Mongabay.co.id

Karantina Musnahkan Puluhan Ikan Invasif dan Berbahaya

Ikan aligator, yang dimusnahkan dengan dibakar di Padang. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Riau dan Padang, memusnahkan puluhan ikan invasif dan berbahaya dengan mengubur dan membakar. Ikan-ikan ini hasil penyerahan warga setelah ada surat edaran larangan memeliharanya.

 

Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM), Padang,  Sumatera Barat, memusnahkan puluhan ikan invasif dan berbahaya dengan dibakar. Ikan ini penyerahan dari masyarakat dan komunitas ikan predator ke Posko Penyerahan Ikan Invasif dan Berbahaya di Kantor BKIPM Padang, yang dibuka sejak 1-31 Juli 2018.

Ikan yang dimusnahkan ada 21 terdiri dari empat spatula gar, 10 sapu-sapu, lima piranha, satu tarpon dan satu florida gar.

Baca juga : Ikan Arapaima, Ikan Berbahaya yang Masuk ke Indonesia

Sebelum dimusnahkan, ikan-ikan ini terlebih dulu dimatikan dengan cara direndam es batu sekitar 15 menit, setelah itu baru dibakar.

Henhen Suhendar, Kepala Sub Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Informasi (Wasdalin) BKIPM Padang mengatakan, pemusnahan ikan invasif dan berbahaya, sesuai arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Selama satu bulan itu kami (BKIPM-red) menerima jenis ikan invasif dan berbahaya. Sekarang ikan-ikan itu dimusnahkan,” katanya.

Baca juga: Warga Riau Serahkan Ikan Aligator dan Araipama ke Stasiun Karantina

Dia bilang, beberapa jenis ikan ini dimusnahkan karena predator seperti arapaima, aligator gar. Jika sempat masuk ke lingkungan perairan bisa memangsa ikan endemik. Ada juga ikan invasif dan membahayakan manusia seperti sapu-sapu dan piranha. Sapu-sapu bisa mendominasi lingkungan sekitar hingga ikan endemik musnah. Piranha, katanya, berbahaya bagi manusia karena bisa menyerang, begitu juga ikan yang memiliki sengatan listrik, seperti, electric catfish.

 

Kalau ikan-ikan ini lepas ke perairan khawatir memakan sumber makanan dengan cepat dan dalam jumlah banyak.

Dia contohkan, ikan berbahaya bagi ekosistem laut, adalah ikan aligator. Ikan ini bisa bertahan tanpa makanan selama beberapa hari, namun bila di suatu tempat tersedia banyak makanan, akan makan sebanyak-banyaknya.

“Dengan porsi makan sangat besar, cepat berkembang biak dan bisa usia cukup panjang, dipastikan aligator mengancam sumber daya ikan kita.”

Pelarangan memelihara ikan-ikan berbahaya ini, berdasarkan UU No.32/2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah jadi UU No.45/2009. Juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/PERMEN-KP/2014 tentang Larangan Memasukkan Jenis Ikan Berbahaya ke wilayah Indonesia.

Dalam aturan itu, ada 152 spesies ikan tergolong invasif dan berbahaya. Sejauh ini,  di Sumatera Barat, ada beberapa spesies yang dipelihara warga, seperti aligator, piranha, dan arapaima.

Ridzki Prabowo,  Ketua Komunitas Ikan Predator Minang (KIPMI) mengatakan,  komunitasnya menyerahkan ikan peliharaan ke BKIPM awal Juli demi mematuhi aturan. Ada empat jenis ikan diserahkan KIPMI kepada BKIPM yakni spatula gar dan Florida gar, sapu-sapu, piranha, dan tarpon.

Dia bilang, komunitas ini sejak 2015. Keberadaan ikan predator itu dengan membeli online. Lalu ikan masuk aquarium di rumah masing-masing dan biasa makan ikan-ikan kecil atau sejenis kadal.

Sebelumnya,  Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, ikan asing harus dijaga sebaik mungkin agar tak masuk ke perairan Indonesia agar ikan endemik lestari.

 

Pembakaran ikan invasif berbahaya di Padang. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Pemusnahan di Riau

Sebelumnya, pemusnahan ikan invasif berbahaya juga dilakukan di Riau. Ikan berbahaya seperti arapaima dan aligator, hasil evakuasi Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (SKIPM) Kelas I Pekanbaru dimusnahkan, dua pekan lalu. Selama sosialisasi ke masyarakat sepanjang Juli lalu, SKIPM bersama DKP Riau menerima dua arapaima dan delapan aligator masyarakat secara sukarela.

Empat aligator sepanjang 30-35 centimeter diangkut tim satgas pada 10 Juli dari Telesthai Aquarium, toko ikan hias milik Hasan. Dia melapor langsung setelah membaca informasi itu di surat kabar lokal.

Setelah itu, tujuh hari kemudian, satgas kembali diberitahu pemilik arapaima tentang ikan peliharaannya. M. Yunus hendak menyerahkan ikan itu namun perlu bantuan petugas. Panjang dua meter berat 70 kilogram. Juga beberapa warga lain serahkan ikan berbahaya.

Setelah masa sosialisasi berakhir, DKP Riau akan melakukan penindakan terhadap masyarakat yang masih memelihara ikan berbahaya. Proses hukum akan berlaku, sebagaimana UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, juncto Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 41/Permen-KP/2014 tentang, larangan pemasukan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke Indonesia.

“Kita akan minta bantuan Polda Riau demi mengamankan perairan dan sumberdaya ikan kita,” kata Dedek Purwanto, pengawas perikanan DKP Riau.

 

Setelah dimatikan, arapaima dikubur. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Setelah itu, mereka turun menuju tempat pemusnahan ikan, tepat di samping Gedung SKIPM. Sebuah galian persis seperti kuburan dibuat sedari pagi. Panjang menyesuaikan ukuran arapaima, lebar maupun kedalaman lebih kurang setengah meter.

Dua arapaima sudah tak bernyawa sejak diangkut petugas dari pemilik. Ikan itu disimpan dalam freezer dan sempat lengket sebelum disiram air. Untuk mematikan delapan aligator, petugas memasukkan dalam peti es lalu menyiram dengan minyak cengkih. Tak lebih 10 menit, aligator mati dan masuk dalam lubang galian bersama arapaima.

Menurut Umar Fauzi, mereka sempat berencana memusnahkan ikan itu dengan cara bakar. Karena stasiun karantina dekat Bandara Sultan Syarif Kasim, rencana itu urung dilakukan. Di penghujung prosesi pemusnahan, pemilik ikan turut hadir diminta menandatangani berita acara.

 

Keterangan foto utama: Ikan aligator, yang dimusnahkan dengan dibakar di Padang. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Arapaima di Riau, sebelum pemusnahan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version