Mongabay.co.id

Korban Berjatuhan, Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan Harus Serius

 

Kabut tebal hanya menyisakan pandangan lima meter di Kota Pontianak, pada 20 Agustus 2018. Kabut dilaporkan pekat di kawasan Pontianak Utara menuju Batu Layang, hingga Wajok, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Tujuh penerbangan di Bandara Supadio Pontianak tertunda, hingga jarak pandang di atas 1.000 meter. Sehari sebelumnya, di media sosial bertebaran video dan gambar yang diunggah warga. Rata-rata warga panik. Mereka mengabarkan api yang mendekati perumahan, atau temuan lahan terbakar.

Korban bahkan sudah jatuh, yang ke empat ditemukan di Kabupaten Sintang, Senin. Tubuhnya hangus, sejak tak kembali ke rumahnya Minggu siang. Kepala Kepolisian Resor Sintang, Ajun Komisaris Besar Polisi Sudarmin, mengkonfirmasi temuan tersebut. Esungga (69), tewas di sebidang lahan terbakar di Dusun Enceruan Hilir, Desa Senangan, Kecamatan Ketugau Tengah.

“Korban ditemukan di lahannya sendiri. Dia memang petani,” ungkapnya Sudarmin. Diketahui, korban pergi memadamkan api, namun, hingga malam hari tak kunjung pulang. Esoknya, keluarga korban dibantu masyarakat sekitar ikut mencari, hingga ditemukan tak bernyawa.

Kisah kematian lainnya, dari kabupaten tetangga. Dua anak dan bapaknya terbakar di pondok mereka. Kepala Kepolisian Resor Melawi, menyatakan, peristiwa itu terjadi pada 13 Agustus 2018. Adong (50), bersama Vito (8) dan Nasario Putra (12) merupakan warga Kecamatan Belimbing Hulu.

“Seorang anak tewas di tempat kejadian, sedangkan seorang lagi dan ayahnya dilarikan ke RS Citra Husana, di Nanga Pinoh. Namun, Rio meninggal sehari kemudian,” jelas Ajun Komisaris Besar Polisi, Achmad Fadlin. Rio tewas karena luka bakar mencapai 80 persen.

Baca: Merdeka dari Asap Kebakaran Masih Diperjuangkan di Pontianak

 

Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana tahunan di Kalimantan Barat yang harus diantisipasi serius. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Fadhlin segera melakukan olah tempat kejadian perkara. Tim Polres Melawi bertolak ke Kecamatan Belimbing Hulu. Dari Kota Sintang, memerlukan waktu tempuh tiga jam. Di pusat kota kecamatan, tim harus menyambung perjalanan dengan menyeberang sungai lalu jalan kaki satu jam.

“Lokasi cukup sulit dijangkau. Warga setempat membenarkan, mereka bertiga tinggal di pondok untuk membuka lahan,” ujarnya. Kata Fadhlin, ini hanya gambaran kecil bagaimana sulitnya melakukan pemadaman hutan dan lahan di wilayahnya. Topografi berbukit, menyebabkan mobilisasi alat pemadaman sulit. Belum lagi ketika di lokasi kebakaran tidak ada sumber air.

Seorang warga yang menjadi korban lainnya berasal dari Kabupaten Sambas. Komandan Operasional Manggala Agni Daerah Operasional Pontianak, Sahat Irawan, menerangkan, dari kronologi diketahui korban dan istrinya tengah membuka lahan. Api tidak terkendali. “Istrinya lari minta bantuan tetangga, namun setelah kembali, sang suami sudah dalam keadaan telungkup,” ujarnya.

Sahat belum menjelaskan rinci identitas korban. “Perlu otopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya,” ujarnya.

 

Memadamkan api di lahan yang terbakar, bukan pekerjaan mudah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Terus berulang

Tahun ini, ternyata tidak lebih baik dari sebelumnya. Musim kering menyebabkan api bakaran tak padam. Hendrikus Adam, dari Walhi Kalbar, menyatakan duka mendalam atas korban jiwa yang jatuh. “Kegiatan turun-temurun ini membuat masyarakat peladang trauma. Padahal, jumlah masyarakat dan luasannya berkurang,” katanya.

Saat ini, masyarakat peladang tengah menyiapkan ladangnya, ada yang telah membersihkan. Secara praktik, dilakukan dengan cara bakar, namun lahan mereka bukan gambut. “Masyarakat adat melakukannya terkendali, berdasarkan kearifan dan pengetahuan lokalnya,” terangnya.

Adam berharap, penanganan kebakaran hutan dan lahan memperhatikan karakteristik masyarakat lokal, tidak respresif. Pendekatan kemanusiaan dengan menghormati kearifan lokal, sebagaimana amanat undang-undang terhadap masyarakat yang mengusahakan pangan melalui praktik berladang turun-temurun, yang dikedepankan.

Titik panas di Kalimantan Barat sempat mencapai lebih dari 1.000 titik, sejak 16 Agustus 2018 lalu. Walau berangsur turun, namun jumlahnya masih kisaran 300-an. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kalimantan Barat mendeteksi, 357 titik panas tersebar di 14 kabupaten/kota.

 

 

Jumlah titik panas per provinsi 10 hari terakhir. Sumber: BMKG

 

Api di Korporasi

Hingga 14 Agustus 2018, Walhi Kalimantan Barat menganalisa titik api dengan overlay peta kepemilikan lahan. Hasilnya, 201 titik api berada di lahan korporasi. Rinciannya, 2 titik di hutan alam, 102 titik di perkebunan, 28 titik di tambang, dan 69 titik di hutan tanaman industri. Dari analisis Walhi, 1 Januari hingga 14 Agustus 2018, terdapat 2.173 titik panas. Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan titik panas paling banyak (779 titik), menyusul Riau (368 titik).

Selain di dalam konsesi, tampak pula titik api di wilayah kesatuan hidrologi gambut (KHG), yang menjadi prioritas pemulihan restorasi gambut dan pencegahan kebakaran. “Pemerintah harusnya dapat melihat ini sebagai dasar tata kelola perizinan di rawa gambut,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Anton P Widjaya.

Walhi Kalbar mendorong penegak hukum fokus menangani konsesi yang terbakar atau dibakar tersebut. “Kami serahkan temuan ini ke Polda Kalbar. Analisa ini seharusnya menjadi alat bukti awal penyidikan kepolisian terhadap korporasi-korporasi pelaku pembakaran,” tambahnya.

 

Sebaran titik panas di Kalimantan Barat 1 Januari hingga 14 Agustus 2018. Sumber peta: Walhi Kalbar

 

Berulangnya kebakaran hutan dan lahan terjadi, lanjut Anton, lantaran tindakan preventif dan pre-emtif tidak berjalan. Faktanya, setiap musim kering dengan curah hujan minim menyebabkan kabut asap dan sebaran titik api meluas. “Ada indikasi penanggulangan hanya dalam konteks pemadaman api,” jelasnya.

Walhi Kalbar kembali mempertanyakan tiga kasus karhutla yang ditangani sejak 2015. Dari informasi yang dihimpun, kasus tak kunjung dinyatakan lengkap oleh jaksa penyidik. Polisi tak dapat memenuhi arahan jaksa. “Saksi ahlinya, Kalbar tidak punya. Persepsi penegak hukum agaknya belum sama,” terangnya.

 

Sebaran titik panas di KHG Kalimantan Barat. Sumber peta: Walhi Kalbar

 

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat Florentinus Anum, menyatakan akan memeriksa temuan kebakaran lahan di kawasan perkebunan. “Tentu akan kami cari, perorangan atau perusahaan,” katanya. Dinas Perkebunan Kalbar telah mengimbau perusahaan melalui surat edaran untuk tidak melakukan pembakaran lahan.

Dia menegaskan, korporasi punya tanggung jawab membina masyarakat di sekitar konsesi. Termasuk, melakukan pemadaman di areal kebakaran yang dekat perkebunan. Sejauh ini, beberapa perusahaan, dikatakannya, sudah menaati aturan, sepeti membuat embung, sumur bor dan melengkapi sarana prasarana pemadaman api. Perusahaan juga membina kelompok petani peduli api di sekitar wilayah hak guna usahanya.

“Kami juga mengimbau perusahaan untuk meningkatkan patroli pencegahan,” ujarnya. Anum meyakini, perusahan-perusahaan berkomitmen mencegah kebakaran karena takut kena sanksi. Mereka wajib juga membina desa-desa yang rawan karhutla.

Di Kalimantan Barat terdapat 182 desa rawan kebakaran dari jumlah 2.130 desa. Kabupaten yang desanya paling berpotensi terbakar adalah Ketapang. Terdapat 45 desa di sana. Selain itu, Kubu Raya, Sintang, Kapuas Hulu dan Landak harus wasapada.

 

 

Exit mobile version