Akhir tahun lalu, Indonesia bergembira. Orangutan yang hidup di hutan Batang Toru diidentifikasi sebagai jenis baru yang diberi nama ilmiah Pongo tapanuliensis atau orangutan tapanuli. Temuan tersebut dipublikasikan oleh Nater dan tim tahun 2017 di jurnal internasional Current Biology. Namun, orangutan tapanuli ini juga tercatat sebagai kera besar yang paling terancam punah, dimana populasinya hanya tersisa 800 ekor saja.
Orangutan tapanuli sangat rentan terhadap kepunahan karena habitatnya yang tersisa dalam luasan yang sempit dan terfragmentasi serta sebagian besar bukan merupakan hutan konservasi, sebagaimana hasil studi Sloan et al yang juga diterbitkan di jurnal Current Biology pada bulan Juni 2018.
Baca juga: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Hidup di Batang Toru
Hasil riset Wich bersama timnya yang terbit tahun 2016 di jurnal Science Advances menyatakan bahwa sebagian habitat orangutan yang tersisa masih tetap bertahan karena kondisi topografinya yang berat sehingga menyulitkan penetrasi/perambahan oleh manusia.
Prediksi Sloan dan tim di jurnal Current Biology tersebut kemudian terbukti dengan hasil kajian Nasution dan koleganya yang diterbitkan pada bulan Juli 2018 di jurnal Tropical Life Sciences Research.
Nasution et al menyimpulkan bahwa perambahan Hutan Hopong – yang merupakan bagian dari Hutan Batang Toru blok selatan – telah mengakibatkan kepadatan populasi orangutan tapanuli di daerah tersebut menurun drastis dari 0,7 ekor/km2 menjadi 0,4 ekor/km2 atau berkurang hampir separohnya.
Oleh karena itu, pembukaan lahan di Hutan Batang Toru baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang didukung dengan penggunaan alat berat, misalnya pembangunan PLTA, tentu akan memicu kerusakan dan kehilangan hutan yang lebih besar dibandingkan perambahan secara manual.
Apalagi, berbagai hasil kajian ilmiah di daerah tropis (Wich et al, 2016, Laurance & Arrea 2017 dan Sloan et al, 2018) menunjukan bahwa jalan merupakan faktor utama dari kerusakan dan kehilangan hutan serta memicu perburuan liar karena akses yang lebih muda.
Hal ini tentu akan semakin mengancam populasi satwa liar, termasuk orangutan tapanuli yang secara populasi tersisa sangat kecil. Laju kepunahannya pun akan semakin cepat bila tidak diambil langkah-langkah yang tepat.
Oleh karena itu, tindakan nyata dan terukur berbasis ilmiah untuk menyelamatkan orangutan tapanuli dan kekayaan hayati lainnya di Hutan Batang Toru oleh Pemerintah Indonesia menjadi suatu keniscayaan.
Foto utama: orangutan tapanuli. Dok. Photo Courtesy: Maxime Aliaga.
Referensi
Laurance, W. F., & Arrea, I. B. (2017). Roads to riches or ruin? Science, 358(6362), 442-444.
Nasution et al. (2018). Declining Orangutans Population in the Unprotected Forest of Batang Toru. Tropical life sciences research, 29(2), 77.
Nater A et al. (2017). Morphometric, behavioral, and genomic evidence for a new orangutan species. Current Biology, 27(22), 3487-3498.
Sloan S et al (2018). Newly discovered orangutan species requires urgent habitat protection. Current Biology.
Wich SA et al. (2016). Land-cover changes predict steep declines for the Sumatran orangutan (Pongo abelii). Science Advances, 2(3), e1500789.
* Onrizal, PhD, Associate Professor Ekologi dan Konservasi Hutan Tropika, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.