Mongabay.co.id

Warga Kajang Hadang Alat Berat PT. Lonsum di Bulukumba. Ada Apa?

Minggu pagi (9/9/2018), sekitar 800 warga, sebagian di antaranya berpakaian hitam-hitam, mengendarai belasan mobil dan sekitar 400 sepeda motor, berkonvoi menuju satu tujuan, sebuah perkebunan yang hendak dikelola PT Lonsum di kampung Gantara, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Mereka adalah warga dari 9 desa, termasuk di dalamnya masyarakat adat Kajang, yang melakukan protes atas tindakan sepihak Lonsum yang akan melakukan pembersihan lahan guna peremajaan perkebunan karetnya. Alat berat berupa eskavator yang akan digunakan kemudian dihentikan secara paksa oleh warga.

Rudy Tahas, Ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria (Agra) Bulukumba, salah satu penggerak aksi, kepada Mongabay-Indonesia bercerita bahwa aksi tersebut memang bertujuan menghentikan aktivitas Lonsum sebelum tim yang dibentuk Kementerian Dalam Negeri turun. Lonsum dianggap abai pada kesepakatan yang ada sebelumnya.

“Dulu ada kesepakatan agar Lonsum menghentikan aktivitas yang tumpang tindih, tapi mereka tak pernah menjalankan surat itu. Aksi kita Ini hanya ingin menjaga situasi agar bisa cepat selesai, apalagi tim kan sudah akan dibentuk. Kita menjaga saja jangan sampai ada gesekan,” jelasnya.

Kesepakatan yang dimaksud adalah hasil pertemuan antara warga dengan pihak Lonsum, yang difasilitasi Kemendagri pada 8 Agustus 2018 lalu.

Pada pertemuan itu disepakati antara lain perlu adanya pengukuran kembali batas kepemilikan lahan masyarakat, tanah adat milik masyarakat adat Kajang, dan Hak Guna Usaha milik PT. Lonsum, yang akan dilakukan oleh tim yang dibentuk pihak Kemendagri.

baca : Konflik Lonsum di Bulukumba Tak Kunjung Usai

 

Sekitar 800 orang warga dari 9 desa di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulsel, melakukan aksi penghadangan alat berat eskavator PT Lonsum. Mereka menuntut PT Lonsum menghentikan aktivitas sebelum tim Kemendagri melakukan pengukuran sebagaimana kesepakatan sebelumnya. Foto: Rudi Tahas/Agra Bulukumba/Mongabay Indonesia.

 

Jengah karena belum ada tindak lanjut dari pertemuan tersebut, warga kemudian melakukan protes kepada Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada 7 September 2018, menuntut adanya realisasi dari kesepakatan tersebut. Dua hari setelah pertemuan ini, bukannya melaksanakan kesepakatan, Lonsum malah kemudian secara sepihak menurunkan eskavator untuk pembersihan lahan.

Menurut Rudi, ratusan warga tersebut adalah pemilik lahan yang kini akan dikelola oleh Lonsum. Beberapa lahan bahkan telah bersertifikat.

“Mereka datang dari Bonto Mangiring, Tamatto, dan lain-lain. Mereka adalah pemilik lahan. Lahan yang bersertifikat saja digusur, bahkan yang ada putusan Mahkamah Agung-nya juga diambil kembali.”

Rudy menyayangkan sikap Lonsum yang tetap keras kepala dan tak terlihat adanya upaya menyelesaikan konflik ini. Ia mengkhawatirkan jika PT. Lonsum tetap pada pendirianya dan pihak pemerintah tidak segera tegas untuk turun tangan maka konflik ini bisa memanas kembali.

“Kita tidak ingin kekerasan kembali dialami oleh rakyat yang saat ini memperjuangkan hak tanah mereka yang telah dirampas, sebab Pihak Brimob dan aparat kepolisian terus di lapangan, termasuk pada saat warga melakukan protes dan menghentikan alat berat milik Lonsum,” katanya.

baca juga : Konflik Lahan, 3.500 Petani Bulukumba Duduki Perkebunan Lonsum

 

Ratusan warga Kecamatan Kajang, Bulukumba, Sulsel pemilik lahan melakukan aksi menuntut PT Lonsum menghentikan aktivitas di lahan mereka. Beberapa lahan bahkan telah bersertifikat dan mendapat persetujuan dari MA. Foto: Rudi Tahas/Agra Bulukumba/Mongabay Indonesia.

 

Aksi ini baru berakhir setelah pihak Lonsum memenuhi tuntutan warga untuk menghentikan aktivitas dan berjanji akan membahas permasalahan lagi pada Senin (10/9 2018), dengan fasilitasi Pemda Bulukumba.

Sayangnya, keesokan harinya, pertemuan ini tidak dihadiri pihak Lonsum dan menyatakan baru siap pada hari Rabu (12/9/2018).

Terkait konflik yang terjadi di Kajang ini, Rudy berharap adanya perhatian pemerintahan pusat karena sejalan dengan program Reforma Agraria, yang selama ini digembar-gemborkan pemerintaha Jokowi.

“Jangan hanya sekedar jargon tetapi dalam kenyataannya tidak dapat menjamin hak atas tanah bagi rakyat, termasuk mengembalikan tanah-tanah milik rakyat yang dirampas di masa lalu seperti yang dilakukan oleh Lonsum.”

baca : Perjuangan Masyarakat Kajang Menjaga Hutan yang Terancam Perkebunan (Bagian 1)

 

Pihak PT Lonsum saat menghadapi ratusan warga Kecamatan Kajang, Bulukumba, Sulsel pemilik lahan yang melakukan aksi menuntut PT Lonsum menghentikan aktivitas di lahan mereka. Foto: Rudi Tahas/Agra Bulukumba/Mongabay Indonesia.

 

Taat Kesepakatan

Menanggapi aksi tersebut, Wakil Bupati Bulukumba, Tomi Satria Yulianto, menjelaskan sikap Pemda Bulukumba terhadap kasus ini.

“Kesimpulan dari perwakilan yang diterima di ruang Asisten II bahwa akan diupayakan percepatan hasil kesepakatan pertemuan dengan Kemendagri, serta Lonsum diharapkan memperhatikan kebutuhan dasar air bersih. Kita akan pertemuan lagi hari Rabu ini dengan menghadirkan pihak Lonsum,” katanya.

Menurut Tomy, Pemda telah beberapa kali melakukan mediasi terkait konflik antara masyarakat dan PT Lonsum tersebut. Menurutnya, proses mediasi ini sudah pada tahapan mediasi oleh Kemendagri yang melibatkan beberapa pihak, termasuk Kemenfagri sendiri, BPN/ATR, Bupati, lembaga adat dan Forkompinda pada 8 Agustus 2018 lalu.

“Hasilnya ada beberapa poin. Yakni antara lain melakukan pengukuran kembali HGU PT Lonsum karena di sinyalir ada wilayah yang diklaim oleh PT Lonsum di luar HGU-nya. Termasuk dalam pengukuran tersebut juga mengeluarkan lahan yang sudah ada sertifikat masyarakat dan meminta kepada kementerian dalam negeri dan BPN/ATR agar dalam perpanjangan HGU Lonsum di masa mendatang betul betul memperhatikan aspirasi masyarakat Bulukumba.

Kemendagri akan membentuk tim kecil agar proses pengukuran kembali ini bisa dilakukan dengan melibatkan pemerintah pusat, propinsi, daerah, LSM, lembaga adat.

“Itulah kemudian masyarakat meminta agar PT Lonsum tidak melakukan penanaman sebelum dilakukan pengukuran,” tambahnya.

baca juga : Perjuangan Masyarakat Kajang Menjaga Hutan yang Terancam Perkebunan (Bagian 2)

 

Seorang pekerjan di kebun karet Lonsum di Bulukumba. Foto: Eko Rusdianto/Mongabay Indonesia

 

Terkait dengan keinginan masyarakat agar tidak membuka area tangkapan air, Tomy menilai bahwa hal itu dipahami sebagai bentuk menjaga agar kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi seperti pemenuhan air bersih.

Tomy berharap Lonsum bisa taat pada kesepakatan tersebut sebagai bagian solusi dari konflik yang terjadi selama ini.

“Saya kira akan sangat bijak kalau direspons karena kita berharap ini berlangsung mediasinya pada aras win win solution. Ini bukan proses ligitasi yang harus ada yang merasa kalah dan menang,” katanya.

 

Asal Mula Konflik

Konflik Lonsum sendiri bermula sejak 1968 dengan pemberian HGU kepada NV. Celebes Landbouw Maaschappijh yang berganti nama menjadi Lonsum. Pengambil alihan lahan oleh perusahaan ketika itu melibatkan TNI. Di awal pembukaan perkebunan, NV. Celebes Landbouw Maaschappijh menguasai dua wilayah yaitu Ballombassi State dan Pallagisang State seluas 200 hektar dengan menanam kopi dan kapuk.

Lonsum sendiri menguasai 5.784,46 hektar yang ditanami karet dan sejak itu terus bermasalah dengan petani Bulukumba.

 

Seorang pekerja usai menyadap karet di kebun Lonsum di Bulukumba, Sulsel. Foto: Eko Rusdianto/Mongabay Indonesia

 

Aksi warga mengepung lahan yang dikelola Lonsum telah sering terjadi. Salah satu aksi terbesar terjadi pada tahun 2013 silam, di mana sekitar 3.500 petani menduduki lahan perkebunan Lonsum yang berada di Desa Tamatto, Kecamatan Ujung Loe.

Ketika itu, tuntutan mereka adalah pengembalian lahan adat Kajang seluas 2.500 hektar, yang masuk dalam areal perusahaan.

Warga bahkan membangun 40 tenda dan melarang perusahaan mengambil getah karet sebelum ada penyelesaian. Mereka juga menuntut agar Gubernur Sulsel memfasilitasi pertemuan penyelesaian sengketa antara Lonsum dengan petani.

Mereka juga melakukan aksi di Kantor Bupati Bulukumba dan bertemu dengan Kepala Bidang Pertanahan dan Kesbang Pemda Bulukumba untuk mendesak Pemerintah Bulukumba agar konsisten sesuai janji menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan perusahaan dan mengembalikan tanah ulayat masyarakat adat Kajang tanpa syarat.

Mereka juga meminta pemerintah dan BPN meninjau ulang ataupun mencabut hak guna usaha (HGU) Lonsum karena melanggar hak rakyat dan cacat hukum. Meski telah melalui banyak rentetan aksi dan mediasi pemerintah, konflik antara warga dan Lonsum masih terus terjadi hingga hari ini.

 

Exit mobile version