Mongabay.co.id

Janji Pemimpin Terpilih Pada Isu Lingkungan Harus Ditagih

 

Pesta demokrasi sudah usai. Kalimantan Barat adalah salah satu daerah yang menghelat pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk gubernur, wali Kota, dan beberapa bupati. Para pemenang itu mengusung isu lingkungan di wilayah kampanye masing-masing.

“Sebenarnya, program para kandidat belum detil,” tukas Hermawansyah, Direktur Swandiri Institute. Padahal, dalam konteks penyelenggaraan pemerintah, pilkada merupakan ajang warga memastikan kepala daerah yang bertarung mampu menjawab permasalahan di wilayahnya. Dia menyorot, sedikit sekali isu lingkungan yang menjadi perhatian para calon kepala daerah.

Hendrikus Adam, dari Walhi Kalimantan Barat menambahkan, kini saatnya kita menagih para pemenang pemilu. “Banyak kasus lingkungan yang terjadi, yang semestinya menjadi prioritas pemimpin terpilih,” ujarnya.

Sebelum pilkada, Mongabay Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pilkada dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kalimantan Barat. Dalam diskusi ini, terlihat isu lingkungan belum menjadi perhatian penuh para calon kepala daerah. Para pihak pun menyepakati, perlu upaya membangun kesadaran para pemimpin terpilih atau wakil rakyat yang terpilih itu.

Khusus pemilihan anggota legislatif tahun depan, harus ada upaya mendorong partai politik menyuarakan kepentingan lingkungan yang selama ini terpinggirkan. “Perlu banyak pihak bekerja sama agar masyarakat dapat memilih pemimpin sesuai rekam jejaknya,” kata Mariamah Ahmad dari Yayasan Palung.

Baca: Kepala Daerah Terpilih Harus Dukung Restorasi Gambut. Apa Keuntungannya?

 

Tumpahan batubara di pantai Aceh Besar, Aceh, ini tidak hanya mencemari lingkungan tapi juga merusak terumbu karang dan mengganggu kehidupan biota laut. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Masih terkait pilkada, Mei lalu Pantau Gambut merilis “Restorasi Gambut dalam Pusaran Pilkada”. Isu ini sepi dari komitmen calon kepala daerah. Padahal, perlindungan dan restorasi gambut merupakan program nasional yang mencakup dua juta hektar lahan. Pemerintah pusat menjalankan program ini pada tujuh daerah. Utamanya, daerah langganan kasus kebakaran hutan dan lahan. Kalimantan Barat salah satunya, selain Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua.

Pantau Gambut melansir, sebaran titik panas di area prioritas gambut sejak Februari hingga 15 Mei 2018 cukup banyak. Riau dan Kalimantan Barat merupakan daerah dengan titik panas terbanyak, yakni 362 titik panas dan 171 titik panas, berdasarkan sensor Modis NOAA. Saat pilkada lalu, hanya dua pasangan yang memiliki program khusus di lahan gambut, dan beberapa pasang saja yang menyebutkan penanganan kebakaran hutan dan lahan dalam programnya. Diantaranya, Sutarmidji dan Ria Noorsan, di Kalimantan Barat.

Keduanya, yang kemudian memenangi pilkada Kalimantan Barat, memasukkan isu kebakaran hutan dan lahan dalam visi misinya. Midji, demikian dia disapa, mempunyai strategi mekanisasi pertanian. “Sehingga, masyarakat tidak perlu melakukan pembakaran lahan untuk membuka lahan pertanian,” katanya.

Dia bekomitmen lantaran kebakaran hutan dan lahan merupakan persoalan tahunan. Tak hanya itu, Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi penyumbang asap akibat bakaran lahan. Dia meyakini, mekanisasi pertanian merupakan jalan. “Pembangunan sumur-sumur pompa di lahan gambut dan beberapa inovasi sudah saya siapkan,” katanya.

Konflik antarkorporasi dan masyarakat juga masalah yang disoroti dalam kepemimpinannya nanti. “Investasi harus lebih ketat sehingga tidak mengabaikan kewajiban sosial dan lingkungan,” katanya.

Baca juga: Upaya Kalimantan Barat Kelola Lahan Gambut Agar Tidak Terbakar

 

Pertanian merupakan sektor penting yang harus diperhatikan dari dampak perizinan sumber daya alam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Citra Duani, Bupati Kayong Utara terpilih merinci lebih detil upaya yang akan dilakukannya. “Kita akan melakukan pendataan petani yang masih menggunakan cara tradisional,” ujarnya. Pemerintah harus dapat mengubah paradigma petani dari bakar menjadi pertanian berkelanjutan.

Selain sumur pompa untuk kawasan bergambut, Citra menyatakan perlu juga dibuat embung-embung untuk membasahi lahan. Terutama di musim kemarau. Dia menyoroti kebakaran lahan 2015 yang menyebabkan sebuah ruas jalan di Ketapang terputus. Beberapa potret sukses desa-desa yang telah didampingi oleh organisasi sipil kemasyarakatan, juga bisa dijadikan contoh.

“Kearifan lokal setempat harus diakomodir, sehingga perlakuan satu desa akan berbeda dengan desa lainnya,” katanya. Citra akan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk mendapatkan tenaga penyuluh pertanian, di desa-desa rawan kebakaran.

Di Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, memiliki rancangan pembangunan perkotaan dengan pendekataan lingkungan hidup. “Harus seimbang. Masyarakat tidak hanya mendekatkan diri pada kawasan komersil, tetapi dengan lingkungan kotanya,” terangnya.

Kata Edi, cara yang paling sederhana adalah memupuk kesadaran menanam pohon. Satu pohon bisa memberikan oksigen bagi sepuluh orang. Kota Pontianak sudah mempunyai database pohon, ada 43 ribu pohon yang mempunyai tanda pengenal.

Warga yang menebang pohon dengan tanda pengenal, kena Tindak Pidana Ringan. Saat Sutarmidji menjabat sebagai Wali Kota Pontianak, khusus untuk aturan penebangan pohon ini, beberapa kepala dinas pun terkena sanksi.

 

Pengelolaan sumber daya alam Indonesia harus dilakukan dengan baik agar memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

 

Dibebani investasi

Kalimantan Barat (Kalbar) dengan luasan 14,7 juta hektar, hampir seluruhnya sudah terbebani izin pengelolaan. Sebesar 13 juta hektar diantaranya, telah diperuntukkan perkebunan sawit (5,4 juta hektar), pertambangan (5 juta hektar), dan sektor kehutanan (3 juta hektar).

Direktur Eksekusif Walhi Kalimantan Barat, Anton P Widjaya mengatakan, pemimpin daerah harusnya lebih menggali potensi lokal guna memperkuat daya dukung lingkungan. Di Kalbar terdapat dua persoalan besar berkaitan investasi yang berdampak pada lingkungan. “Pendapatan daerah tidak berbanding lurus dengan investasi. KPK pernah menyebutkan pendapatkan Kalbar mencapai Rp7 triliun, namun bukan sepenuhnya dinikmati Kalbar,” katanya.

Kalbar hanya mendapatkan pendapatan dari PBB dan jasa keuangan lainnya. Selain itu, daya dukung lingkungan berkurang karena eksploitasi sumber daya alam berlebihan. Alam tidak lagi bertahan dengan kondisi yang ada. Musim kering yang lebih panjang berakibat kebakaran hutan dan lahan. Musim penghujan menyebabkan banjir, tidak ada lagi kemampuan alam menahan bencana.

 

Kebakaran hutan di Kalimantan Barat merupakan persoalan besar yang harus diwaspadai. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Terkait pengelolaan sumber daya alam, Manager Program Kalbar WWF-Indonesia, Albert Tjiu, mengatakan pemimpin daerah perlu memerhatikan isu pembangunan berkelanjutan/SDGs (Sustainable Development Goals). Kalimantan Barat memiliki peluang menerapkan SDGs dengan memajukan industri pariwisata, terutama berbasis ekowisata.

“Pembangunan infrastruktur harus memerhatikan kelestarian kawasan konservasi,” katanya. Dia memberi contoh, kawasan Taman Nasional Betung Kerihun yang dipotong untuk akses menuju Kalimantan Timur. Perlu banyak kajian agar konservasi dan pembangunan berjalan selaras.

Belum lagi, kasus kebakaran hutan dan lahan yang menjadi langganan setiap tahunnya di Kalimantan Barat. Upaya antisipasi harus disusun oleh pemimpin terpilih, dengan program yang melibatkan masyarakat. Termasuk, isu-isu perlindungan terhadap satwa dan tumbuhan liar dilindungi.

Kata Albert, isu lingkungan jauh lebih rumit dibanding isu lainnya. Sebab, setiap bidang/program dapat menyumbang isu lingkungan. Selain itu, ada banyak pihak yang terlibat, mengingat semua manusia memerlukan lingkungan sehat untuk hidup.

 

 

Exit mobile version