Mongabay.co.id

Akhirnya Badak Sumatera Itu Lahir di Penangkaran (Bagian 3)

 

Seri tulisan sebelumnya dapat dilihat pada tautan ini. Tulisan pertama. Tulisan kedua.

 

Saya mengunjungi bekas kandang badak sumatera di Kebun Binatang Cincinnati bersama Terri Roth, Kepala Pusat Konservasi & Penelitian Margasatwa Terancam Punah (Center for Conservation & Research of Endangered Wildlife, CREW). Bersama kami, Paul Reinhart, koordinator tim badak Kebun Binatang Cincinnati, turut mendampingi.

Sekarang kandang itu diisi oleh kapibara, -sejenis satwa rodentia endemik asal Amerika Selatan. Kandang itu didesain secara megah dengan model kanopi, terbangun dari struktur logam seharga setengah juta dollar yang tampak seperti payung raksasa. Rancangannya di bangun untuk melindungi mata badak dari terik matahari langsung. Menyerupai kanopi pohon hutan hujan tropis.

“Setiap saya berjalan di sini, saya selalu melihat foto-foto itu,” ujar Reinhart, sambil menunjuk foto semua badak sumatera yang pernah tinggal di kandang itu. Diantaranya pasangan Ipuh dan Emi, anak-anak mereka Andalas, Suci; dan badak yang paling dia sayangi, si bungsu Harapan.

“Saya amat merindukan semua badak-badak itu,” katanya.

 

Terri Roth saat berada di salah satu kandang di Kebun Binatang Cincinnati yang pernah menjadi ‘rumahnya’ badak sumatera. Sekarang, kandang tersebut ditempati kapibara bernama Cossatot dan dua emu. Foto: Jeremy Hance

 

Kesempatan Terakhir untuk AS

Pada bulan Februari 1995, -setahun sebelum Terri Roth menjadi Direktur CREW, dua badak sumatera mati hanya dalam waktu lima hari di Kebun Binatang San Diego. Sejak saat itu, hanya tersisa tiga badak sumatera di seluruh Amerika Serikat: Rapunzel, Emi, dan satu jantan, Ipuh.

Satu dekade sebelumnya, pada tahun 1984, para ahli badak memulai rencana besar untuk menangkap badak sumatera yang ada di alam liar, untuk kemudian coba membiakkannya di berbagai fasilitas penangkaran yang ada di Indonesia, Malaysia, Inggris dan AS.

Meskipun para konservasionis mampu menangkap 40 badak selama sebelas tahun, program itu berubah menjadi bencana. Pada tahun 1995, hampir setengah dari 40 badak mati karena faktor pemberian pakan yang buruk, penyakit, kecelakaan, dan ketidaktahuan lainnya.

 

Ipuh di kandangnya di Kebun Binatang Cincinnati. Ipuh dan Emi memiliki tiga keturunan di penangkaran ini. Foto: Cincinnati Zoo

 

Dalam masa itu, tak ada seekor badak pun yang lahir di penangkaran. Program pun terancam berhenti. Terakhir, seekor badak asal Sabah dikirim ke AS tahun 1995.

Di sisi lain dunia, Inggris hanya memiliki satu badak, jantan bernama Torgamba. Di Semenanjung Malaysia ada delapan. Sabah memiliki lima, tetapi hanya ada satu betina. Indonesia memiliki dua badak di penangkaran, keduanya betina.

Dengan hanya tiga badak tersisa, -dua betina dan satu jantan, komunitas kebun binatang AS hanya memiliki satu senjata pamungkas, yaitu mengumpulkan badak tersisa dalam satu kebun binatang. Masalahnya, tiga badak sumatera di AS hidup terpencar: Ipuh di Kebun Binatang Cincinnati, Rapunzel di Kebun Binatang Bronx, dan Emi di LA Zoo.

 

Ara, jantan, saat berduaan dengan Pajang, betina, di Sungai Dusun di Semenanjung Malaysia. Di Sungai Dusun ini pengembangbiakan badak coba dilakukan namun tidak berhasil. Foto: Mohammed Khan bin Momin Khan

 

Ed Maruska, Direktur Kebun Binatang Cincinnati, yang saat itu ambil peran meyakinkan kebun binatang lain untuk mengirimkan sisa badak mereka ke tempatnya. Akhirnya pada bulan Agustus 1995, -hanya selang beberapa bulan setelah Kebun Binatang San Diego kehilangan dua badaknya, mereka bersepakat tiga badak terakhir dikumpulkan di Cincinnati.

Maruska mengingat saat pertama kalinya dia melihat badak sumatera. “Itu adalah binatang berbulu. Sangat unik dan sangat primitif. Cincinnati harus menjadi bagian dari program penangkaran ini.”

Langkah besar kedua yang dilakukan Maruska terjadi tahun 1996. Dia menarik Terri Roth untuk bekerja padanya. “Saya ingat Ed berkata, kita harus membiakkan badak ini. Ini kesempatan terakhir,” kenang Roth. Sadar akan kesulitan yang bakal dihadapi, Maruska tak memberikan target waktu kepada Roth kapan itu harus terjadi.

 

Terri Roth (kiri) dan Paul Reinhart (kanan) di Cincinnati Zoo. Foto: Jeremy Hance

 

Akhir Penantian

Ruang kerja Terri Roth penuh dengan replika badak. Badak logam pahatan, boneka mainan badak, badak plastik, badak kayu, dan poster badak. Hampir semuanya pemberian. Roth, telah menjadi selebriti diantara konservasionis badak. Itu karena dia berhasil mencapai sesuatu yang orang lain belum pernah lakukan sebelumnya, membiakkan badak sumatera.

Mengawinkan badak bukan perkara mudah. Ketika masa birahi tiba, satwa-satwa itu malah bertarung satu sama lain, kadang hingga ada yang cedera. Bahkan jika berhasil dikawinkan, betinanya tidak pula kunjung hamil.

Hal pertama yang dilakukan Roth dalam tugasnya adalah mengecek siklus reproduksi badak betina. Dia menganalisis lewat ultrasound, -alih-alih penggunaan anestesi yang merupakan sebuah tindakan beresiko. Hasilnya, Roth mengetahui bahwa Rapunzel tak bakal dapat hamil karena ada semacam tumor dalam rahimnya. Harapannya hanya ada satu: pada Emi.

“Tiga kali seminggu ultrasound dilakukan, namun selama delapan bulan kami memantau, kami belum juga bisa mengetahui siklus reproduksinya,” ungkap Roth. Ternyata, Emi tidak kunjung berovulasi (red. ovulasi; mengeluarkan sel telur pada betina yang siap dibuahi).

Pada musim panas 1997, Roth membuat keputusan beresiko. Dia memutuskan menyatukan Emi dan Ipuh dalam satu kandang bersama, meskipun saat itu mereka tidak tahu persis kapan pastinya jadwal ovulasi Emi.

Seperti di alam liar, betina dan jantan badak sumatera biasa hidup soliter. Jika mereka digabung dalam satu kandang, yang terjadi mereka bisa berkelahi. Pertarungan bisa sangat berbahaya, dimana salah satu badak bisa saja terluka parah. Jika ini terjadi untuk hewan biasa, mungkin bisa dimaklumi. Tapi ini badak sumatera! Satwa yang jumlahnya amat sedikit di alam, dan mereka sedang berada di ujung jurang kepunahan.

“Kami satukan jika yang jantan sudah diberi makan. Setelah makan, Ipuh biasa ke kolam, baru kami masukkan Emi. Semua penjaga pun super waspada. [Untungnya] Ipuh tipe jantan yang tidak suka berkelahi,” ujar Roth. “Ipuh senang berendam di kolam, Emi suka datang mendekati. Tapi, keduanya tidak berkelahi.”

 

Ipuh saat berada di Cincinnati Zoo. Foto: Cincinnati Zoo

 

Rutinitas itu berlangsung selama 42 hari. Semua anggota tim berharap-harap cemas jika dua hewan seberat masing-masing 1 ton itu berkelahi. “Hingga suatu hari ada suatu peristiwa yang ditunggu-tunggu. Emi keluar dari kolam, Ipuh mulai mengikutinya dan terjadilah perkawinan itu,” jelas Roth.

Ipuh ternyata bukan pejantan berpengalaman, dia terus-menerus mencoba. Meski demikian, perkawinan itu adalah peristiwa historis. “Dua hari setelah itu, saya lakukan ultrasound dan saya temukan bahwa Emi berovulasi untuk pertama kalinya,” ujar Roth senang.

Ternyata badak sumatera adalah ovulator induksi, yang artinya betina membutuhkan interaksi dengan jantan agar dia dapat memulai sistem reproduksinya. Mereka tidak harus berhubungan seksual untuk berovulasi. Betina hanya butuh waktu tepat bertemu dengan jantan dalam siklus reproduksi mereka.

“Saya rasa ovulasi adalah bentuk respon betina saat dia bertemu dengan jantan,” jelas Roth.

Namun, tim tidak tahu berapa lama siklus Emi, jadi mereka memulai lagi menghitung siklus harian yang ada, dan 21 hari kemudian Ipuh dan Emi pun kawin lagi dan kali ini berhasil hamil.

“Itu kehamilan pertama Emi, kami terkejut [tapi senang], karena ini termasuk cepat,” kata Roth. “Kami melihat janin kecil berkembang. Kami melihat detak jantung. Namun, seminggu kemudian sayangnya embrio itu hilang. Namun setidaknya kami tahu Emi betina subur. Setidaknya semuanya jalan sesuai rencana.”

 

Para peneliti di Kebun Binatang Cincinnati menganalisis kehamilan Emi melalui ultrasound dengan hati-hati. Foto: Cincinnati Zoo

 

Tim sekarang memiliki informasi yang mereka butuhkan. Mereka tahun Emi membutuhkan interaksi dengan jantan untuk berovulasi. Mereka tahu siklusnya sekitar 21 hari, mereka tahu berapa lama folikel akan tumbuh selama siklus itu. Sayangnya Emi terus keguguran.

Roth mulai menjalankan tes darah untuk melihat apa ada yang salah. Dia membandingkan dengan sampel darah badak yang ada di penangkaran, baik yang ada di Indonesia dan Malaysia. Namun Emi terus menerus keguguran dalam kandungan, bahkan hingga lima kali.

“Akhirnya saya mencoba memberi suplemen progesteron, saya pikir itu tidak berhahaya [untuk Emi],” kata Roth. Progesteron adalah hormon yang diproduksi ovarium selama fase kehamilan. Itu terjadi di tahun 2000, empat tahun setelah Roth dipekerjakan.

Dan treatment itu berhasil, kali ini Emi hamil tanpa keguguran. Sekarang masalahnya, tak ada seorang pun yang tahu pastinya lamanya masa kehamilan badak sumatera. “Ada yang bilang tujuh bulan, tapi saya tidak percaya, rasanya kehamilan badak tidak ada yang secepat itu.”

Enam belas bulan kemudian, Emi melahirkan bayi badak jantan: Andalas. Ia bukan hanya badak sumatera pertama yang lahir di penangkaran dalam 112 tahun, tetapi keberhasilan nyata pertama dari program penuh tragedi yang diluncurkan pada 1984.

 

Emi dan anaknya, Andalas, di Kebun Binatang Cincinnati. Foto: Dave Jeniku/Cincinnati Zoo

 

Cincinnati Terdepan

Kebun Binatang Cincinnati, adalah yang tertua kedua di AS, ia terletak di tengah perbukitan di sekitar Sungai Ohio. Keberadaanya dianggap sebagai salah satu kebun binatang terbaik di dunia. Ia memiliki sejarah panjang keberhasilan penangkaran satwa seperti jerapah hingga bison. Namun tak ada satupun yang mampu menandingi keberhasilan kelahiran Andalas.

Hal itu sekaligus menjawab argumen Tom Foose tahun 1984, tentang mengapa kebun binatang di AS dan Inggris perlu dilibatkan dalam pemuliaan badak sumatera. Ini karena mereka memiliki teknologi dan keahlian yang dibutuhkan.

“Ini contoh baik bagaimana kebun binatang dapat berkontribusi untuk konservasi,” ungkap Roth. Tak hanya memiliki sejarah panjang penangkaran, Cincinnati juga memiliki fasilitas penelitian: CREW, yang memang dikhususkan untuk pekerjaan seperti ini.

Maruska pun akhirnya dapat menarik nafas lega. Selama ini dia dihujani kritik. Mereka dituduh karena sewenang-wenang mengambil hewan liar dari habitatnya hanya untuk dipamerkan dan mencari keuntungan semata.

Mereka pun diambang kegagalan saat keguguran kandungan terjadi terus-menerus dalam kasus Emi.

“Terry adalah orang yang benar-benar tepat untuk melakukan pekerjaan itu,” kata Maruska. “Saya percaya bahwa jika misalnya dulu kita memiliki badak sumatera yang lebih banyak, kita sudah jauh lebih maju melangkah pada hari ini.”

Hal selanjutnya bagi Roth adalah membuktikan pada dunia bahwa kelahiran Andalas bukan suatu kebetulan. Emi dan Ipuh pun diharap mampu memberi adik untuk Andalas.

 

Andalas, badak sumatera pertama yang lahir dan dibesarkan di penangkaran selama lebih dari satu abad. Foto: Cincinnati Zoo

 

Hal itu pun lalu terjadi. Tahun 2004, Emi melahirkan anak keduanya: Suci. Di tahun 2007, ia melahirkan anak ketiganya: Harapan, seekor jantan. Roth berhasil membawa kedua kelahiran itu tanpa menggunakan hormon sintetis.

“Saya ingin membuktikan mereka dapat melakukan ini secara natural,” ujar Roth. Menurutnya, progesteron hanya penting untuk merangsang kehamilan pertama untuk Emi.

“Begitu mereka bereproduksi, buat mereka agar terus berproduksi. Karena saat semuanya sehat dan semuanya bekerja dengan benar, Anda tidak ingin berhenti,” jelas Roth.

Sayangnya, Emi mati di tahun 2009 karena penyakit penumpukan zat besi (iron storage disease). Awalnya Roth tak tahu apa yang salah. Penyakit ini baru dapat terdiagnosis setelah kematian Emi. Pada tahun 2013, Kebun Binatang Cincinnati memutuskan untuk menyuntik mati Ipuh. Kondisinya parah. Ia mengidap kanker, ia berhenti makan dan nyaris tidak bisa berjalan.

“Sulit untuk menggambarkan perasaan hati kita saat lihat mereka lahir. Tapi lebih sedih lagi saat melihat mereka mati,” jelas Reinhart. Dia begitu dekat dengan badak-badak sumatera itu.

Reinhart telah menghabiskan 22 tahun hidupnya untuk merawat Ipuh. “Ia menyumbangkan begitu banyak pengetahuan yang kami butuhkan tentang memperbanyak spesiesnya. Ia bersama kami sampai saat terakhir.” Hari ini, jasadnya yang diawetkan dapat dijumpai di Cincinnati.

Setahun berselang, kabar buruk lain datang. Suci, putri Emi dan Ipuh, mati karena penyakit penumpukan zat besi. Penyakit yang sama dengan induknya.

“Kami mulai curiga dengan kondisi Suci, saat dia mulai menunjukkan gejala mirip seperti Emi,” ungkap Roth. Suci baru berusia sembilan tahun, ia sempat sembuh setelah melewati pengobatan, namun kemudian kesehatannya memburuk.

“Hatinya rusak,” terang Roth.

 

Foto ini diambil tahun 2017, tampak Zulfi Arsan, dokter hewan di Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung, Indonesia, memberi makan Andalas, badak sumatera kelahiran Amerika. Foto: Jeremy Hance

 

Roth punya teori. Dia percaya bahwa penyakit penumpukan zat besi yang terjadi di Cincinnati disebabkan oleh evolusi badak sumatera, -spesies yang hidup di hutan hujan tropis. Aslinya, di tubuh badak sumatera banyak sekali dijumpai parasit dan serangga yang terus-menerus menggigit dan menguras darah mereka.

“Itu mengapa badak menyerap banyak zat besi dari makanan yang mereka peroleh, karena mereka dihinggapi parasit. Mereka berdarah, tubuh mereka lalu coba memperbaiki jaringan yang koyak karena dikunyah parasit. Mereka membutuhkan zat besi sepanjang waktu,” jelasnya.

“Nah, saat mereka dibawa ke kebun binatang kami yang fasilitasnya steril, mereka tidak bisa mengeluarkan zat besi lagi.”

***

 

Pada saat kematian Suci, terjadi pergeseran pemikiran di kalangan konservasionis. Banyak ahli yang berpikir hal terbaik adalah mengembalikan badak sumatera ke lingkungan asli mereka. Di habitat alam liarnya, badak bakal memiliki akses untuk makan makanan alami, sesuatu yang dipercaya para ahli akan mendorong perkawinan dan berkurangnya penyakit.

Pada tahun 1998, Indonesia membuka Suaka Rino Sumatera (SRS) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. SRS menjadi rumah bagi pasangan badak: Bina, -betina yang dibawa dari Taman Safari Indonesia, dengan jantan Torgamba, yang dipulangkan jauh-jauh dari Inggris. Sayangnya perkawinan yang diharapkan tidak pernah berhasil.

 

Ipuh, jasadnya diawetkan di Cincinnati Zoo. Foto: Jeremy Hance

 

Hingga akhirnya di tahun 2005, seekor badak liar, Ratu dapat ditangkap dan dimasukkan dalam penangkaran. Ia ditangkap setelah ditemukan berkeliaran di sebuah desa. Ia lalu dibawa ke SRS untuk keselamatannya.

Pada tahun 2007, AS mengirim Andalas, anak jantan pertama yang lahir di penangkaran. Ia dikirim ribuan mil dengan harapan dapat berbiak dengan pasangan yang tidak segaris keturunan. Para staf di Cincinnati saat itu pun merasa itu adalah waktu yang tepat untuk mentransfer pengetahuan yang mereka miliki ke negara lain.

Di SRS, Andalas pun dikawinkan dengan Ratu. Mereka menghasilkan keturunan: Andatu badak jantan yang lahir tahun 2012, dan Delilah badak betina yang lahir tahun 2016.

“Saya amat bergembira karena mereka berhasil melakukannya di Indonesia. Kami sadar yang kami lakukan bukan untuk kami semata. Kami senang, apa yang kami lakukan akhirnya dapat diteruskan pihak lain,” jelas Roth.

 

Harapan, badak terakhir yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati di Ohio, sekarang ia hidup di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas di Lampung, Indonesia. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Terakhir, Kebun Binatang Cincinnati membuat salah satu keputusan yang paling sulit: mengirim Harapan, badak terakhir mereka, -dan favorit publik Cincinnati, pulang ke Indonesia.

“Banyak dari kami berharap bisa mendapatkan lebih banyak badak. Kami berharap kami bisa mendapatkan betina dari Indonesia dan membesarkannya dengan Harapan, dan melanjutkan program ini. Tapi kami sadar, hal itu teramat sulit, ” kata Roth. Hal terbaik adalah memulangkan Harapan ke Indonesia.

 

Peti ini yang dipersiapkan untuk Harapan dalam perjalanan pulangnya dari Ohio ke Indonesia. Foto: Cincinnati Zoo

 

Pada tahun 2015, Harapan melakukan perjalanan dari Cincinnati ke Sumatera, menyusul kakak laki-lakinya, Andalas. Harapan adalah badak sumatera terakhir di Cincinnati, bahkan di seluruh AS. Ia sekaligus menutup suatu lembar sejarah, tiga dekade upaya penangkaran badak di luar negeri.

***

 

“Kami merindukan Harapan. Tapi kami tahu dia berada di tempat yang lebih baik. Bagaimanapun dia anak terakhir kami. Kami mencintainya. Sampai sekarang pun saya masih merindukannya,” ungkap Reinhart.

Kedatangan Harapan di Sumatera menandakan kembalinya semua badak sumatera yang berada di luar negeri ke habitat aslinya di Sumatera. Meski demikian tujuan pertemuan 1984 masih jauh dari goal: mencapai target populasi yang berkelanjutan.

Tentu kita tak mau cerita kepunahan spesies seperti dodo, harimau tasmania maupun badak berbulu terulang kembali.

 

[Diadaptasi dan diterjemahkan dalam bahasa populer oleh Ridzki R Sigit. Sumber tulisan asli di Mongabay.com dapat dijumpai pada   tautan ini]

 

 

Exit mobile version