Mongabay.co.id

Hukuman untuk Pelaku Kejahatan Satwa Liar Dilindungi Harus Maksimal

Perburuan harimau sumatera tetap terjadi dikarenakan permintaan yang tinggi dari pasar gelap baik dalam bentuk awetan maupun organ tubuh. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Kejahatan terhadap satwa liar dilindungi, seperti perburuan dan perdagangan harimau sumatera, levelnya setara dengan kejahatan narkoba dan tindak korupsi. Bahkan, dampaknya dinilai jauh lebih besar dibanding narkoba. Tapi, kenapa hukuman terhadap para pelaku kejahatan satwa liar dilindungi ini masih rendah?

“Menurut saya, hukuman terhadap para pelaku kejahatan satwa liar dilindungi harus berat. Minimal, sama dengan hukuman pengedar narkoba atau koruptor, dengan begitu akan memberikan efek jera,” kata Edi Sopian, Komandan Brigade SPORC Sumatera Selatan kepada Mongabay Indonesia, Rabu (19/9/2018).

Jika narkoba berdampak hanya pada manusia, namun berkurangnya harimau sumatera membuat ekosistem hutan di Sumatera terganggu. Lebih jauh, masa depan Bumi turut terancam. Artinya, mengatasi narkoba itu cukup para penjahat dipenjara dan korbannya direhabilitasi. Dengan begitu, lingkungan dapat berjalan normal kembali. Sementara jika harimau sumatera punah, tidak mungkin akan dilahirkan atau diciptakan kembali. Eksosistem pun berubah, perbaikannya akan banyak menguras biaya, waktu, dan tenaga.

“Hutan yang selama ini aman karena dijaga harimau sumatera, akan gampang atau mudah diakses berbagai pihak. Terlebih bagi mereka yang berniat jahat untuk merusaknya,” lanjutnya.

 

Perburuan harimau sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser dan wilayah lain di Sumatera memang terus terjadi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Edi mengatakan, di Kabupaten Ogan Komering Ilir, dulu wilayah di sini merupakan habitat harimau sumatera. Tapi sejalan dengan maraknya perburuan harimau, hutan pun dengan mudah dibuka, baik oleh perusahaan HPH maupun kegiatan lainnya. Keberadaan gajah sumatera yang tersisa juga ikut terancam karena habitatnya rusak. Selanjutnya peristiwa kebakaran, kekeringan, atau banjir dengan mudahnya terjadi karena hutan tidak ‘angker’ lagi,” kata Edi.

Dengan pertimbangan dampak ini, sebaiknya hukuman terhadap para pemburu atau pedagang harimau sumatera dan satwa dilindungi lainnya harus berat. Atau, setara dengan pengedar narkoba. “Bila perlu, hukuman seumur hidup atau hukuman mati,” ujarnya.

Saat ini, ancaman maksimal lima tahun penjara memungkinkan para pelaku hanya divonis beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan. “Hukuman ini jelas tidak membuat pelaku takut untuk menjalankan aksinya,” jelasnya.

Meylanda Purnamasari dari Tiger Heart Palembang saat diskusi yang digelar Mongabay Indonesia dan HarimauKita di Palembang, 25 Agustus 2018, menyatakan hal yang sama. “Kami menilai hukuman yang diterima para pelaku kejahatan terkait harimau sumatera terlalu ringan. Padahal, ini selevel narkoba. Dampaknya membuat masa depan Bumi terancam, sehingga harus dihukum berat,” ujarnya.

“Kami sebagai generasi muda yang paling dirugikan jika harimau sumatera punah. Selain ancaman perubahan iklim, krisis pangan, juga bencana lainnya akan kami rasakan akibat kerusakan hutan, lantaran penjaga hutan seperti harimau, gajah, dan satwa liar lainnya terus diburu,” jelasnya.

 

Perburuan harimau sumatera tetap terjadi dikarenakan permintaan yang tinggi dari pasar gelap baik dalam bentuk awetan maupun organ tubuh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Badan khusus satwa dilindungi

Jika dilihat maraknya perburuan satwa liar dilindungi, tampaknya pemerintah Indonesia harus membentuk badan khusus seperti badan yang menangani kasus narkoba dan korupsi.

“Seperti BNN untuk narkoba atau KPK untuk korupsi. Badan ini melibatkan seluruh unsur penegak hukum di Indonesia, memiliki tenaga khusus, dan anggaran khusus yang mumpuni. Ini jika pemerintah sepakat, kejahatan terhadap satwa liar dilindungi merupakan musuh kita bersama,” kata Edi.

Dr. Najib Asmani, Staf Khusus Gubernur Sumatera Selatan, sebelumnya pernah menyampaikan jika pemerintah Sumsel tengah mengusulkan peraturan daerah tentang pembangunan hijau. “Salah satu isinya nanti akan mendorong keterlibatan pemerintah daerah dalam melindungi satwa dilindungi, seperti harimau sumatera. Aturan ini juga mendukung upaya penegakan hukum yang maksimal terhadap para pelaku kejahatan satwa dilindungi sesuai undang-undang yang berlaku,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version