Mongabay.co.id

Sungguh Malang Nasib Kukang Sumatera Albino Ini

 

Satu individu kukang sumatera albino berhasil diselamatkan tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Wilayah III Bandar Lampung. Kukang tersebut disita dari remaja berinisial NA (17) di Blerang Simpur, Desa Kecapi, Kalianda, Lampung Selatan, Provinsi Lampung, saat hendak dijual melalui Facebook, 31 Agustus 2018.

“Setelah menerima laporan warga tentang NA yang hendak menjualnya seharga Rp1 juta, tim langsung bergerak,” jelas Teguh Ismail, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Bandar Lampung, kepada Mongabay Indonesia, awal September.

Di lokasi, petugas hanya bertemu keluarga NA yang diwakili ibunya, Rosdiawati. Kepada petugas, dia mengaku tidak mengetahui bila primata yang ditemukan anaknya di depan rumah itu merupakan satwa dilindungi. Rosdianawati juga tidak ngeh bila NA akan menjualnya.

“Setelah menerima penjelasan status primata nokturnal tersebut, Rosdiawati mendukung upaya kami mengembalikan kukang itu ke alam bebas. Meski demikian, BKSDA tetap menelusuri permasalahan hingga tuntas, apakah kukang tersebut ditemukan atau hasil buruan,” jelasnya.

Teguh meminta masyarakat untuk tidak berburu, menangkap, memelihara apalagi memperdagangkan satwa liar dilindungi termasuk kukang. Kalau terlajur memiliki, segera serahkan ke BKSDA. Kukang albino ini selanjutnya dititiprawatkan di PPS BKSDA Seksi Wilayah III Bandar Lampung untuk menjalani serangkaian perawatan dan rehabilitasi guna pemulihan kondisi.

“Bila semuanya baik dan memungkinkan, kami segera melepasliarkannya. Untuk pemantauan, akan dipasang radio collar, BKSDA akan bekerja sama dengan Yayasan IAR Indonesia untuk pelaksanaannya,” terangnya.

Baca: Si Imut Kukang dan Tujuh Fakta Uniknya

 

Inilah kukang sumatera albino yang berhasil diamankan BKSDA Seksi Wilayah III Bandar Lampung dari perdagangan satwa ilegal. Foto: IAR Indonesia

 

Jangan pelihara kukang

Robithotul Huda, Manajer Program IAR Indonesia mengatakan, kukang merupakan salah satu primata yang banyak dijadikan satwa peliharaan. Akibatnya, banyak kukang mati sia-sia dikarenakan penyiksaan yang mereka alami sebelum diperdagangkan.

“Mengingat prinsip ekonomi supply dan demand, pemeliharaan kukang cenderung bersifat mendukung perdagangan. Artinya, perburuan akan terus berlangsung sepanjang masih adanya permintaan. Untuk itu, kami mengimbau masyarakat untuk tidak membeli atau memelihara kukang, karena akan mempercepat laju kepunahan.”

Huda mengapresiasi langkah tegas BKSDA Bandar Lampung pada kasus ini. Menurut dia, perjumpaan kukang yang kian sulit, terlebih kukang sumatera albino yang sangat jarang terjadi, harus dilindungi dan dilestarikan kehidupannya. Selain itu, riset mendalam mengenai kukang perlu dilakukan, sebab sejauh ini penelitian mengenai kukang masih minim, terlebih kukang albino. “Penelitian yang dilakukan bisa beragam, mulai dari perilaku sosial, tingkat ketahanan hidup di alam, dan berbagai aspek lainnya,” jelasnya.

Baca: Mencabut Gigi Kukang Sama Saja Membunuhnya Perlahan

 

Hasil pemeriksaan medis menunjukan kukang albino ini dalam kondisi baik dan bisa dilepasliarkan di hutan. Foto: IAR Indonesia

 

Wirdateti, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada Mongabay Indonesia menjelaskan, albino merupakan kelainan genetik yang menyebabkan produksi pigmen melanin di kulit, rambut dan mata berkurang, bahkan, sama sekali tidak diproduksi. Meski kemungkinannya kecil, albino bisa terjadi pada satwa lain, tidak hanya pada mamalia, melainkan juga pada takson seperti reptil dan aves (burung).

Albino diturunkan secara genetik dari salah satu induk. Meskipun induk tidak albino, tetapi gen resesif yang tidak muncul pada induk, dapat diturunkan kepada anak atau dari tetuanya.

“Kasus albino kukang ini murni kelainan genetik, gen pembawa dari induk betina atau jantan mengalami mutasi. Kelainan tersebut menyebabkan warna kulit, rambut dan bulu memiliki warna pucat atau putih,” terangnya, Selasa (04/9/2018).

Wirdateti menggarisbawahi, perlu perawatan serta perhatian khusus untuk menangani satwa albino. Menurutnya, satwa yang memiliki kelainan pigmentasi ini cenderung memiliki kelemahan. Umumnya adalah keterbatasan pandangan yang dapat memengaruhi kemampuannya melihat.

Baca juga: Seperti Kita, Alba Juga Rindu Kampung Halaman

 

Kukang albino sangat jarang dijumpai di alam liar. Penelitian lebih mendalam harus dilakukan. Foto: IAR Indonesia

 

Bahaya penyakit

Selain melanggar hukum, memelihara kukang juga dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan manusia, salah satunya zoonosis atau penularan penyakit dari satwa ke manusia, maupun sebaliknya. Potensi penularan penyakit ini cukup tinggi mengingat kukang memiliki kedekatan genetik dengan manusia.

“Ancaman penularan penyakit yang cukup tinggi adalah cacingan. Penularan cacing dapat melalui kontak langsung dengan telur yang ada di lantai, tanah, makanan, buah, air, dinding rumah, kasur, pakaian dan media pengantar lainnya,” jelas Imam Arifin, dokter hewan IAR Indonesia.

Imam menjelaskan, cacing yang umumnya ditemukan di feses kukang paling banyak adalah nematoda (cacing gilik) dan cestoda (cacing pita). Pada infeksi ringan cacing jenis itu dapat menimbulkan gangguan pencernaan dan anemia, gangguan toksik, hingga perforasi dinding usus.

Sementara pada infeksi berat dampak yang ditimbulkan berupa malnutrisi. Malnutrisi ini menyebabkan hipoalbuminemia (albumin dalam darah menurun) dan edema (penimbunan cairan pada rongga tubuh).

“Tidak hanya itu, pada saat fase migrasi yang terjadi sebelum cacing menjadi dewasa di dalam usus juga menyebabkan kerusakan jaringan hingga pendarahan di hati dan paru-paru,” jelasnya.

Imam menyarankan untuk tidak memelihara kukang mengingat dampak yang ditimbulkan cukup membahayakan bagi kesehatan manusia. Jadi, tidak ada untungnya menjadikan kukang sebagai hewan peliharaan.

Populasi kukang semakin terancam akibat kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Bahkan, ada pandangan tentang satwa ini kerap dikaitkan dengan kepercayaan mistis dan takhayul untuk dijadikan tumbal.

 

Kukang dilindungi undang-undang, karena itu dilarang untuk dipelihara, diburu, bahkan diperjualbelikan. Foto: IAR Indonesia

 

Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan si malu-malu merupakan primata dilindungi UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Kukang juga dilindungi peraturan internasional dalam Apendiks I oleh Convention International on Trade of Endangered Species (CITES) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Primata nokturnal (aktif di malam hari) itu juga termasuk dalam daftar 25 primata terancam punah di dunia.

Di Indonesia, berdasarkan ekologi dan persebarannya, terdapat tiga jenis kukang yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).

Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa masuk dalam status Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam. Sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya adalah Rentan (Vulnerable/VU) atau tiga langkah menuju kepunahan di alam liar.

 

 

Exit mobile version