Pemerintah Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) terus berkomitmen untuk memerangi illegal fishing dan destructive fishing yang terjadi di wilayah lautnya.
Terbukti dari operasi terakhir, Tim patroli gabungan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Flotim, Polair Polda NTT dan LSM WCS mengamankan kapal ikan KMN Giovanni 03 berukuran 24 GT pada Rabu (15/8/2018).
Ketika ditangkap di perairan Nusa Dani, barat pulau Solor, kapal asal Kupang itu sedang menampung ikan, tetapi tidak dilengkapi Surat Izin Pengumpulan dan Pembelian Ikan (SIPPI).
“Kami akan proses hukum nahkoda, anak buah kapal dan pemilik kapal karena melakukan pembelian dan penampungan ikan di tengah laut tanpa mengantongi izin,” sebut Apolinardus Y.P.Demoor, dari DKP Flotim kepada Mongabay–Indonesia, pertengahan Agustus 2018.
Kapal ikan asal Kupang itu hanya memiliki surat ijin penangkapan ikan yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal Pemprov NTT yang berlaku hingga 18 April 2019.
“Tim gabungan akan terus melakukan patroli dengan memeriksa dokumen kelengkapan kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Flotim untuk memerangi adanya aktifitas illegal fishing dan destructive fishing,” tegasnya.
baca : Begini Ketegasan Flores Timur Tangani Penangkapan Ikan Merusak
Kanit Pos Mobile Polairud Larantuka Frans Kakay mengatakan nahkoda kapal bernama Ricky Dethan serta 5 orang ABK untuk sementara diamankan di Polres Flotim sambil menunggu penyidikan dari Polairud Polda NTT.
Barang bukti yang diamankan, kata Frans, yakni satu buah kapal KMN. Giovanni 03, dokumen kapal, 5 buah coolbox berisi ikan hasil pembelian di laut, nota pembelian ikan bertuliskan CV. Giovanni Sukses Makmur dan 26 ekor ikan tuna.
“Untuk sementara pelaku diduga melanggar Pasal 93 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 98 jo Pasal 42 ayat 3 Undang-Undang No.45/2009 tentang Perubahan UU No.31/2004 tentang Perikanan,” terangnya.
baca juga : Nelayan Flores Timur Mulai Enggan Tangkap Satwa Laut Dilindungi, Kenapa?
Tindakan Tegas
Divisi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Walhi NTT, Yuvensius Stefanus Nonga. kepada Mongabay-Indonesia, pada pertengahan Agustus, mengapresiasi penangkapan pelaku illegal fishing oleh tim gabungan di Flotim. Dia berharap kasus ini tetap diproses hukum agar bisa memberikan efek jera kepada perusahaan yang membeli ikan tanpa ijin.
Aparat juga perlu memeriksa dokumen perizinan dan legalitas alat tangkap ikannya. “Ada alat tangkap baru yang diterapkan di Kementrian Kelautan dan Perikanan sehingga meskipun kapal tersebut memiliki izin penangkapan ikan tapi bila menggunakan alat tangkap yang dilarang maka bisa dikenakan sanksi hukum,” terangnya.
Yuvensius melihat selama ini pemberantasan illegal fishing oleh Polairud Polda NTT gencar dilakukan terhadap nelayan kecil, tetapi lemah terhadap perusahaan besar. Sehingga Walhi NTT meminta agar ada perlakukan yang sama terhadap semua pelaku illegal fishing.
“Walhi berharap agar baik perorangan maupun perusahaan yang melakukannya perlu ditindak tegas agar jera. Memang di NTT khusus di Lamalera kami menuntut pengakuan pengelolaan hak kelola rakyat,” tuturnya.
Khusus di Lamalera, kabupaten Lembata, Walhi NTT, meminta pengecualian perburuan terhadap paus yang berstatus dilindungi, karena merupakan ritual tradisional sejak sebelum Indonesia merdeka.
menarik dibaca : Pemerintah Indonesia Hormati Tradisi Adat Lamalera, Tetapi….
Komitmen Bersama
Data Walhi NTT menyebutkan, sejak tahun 2014 sampai Juni 2017 terdapat 317 kasus illegal fishing dengan 294 kapal yang ditangkap di perairan NTT.
Sedangkan data dari Polda NTT, pada 2016, ada 14 kasus pencurian ikan, 22 kasus illegal fishing, dengan barang bukti 14 kapal ikan, 4 perahu dan 7 sampan.
“Hasil tangkapan dari pelaku illegal fishing mencapai 7.468 ton ikan dan dari jumlah kasus tersebut sebanyak 24 orang ditetapkan sebagai tersangka,” sebut Yuvensius.
Kasus illegal fishing yang menonjol pada 2016, kata Yuvensius, yakni penangkapan kapal motor (KM) Duta Rejeki yang melakukan pencurian ikan di perairan Alor, dengan barang bukti berupa 4 ton ikan tuna.
Kasus lainnya, penangkapan KM Melati 3 yang mencuri 1,5 ton ikan tembang di Perairan Lembata serta penangkapan KM Berkah yang mencuri 800 kilogram ikan tongkol di perairan Flotim.
“Sepanjang tahun 2014 hingga Juni 2017 ada 317 kapal yang ditenggelamkan dan kapal ikan yang ditangkap sampai dengan Juni 2017 ada 294 kapal. Kegiatan illegal fishing mengancam sekitar 65 persen terumbu karang,” paparnya.
Wilayah perairan NTT sebut Walhi, dikenal sebagai surga bagi para pencuri ikan, namun kini mereka harus gigit jari akibat gencarnya patroli dari Polairud dan DKP.Ini sebuah langkah maju penyelamatan laut dan ekosistem perairan NTT.
“Patroli rutin dan tindakan tegas serta komitmen pemerintah daerah, pihak kepolisian dan TNI AL ikut membuat pelaku illegal fishing tidak mendapatkan tempat. Walhi NTT salut terhadap pemerintah kabupaten Flotim yang terus mengejar pelaku illegal fishing dan destruktif fishing,” tambah Yuvensius.