezer yang berhasil diamankan Polres Sijunjung di rumah pelaku di Sijunjung pada 17 Januari 2018. Foto: Kapolres Sijunjung/ Mongabay Indonesia

 

Pengadilan Negeri Muaro, Sijunjung, Sumatera Barat,  memvonis berat,  Ramli, dalam kasus perdagangan satwa dilindungi. Terdakwa terbukti sah memperdagangkan satwa dilindungi berupa trenggiling dan potongan tubuh beruang madu serta diganjar hukuman 4, 6 tahun, denda Rp100 juta subsider enam bulan,  pada Juni 2018.  Putusan ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut maksimal lima tahun penjara dan denda Rp100 juta, subsider enam bulan kurungan.

Dalam persidangan yang berlangsung sejak pertengahan April-Juni 2018, Hakim Ketua Rendra Yozar Dharma Putra, menyatakan, Ramli terbukti bersalah meniagakan potongan tubuh atau bagian-bagian lain satwa dilindungi seperti diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Juga peraturan pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Usai persidangan barang bukti satu trenggiling hidup dilepasliarkan ke habitat oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumatera Barat.  Sedangkan,  22 trenggiling mati dan 32 potongan kaki tangan beruang disita negara untuk dimusnahkan.

Terungkapnya kasus perdagangan satwa ini berawal dari laporan masyarakat yang curiga dengan aktivitas jual beli satwa dilindungi di rumah terdakwa pada pertengahan  Januari 2018. Polres Sijunjung menindaklanjuti dan lakukan penggerebekan.

Ramli, mengakui menyimpan satwa dilindungi di gudang samping rumahnya. Dari pemeriksaan ditemukan satu trenggiling hidup  dalam karung samping rumah. Ada 22 trenggiling mati dalam lemari pendingin warna putih dan 32 potongan kaki serta 32 tangan beruang madu.

Dari pengakuan Ramli, satwa-satwa dilindungi ini dibeli dari warga dari Suku Anak Dalam. Satu trenggiling hidup Rp100.000, dan hendak dijual kepada pembeli Rp150.000-Rp200.000.

Begitupun dengan potongan kaki dan tangan beruang madu. Dia bilang, beli Rp100.000 dan jual lagi Rp150.000-Rp200.000 per potongan.

 

Beruang yang diselamatkan BKSDA Sumbar sesaat setelah ditangkap warga karena masuk perkampungan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Penegak hukum paham isu

Vonis hakim dinilai cukup tinggi. Dwi Nugroho Adhiasto, Wildlife Trade Program Manager, WCS’s/WCU, mengatakan, putusan hakim PN Muaro ini termasuk tertinggi untuk barang bukti beruang bukan harimau, badak ataupun gajah.

“Vonis hakim sangat bergantung kepada derajat kejahatan pelaku dan barang bukti. Menurut saya,  ini salah satu vonis tertinggi karena jaksa menuntut maksimal dan hakim memutuskan mendekati maksimal 4,5 tahun,” katanya.

Dia menilai,  penyidik kepolisian membuat berkas perkara kuat hingga meyakinkan jaksa untuk membuat tuntutan tinggi. Jaksa dan hakim juga paham dengan konservasi satwa dilindungi, hingga membuat dakwaan dan vonis signifikan.

“Ini kerja bersama penyidik (polisi), jaksa, dan hakim yang paham isu penyelamatan satwa dilindungi,” katanya.

Dia berharap, vonis ini dapat memberikan kontribusi positif kepada penegakan hukum hingga mampu memberikan efek jera bagi para pelaku baik yang jalani hukuman maupun yang belum.

Dwi bilang, pardagangan trenggiling dan beruang tinggi di pasar gelap karena permintaan cukup tinggi. “Daging trenggiling dan kaki-tangan beruang biasa ditampung oleh chinese restaurant di kota-kota besar di Jawa. Mereka bahan makanan bergengsi,  makanan kalangan tertentu dengan uang berlebih,” katanya.

Soal data populasi trenggiling, Wilson Novarino,  Dosen Biologi Universitas Andalas, Padang, mengatakan, tak ada data pasti populasi trenggiling di alam bebas karena sifat hidup yang spesifik. Justru yang mengejutkan, katanya,  data-data perdagangan gelap mencapai ribuan tiap tahun.

Data aktual trenggiling, katanya, kemungkinan tidak ada yang punya karena sifat hidup sangat pemalu dan hewan aktif di malam hari dengan habitat hidup sangat spesifik. “Sedikit yang mau kajian lapangan terkait trenggiling, justru data-data didapatkan dari perdagangan jauh lebih banyak dibandingkan data-data di alam.”

Selama dia memasang kamera pengintai, hanya satu trenggiling pernah didapat, padahal sudah terpasang 10 tahun. Data ini, katanya,  berbanding terbalik dengan data-data perdagangan gelap yang berhasil digagalkan. “Kita sama-sama tau ada rilis banyak sampai ribuan. Ini jelas indikasi sangat mengkhawatirkan.”

Dia berharap, media maupun lembaga konservasi tak mengekspos detail soal satwa dilindungi.

Rully Permana, Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Sumbar, sebagai saksi ahli kasus ini mengatakan,  pengungkapan kasus ini termasuk terbesar di Sumbar. Terakhir,  penyelundupan cukup besar pada 2013 dengan barang bukti 46 paruh rangkong dengan lokasi di Sijunjung.

Menurut dia, bagian tubuh satwa dilindungi kebanyakan di pasar gelap untuk segala macam obat herbal, bahan pencampur narkoba, juga jadi sup.

BKSDA Sumbar, katanya,  akan mengintensifkan pengawasan pengumpul satwa liar. “Ada juga berizin BKSDA, izin tangkap kumpul namanya, kita tidak menutup mata ada juga yang nakal dari pengumpul satwa liar berizin itu. Kita akan tingkatkan pengawasan, pengecekan gudang dan lain-lain.”

 

Keterangan foto utama: Sebanyak 32 potongan kaki dan tangan beruang madu di dalam freezer yang berhasil diamankan Polres Sijunjung di rumah pelaku di Sijunjung pada 17 Januari 2018. Foto: Kapolres Sijunjung/ Mongabay Indonesia

Kapolres Sijunjung AKBP Imran Amir saat meninjau langsung barang bukti berupa trenggiling dan potongan kaki-tangan beruang madu yang disimpan di lemari pendingin. Foto: Kapolres Sijunjung/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version