Mongabay.co.id

Begini Wacana Pembangunan Bersih Gubernur Baru Bali. Realistiskah?

Gubernur baru Bali berjanji akan mengutamakan kepentingan lingkungan dalam pembangunan. Di antaranya fokus pada pengembangan energi bersih untuk pembangkit listrik, pengelolaan sampah dan sumber air.

Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur I Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (2018-2023) menyampaikan ini pada pidato resmi penyampaian program kerjanya saat serah terima jabatan, pada Sidang Paripurna Istimewa DPRD Bali, Sabtu (8/9/2018) di Denpasar, Bali.

Koster menyatakan pentingnya penyediaan energi listrik untuk kemandirian energi. Berdasar data pasokan, Bali surplus listrik. Hal ini diakui Koster karena kesediaan 1290 MW, sementara kebutuhan optimal 800 MW. “Sebanyak 340 MW (pasokan listrik) dari Paiton melalui kabel laut. Bangun pembangkit tenaga listrik yang memenuhi kebutuhan di Bali tak tergantung Paiton. Kita bangun saja di Bali dan ada syarat harus green energy,” papar pria yang sebelumnya merupakan anggota DPR RI dari PDIP.

Koster mengaku sudah meminta investor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng untuk konversi gas. “Saya sudah bicara dengan yang berinvestasi, Bapak boleh melanjutkan asal bahan bakarnya diganti gas. Kalau batubara dipakai, saya tidak akan menyetujui, kalau sudah ada izin saya cabut izinnya,” tandasnya.

baca : Greenpeace: PLTU di Celukan Bawang Meracuni Bali

 

PLTU Celukan Bawang, Buleleng, Bali, sebenarnya tidak termasuk dalam RUPTL 2018-2027. Bali sendiri saat ini sudah kelebihan pasokan listrik. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Ia ingin mengembangkan energi sehat untuk mengurangi risiko polusinya. Semua pembangkit menurutnya harus energi ramah lingkungan dan berkelanjutan seperti pembangkitan energi air, laut, danau, matahari, dan gas. “Celukan Bawang bertahap harus dikonversi bahan bakarnya berbahan gas. Jangan lama-lama di Bali, kita bikinkan usaha sendiri kalau tidak mau,” imbuhnya disambut tepuk tangan hadirin.

baca : Sengketa PLTU Berbahan Batubara di Bali Utara [Bagian 1]

Pola pembangunan semesta berencana yang disebutnya Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Tatanan ini disebutnya satu pulau, satu tata kelola, dan satu komando yakni Gubernur.

Ia memaparkan pertumbuhan ekonomi Bali cukup tinggi di atas 6%, selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp215,36 Triliun pada tahun 2017, meningkat setiap tahun. Pemerataan menurutnya cukup dengan Indeks Gini Rasio cukup rendah yaitu 0,380 pada Maret 2018. Angka inflasi dinilai selalu rendah. Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor tersier terutama sektor pariwisata mencapai 68,34% pada tahun 2017, masih sangat tinggi. Kemudian sektor sekunder sebesar 15,81%, dan sektor primer hanya sebesar 15,85%.

“Struktur keuangan kurang sehat, ditentukan nasibnya dunia pariwisata yang sangat sensitif, harus bertahap kita ubah. Seimbang kondisi pariwisata dan pertanian,” sebut Koster. Permasalahannya, lanjut Koster karena lahan pertanian berkurang akibat alih fungsi, menurunnya subak, pantai rusak karena abrasi, rusaknya ekosistem laut, danau, sungai, dan kemacetan Denpasar-Badung.

Bali di masa lalu memiliki 4 danau, 24 gunung, 246 sungai. Namun kelestariannya makin terancam.

baca : Kala Abrasi Rusak Keindahan Pantai-pantai Bali

 

Anak-anak bermain dengan riang gembira di Sungai Tukad Bindu, Denpasar, Bali. Foto : denpasarkota.go.id /Mongabay Indonesia

 

Koster menyampaikan banyak wacana untuk mengubahnya. Di antaranya cara hidup harus diubah untuk memelihara, kelestarian lingkungan hidup untuk kelangsungan hidup, serta tradisi seni budaya yang metaksu. Berlandaskan filosofi Tri Hita Karana untuk menjaga keharmonisan alam, manusia, dan Tuhan.

Menjaga alam Bali secara niskala menyangkut penyucian tempat suci, gunung, laut, upakara secara periodik. Sementara secara sekala dengan regulasi dan program konservasi alam, perlindungan tempat suci, sumber mata air, tumbuh-tumbuhan, dan lainnya. Ditambah dengan dimensi ketiga, risk management yang harus diperhitungkan akibat kebijakan dan regulasi.

Rencana reklamasi kawasan Teluk Benoa menurutnya tidak dapat dilaksanakan. “Saya segera menuangkan SK Gubernur agar rencana itu tak dapat dilaksanakan, secara filosofis tak bisa. Saya jalankan secara konsisten,” janjinya.

baca juga : Menanti Ketegasan Pemerintah Setop Reklamasi Teluk Benoa

 

Aksi di laut dari Tanjung Benoa, Bali pada Minggu (28/02/2016) Foto : Forbali/Mongabay Indonesia

 

Arah pertanian juga akan organik, hijau. Misalnya mengembangkan hidroponik di perkotaan, dan mengembangkan gumi banten karena permintaan tinggi dan tidak mendatangkan dari luar untuk kebutuhan upacara. Pemanfaatan teknologi tepat guna, memperkuat kelembagaan subak, menyalurkan hasil pertanian ke hotel dan restoran, dan rencana Peraturan Gubernur agar menggunakan produk lokal Bali.

Pengembangan pariwisata juga direncanakan berkelanjutan dengan green tourism. Strateginya seperti apa, belum dijabarkan.

Namun, di saat yang sama, Koster juga akan menggenjot infrastruktur untuk industri pariwisata. Misalnya wacana pembangunan kapal pesiar di Tanah Ampo atau Amed, Kabupaten Karangasem. Pembangunan bandar udara baru di Kubutambahan, Buleleng karena pengembangan bandar udara Ngurah Rai International Airport saat ini hanya perpanjangan runway, apron untuk parkir dan terminal. Ia menjelaskan, ada rencana bangun runway baru tapi harus di laut, direklamasi dengan investasi Rp25 Triliun. “Investasi dan teknologi tinggi, mahal, berisiko. Dengan anggaran segitu bandara di Buleleng akan terbangun,” sebut Koster.

Ia juga akan mengembangkan destinasi wisata baru, jalan lintas kabupaten, dan infrastruktur lainnya. Untuk penyediaan air bersih, akan dipetakan kebutuhan air dan sumber air.

baca : Turis Bali Mau Bayar Dana Konservasi, Asal Dikelola Transparan. Kenapa?

 

Bebukitan yang rimbun memberi makanan untuk kelelawar sekaligus air bersih untuk warga sekitar di kawasan gua lawah, Klungkung, Bali. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana Merealisasikan?

Climate and Energy Campaigners Greenpeace Indonesia Didit Wicaksono mengapresiasi visi pembangunan gubernur baru yang lebih berorientasi kepada lingkungan dan masyarakat. Namun visi ini harus di implementasikan secara nyata, jangan hanya jargon politik.

Terkait misi untuk green energy, Didit yang intens mengurus gugatan Greenpeace pada pengembangan PLTU batubara di Celukan Bawang ini mengingatkan Bali memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa besar dengan paparan radiasi matahari antara 1.490-1.776 kwh/m3/tahun. “Sangat mungkin pengembangan potensi energi matahari secara berkelanjutan,” ujarnya dalam wawancara tertulis Mongabay Indonesia pada Minggu (10/9/2018).

baca juga : Begini Ironi Membumikan Energi Bersih di Bali

 

Wayan Sudiadna, penjaga PLTS Kubu, Karangasem, Bali, yang kondisinya memprihatinkan dengan banyaknya panel surya yang rusak. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan riset oleh ADB, Bali memiliki potensi energi terbarukan sebesar 115,372 GWh/tahun dimana hampir 92% potensi tersebut berasal dari energi matahari. Jika Gubernur terpilih benar-benar ingin menjadikan Bali sebagai provinsi yang “hijau” dan “berkelanjutan”, menurut Didit, saatnya kebutuhan energi Bali memanfaatkan potensi energi terbarukan secara maksimal, dan sudahi ketergantungan Bali dari energi kotor batubara.

Saat ini proses hukum lanjutan gugatan terhadap Gubernur Bali dan investor pengembangan PLTU Celukan Bawang sedang tahap kasasi setelah dikalahkan PTUN Denpasar. Menurut Didit yang perlu dilakukan Gubernur terpilih yaitu mencabut Izin Lingkungan PT PLTU Celukan Bawang serta menghentikan semua proses pengerjaan di lahan sengketa. “Ini sekaligus sebagai bukti nyata komitmen gubernur terpilih atas visi dan misinya untuk menjadikan Bali yang hijau dan berkelanjutan,” ingatnya.

baca : Ini PLTS Kayubihi, Satu-satunya Proyek Energi Terbarukan yang Masih Beroperasi di Bali

 

Qomaruddin menunjukkan buah kelapa yang rusak setelah adanya PLTU Celukan Bawang. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Catur Yudha Hariani, Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali yang fokus di pendidikan dan pengelolaan sampah berharap gubernur dan jajarannya mengelola potensi Bali dengan konsep kehati-hatian, ramah lingkungan, berkeadilan bagi rakyat Bali, bukan bagi investor saja, dan penguasa.

Pengelolaan sampah harus juga memikirkan pendidikan lingkungannya. “Pemerintahan sekarang jangan asal main tender teknologi canggih dalam menyelesaikan masalah sampah,” seru perempuan ini. Agar teknologi canggih tidak menjadi seonggok besi tua tak bertuan, seperti pengalaman sebelumnya.

baca : Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?

Sementara Ade Andreawan, Direktur Eksekutif Yayasan IDEP yang bekerja di isu permakultur, mitigasi bencana, dan program air ini mengatakan jualan komoditas lingkungan memang menjadi primadona bagi para pejabat. Kepemimpinan sebelumnya menurutnya sama. “Kita masih ingat dengan jargon Bali sebagai Pulau Organik ataupun road map Bali Clean and Green, hingga saat ini pun masih sekadar wacana. Akan seperti sebelumnya jika aparaturnya sendiri belum disiapkan untuk menerjemahkan konsep pembangunan lingkungan,” paparnya.

Tentang sumber air bersih, hasil penelitian awal yang dilakukan Politeknik Negeri Bali dan IDEP menunjukkan intrusi air laut terjadi di beberapa titik hampir di keseluruhan pulau ini. Jumlah air tanah yang menipis dan rusaknya sumber-sumber mata air memerlukan perhatian dan penegakan hukum yang jelas. “Saat ini sudah ada peraturan yang jelas yang mengatur mengenai sumur bor, daerah resapan air serta tata laksana pemanfaatan air untuk industri pariwusata, apakah peraturan ditegakkan?” tanyanya.

Sedangkan Adi Wiryatama, Ketua DPRD Bali dari PDIP, partai yang sama dengan Gubernur-Wagub terpilih mengatakan dengan fungsi penganggaran dan pengawasan, pihaknya akan bersinergi dengan pemerintah mewujudkan visi misinya. Koster menggantikan Made Mangku Pastika yang menjabat gubernur selama 2 periode (2008-2018). Koster-Cok Ace mendapat 57,68% perolehan suara.

 

Exit mobile version