Mongabay.co.id

Ada Titik Api di Sekitar Kanal PT. MPK, KLHK Didesak Bertindak (Bagian 4)

 

Desa Tempurukan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dari ketinggian 300 meter tampak diselimuti kabut asap. Pengamatan 28 Agustus 2018 lalu, kanal yang membelah kawasan hutan di daerah tersebut belum banyak berubah. Kanal itu dibuat oleh PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa (PT.MPK).

Titik api terdekat kanal itu berada di Desa Tempurukan. Masih dari pantauan foto udara, terlihat pohon-pohon kecokelatan di kiri kanal. Kawasan ini pernah terbakar.

Adanya kebakaran lahan bukan asumsi. Masih di sekitar kanal, terdapat beberapa lokasi yang masih mengepulkan asap pekat. Hal yang sama terjadi pula di dekat kanal Sungai Awan yang dibangun perusahaan yang sama.

Belum lama ini, Kabupaten Ketapang sempat menjadi kabupaten yang menyumbang titik api tertinggi di Kalimantan Barat. Data sebaran hotspot dari BMKG tanggal 23 Agustus 2018, memperlihatkan Ketapang ‘menyumbang’ 288 titik api, dari 887 titik api di Kalimantan Barat.

“Keberadaan kanal ini harusnya pelanggaran baru. Pasalnya, KLHK sudah menjatuhkan sanksi kepada PT. MPK pada Maret 2017,” ujar Arie Rompas, Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, 7 Agustus 2018, dalam diskusi publik terkait pengelolaan gambut Sungai Putri di Pontianak, Kalimantan Barat.

Baca: Sengkarut Izin di Bumi Kayong dan Upaya Konservasinya (Bagian 1)

 

Inilah potret kebakaran hutan yang terjadi di sekitar kanal PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Planologi dan Tata Lingkungan bersama dengan Direktorat Penegakan Hukum menetapkan sanksi administrasi paksaan. Dalam surat itu, tertulis empat butir pemulihan lingkungan harus dengan segera dijalankan PT. MPK. Pertama, perusahaan harus menghentian operasional keseluruhan pada lokasi pemanfaatan gambut sesuai peraturan UU berlaku, paling lama satu hari kalender dari surat diterima, yang dilayangkan 9 Mei 2017.

Kedua, KLHK memerintahkan penimbunan atau penutupan kanal yang telah dibuka paling lama 20 hari kalender. Ketiga, MPK perlu memberikan status perizinan seluruh kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam atas areal hutan produksi sekitar 48.440 hektar di Kalbar. Keempat, laporan perlu disertakan penjelasan upaya pemanfaatan dan perlindungan serta pengamanan hutan perusahaan.

Kanal di Desa Tempurukan itu menjadi temuan Greenpeace pada 18 Januari 2018. Terlihat sebuah eskavator melakukan pelebaran kanal. Greenpeace juga telah menemukan kanal tersebut menjadi salah satu pintu masuk perambahan hutan ilegal. KLHK pun telah menerjunkan tim, namun baru pada penindakan pelaku illegal logging. Belum jelas, bagaimana proses pemeriksaan pihak perusahaan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, berjanji akan memanggil perusahaan tersebut. “Perusahaannya kita panggil, kita minta keterangannya dulu,” katanya, di Pontianak, Juli 2018.

Baca: Babak Baru Sengkarut Izin, KLHK Sita Tujuh Alat Berat PT. Laman Mining (Bagian 2)

 

Kanal yang membelah gambut Sungai Putri yang dibuat PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Habitat orangutan

Lanskap Sungai Putri adalah habitat ideal orangutan. Kawasan itu merupakan hutan gambut dalam seluas 55 ribu hektar. Berdasarkan laporan 2008 oleh Fauna dan Flora International, kedalaman gambut kaya karbon ini mencapai lebih dari 14,5 meter. Kawasan yang juga menjadi tempat hidup bagi 900 hingga 1.250 individu orangutan.

Dengan tingkat survei yang tinggi, menjadikan Sungai Putri sebagai habitat dengan populasi orangutan ketiga terbesar di Kalimantan Barat. Maka, pembukaan kanal dapat berakibat terputusnya wilayah jelajah orangutan di kawasan tersebut. Wilayah jelajah yang menyempit menimbulkan ancaman konflik dengan manusia.

Berdasarkan sebuah survei gabungan di kawasan hutan ini, dengan melakukan pengambilang sampling kedalaman gambut, Wetland International mendapati bahwa 84% dari konsesi lahan yang dimiliki PT. MPK seharusnya masuk kategori fungsi lindung ekosistem gambut. Ini sesuai Peraturan Pemerintah No 71 dan PP Nomor 57 tahun 2016.

Baca juga: Potret Investasi Korporasi di Gambut Sungai Putri (Bagian 3)

 

Bekas lahan yang terbakar yang masih menyisakan kepulan asap. Foto: Aseanty Pahlevy/Mongabay Indonesia

 

Hans Saputra, Direktur PT. MPK saat dikonfirmasi melalui aplikasi WhatsApp, menjawab dengan tiga tautan berita media setempat. Informasinya terkait masuknya orangutan ke rumah warga. Kepada media setempat, Hans menyatakan yang dilakukan perusahaan hanya membuat badan jalan dan kanal yang sesuai dengan Rancangan Kerja Usaha 2015.

Hans juga tercatat sebagai Direktur di PT. Ketapang Ecology and Agriculture Forestry Industrial Park (Keafip). Perusahaan ini sempat viral lantaran kasus ‘Pos Polisi Bersama’ yang menyebabkan Kepala Kepolisian Resor Ketapang dicopot dari jabatannya. Perusahaan ini antara lain bergerak di bidang PLTU, air bersih, dan industri pengolahan kayu. Namun, Hans menyangkal, perusahaan tersebut berhubungan dengan PT. MPK, “PT Keafip itu tidak ada hubungannya.”

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 733 Tahun 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan, konsesi PT. MPK seluas 39,238 ribu hektar. Arealnya berbatasan dengan tiga desa; Sungai Awan Kiri, Tanjungpura, dan Sukamaju. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM tahun 2016 mencatat; Edi Rahmat Lie, sebagai direktur perusahaan, serta Melywati sebagai komisaris perusahaan.

Saat diwawancarai Mongabay pada Mei 2017 lalu, Adang Hamdani, humas perusahaan PT. MPK, mengakui perusahaannya berada di bawah PT. BSM New Material. Tiga diantaranya adalah PT. Ketapang Ecology and Agriculture Forestry Industrial Park, PT. Green, dan PT. MPK.

 

Hasil survei orangutan di bentang Gunung Palung – Sungai Putri 2016. Sumber: Forina

 

Nol deforestasi

Kasus PT. MPK dapat menjadi preseden buruk bagi pemerintah dalam penanganan kasus perlindungan lahan gambut di Indonesia. Pemerintah Indonesia, melalui KLHK mempunyai pekerjaan rumah yang tidak sedikit. Diantaranya menegakkan komitmen nol deforestasi.

Arie Rompas mengatakan, komitmen ini bisa tercapai dengan upaya mendorong tata kelola hutan dan lahan yang transparan dan akuntabel. Informasi harusnya mencakup data konsesi dan informasi terkait pengelolaan hutan dan gambut di Indonesia. Serta, informasi implementasi peraturan berkaitan kehutanan.

“Bertahun-tahun, perusahaan di sektor perkebunan dan kehutanan telah mendapat manfaat dari berkurangnya tata kelola yang baik di sektor kehutanan dan tidak tersedianya informasi tentang rujukan peta,” ungkap Arie. Hal ini mengakibatkan penghancuran hutan hujan Indonesia dan lahan gambut yang kaya karbon, telah menyumbang lebih dari setengah emisi pemanfaata lahan dan penggunaan lahan dalam kehutanan secara global.

Greenpeace menilai, diperlukan pemerintahan kuat yang memprioritaskan perlindungan hutan dan gambut. Termasuk, upaya memperluas cakupan moratorium untuk menghentikan semua konversi hutan alam dan lahan gambut. “Pemerintah harus meninjau kembali izin-izin yang sudah ada, serta menangani korupsi di sektor kehutanan,” katanya. Pemerintah harus dapat mengalahkan ilegalitas, termasuk kegagalan mengikuti proses perizinan, tidak membayar pajak, dan kegagalan untuk menghormati peraturan lahan gambut.

 

Peta konsesi PT Mohairson Pawan Khatulistiwa di Sungai Putri, Ketapang, Kalimantan Barat. Sumber peta: Greenpeace Indonesia

 

Terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Anton P Widjaya mengatakan, saat ini rezim investasi melakukan perlawanan di daerah. “Kita harus merapatkan barisan,” ujarnya. Terlebih ada indikasi jika ada upaya para pihak yang lebih condong kepada kepentingan korporasi.

“Menetapkan hutan rawa gambut Sungai Putri sebagai bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial adalah langkah awal untuk memproteksi areal tersebut,” ujarnya. Namun, masuknya PT. MPK sebagai salah satu perusahaan yang akan mengelola kawasan dengan pendekatan lanskap melalui skema Kawasan Ekosistem Esensial, seperti memberikan impunitas atau kejahatan tanpa hukum.

Anton menekankan, Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, harus menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan tersebut. Saat ini, sanksi pidana hanya dijatuhkan pada pelaku pembalakan liar, yang ditangkap setelah ketahuan menggunakan kanal yang dibuat PT. MPK.. “Harapannya, Gakum KLHK melihat adanya pelanggaran di sana sebagai bentuk ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan pemerintah. Bisa jadi, pencabutan izin terhadap pelanggaran ini,” ujarnya.

Kawasan Gambut Sungai Putri sebenarnya adalah penamaan dari masyarakat setempat. Berdasarkan peta gambut, Sungai Putri termasuk dalam beberapa Kawasan Hidrologi Gambut. Dr. Dwi Astiani, akademisi dari Universitas Tanjungpura Pontianak menyebutkan kawasan Sungai Putri punya sejarah cukup panjang,.

“Dulu kami menyebutkannya black channel, kami mengukur dan melihat stok gambut. Di sana besar sekali stok gambut dan potensi emisinya, dan itu harus dijaga,” ujarnya. Dwi melihat kawasan tersebut memerlukan restorasi, walau untuk mengembalikan ke kondisi semula sudah sangat sulit.

Menurutnya, sulit untuk mengukur upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk kawasan tersebut. Banyak ‘tuan-tuan kecil’. Termasuk pembalakan liar. Pelakunya kebanyakan masyarakat yang hanya mencari penghidupan. Perlu ada penegakan hukum terukur, menurut Dwi.

Keberadaan beberapa lembaga masyarakat sipil di daerah tersebut, sedikit banyak memperlambat kerusakan. Namun, harus ada komitmen bersama untuk melindungi wilayah ini. Menurut Peraturan Pemerintah mengenai gambut, lebih dari 60 persen di kawasan korporasi tersebut tergolong kawasan lindung. (Selesai)

 

 

Exit mobile version