Mongabay.co.id

Sekali Jerat, Ibu dan Dua Bayi Harimau Sumatera Tewas, Ini Foto-fotonya…

Janin harimau yang mati dalam kandungan ibunya akibat terjerat sedang dinekropsi oleh Dokter hewan Andita Septiandini. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

Kabar menyedihkan datang dari Riau. Rabu (26/9/18), harimau betina ditemukan mati terjebak jerat kawat sling sepeda motor di perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung, Kuantan Singingi, Riau. Lokasi ini berjarak lima kilometer dari Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Batu (Rimbang Baling), habitat penting harimau Sumatera.

Suharyono, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau kepada media, mengatakan, mendapat info dari pusat pelaporan BKSDA (call center) Selasa (26/9/18) pagi. Diapun menugaskan tim penyelamat ke lokasi yang berjarak dua jam dari Pos Resort Petai KSDA Wilayah 1 pakai sepeda motor.

Setiba di lokasi, harimau sudah terlepas. Tim menelusuri keberadaan harimau ke sekitar tempat kejadian. Karena sudah malam, penyisiran lanjut esok hari. Kamis siang, tim menemukan harimau sudah jadi bangkai menggantung di pinggir jurang dengan kondisi tali jerat membelit pinggang. Harimau itu diperkirakan berhasil meloloskan diri namun membawa serta tali jerat.

“Tali jerat tersangkut di semak dan membelit pinggangnya hingga menggantung di tepi jurang dan mati,” katanya.

Saat ditemukan, bangkai betina in sudah menggembung. Sepintas tak telihat lagi tali sling karena sudah menekan ke dalam. Bangkai dibawa ke klinik hewan BKSDA Riau di Pekanbaru sekitar 4-5 jam perjalanan darat dari lokasi.

Andita Septiandini, dokter hewan yang melakukan nekropsi mengatakan, harimau betina berumur 3,5 tahun. Bayi berumur 100 hari atau dua pekan lagi lahir.

“Ini kemungkinan kehamilan pertama. Anaknya jantan dan betina. Dari hasil nekropsi penyebab kematian asfiksia saat organ berhenti berfungsi karena tidak mendapat suplai oksigen. (dan) kerusakan atau pecah organ ginjal yang disebabkan jerat sangat kencang menekan pinggang,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (29/9/18) pagi.

Dokter Andita menjelaskan, saat dibedah, umur kematian belum 24 jam. Seharusnya ini bisa diselamatkan namun karena bangkai ditemukan di area sulit terjangkau dan terbuka serta disinari matahari, proses dekomposisi cepat hingga bangkai membeku.

“Kematian tak lebih 24 jam. Sudah mengalami kekakuan, karena area terbuka, disinari matahari,” katanya.

 

Harimau betina tewas bersama dua janin. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

 

Proses pembedahan ini membuat Fitriani Dwi Kurniasari, striptosecure.id, syok. Dia ditugaskan kantor meliput dan mengambil foto pada bagian mengeluarkan janin harimau pukul 10.00 malam. Aroma busuk sangat menyengat hingga mengganggu konsentrasinya.

“Syok, sedih dan marah. Sampai gemetaran, aku nangis sambil moto-motonya. Kok bisa sampai tiga nyawa. Gimana ya, karena harus fokus ambil gambar walau gemetar pegang kamera,” katanya kepada Mongabay.

 

 Kecam keras

Suharyono, mengecam aksi jerat hingga harimau betina mati. Apalagi, setelah tahu ada dua janin siap lahir dalam rahim sang ibu. Sejak kejadian, BKSDA telah menurunkan tim menyapu jerat-jerat di sekitar lokasi dan beberapa wilayah rentan terhadap ancaman perburuan.

BKSDA juga memproses seorang warga berinisial E, diduga memasang jerat. Berdasarkan UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku yang pembuat jerat dapat dihukum penjara lima tahun, denda Rp100 juta.

Febri Anggriawan Widodo, Module Leader Riset Harimau WWF Sumatera Tengah mengecam dan menyayangkan kejadian ini. Kematian satu harimau saja membuat sedih apalagi ikut dua anak tewas.

“Dengan hilangnya individu produktif ini akan berpengaruh pada ketahanan produksi populasi,” katanya dihubungi Mongabay, Jumat (28/9/18).

Febri bilang, sejumlah pihak berupaya banyak melindungi harimau Sumatera terutama di Rimbang Baling. Saat ini fokus utama WWF di kawasan ini. WWF mencatat populasi harimau Sumatera di alam liar secara umum cenderung bertambah sesuai program pemerintah meningkatkan populasi 10% dari satwa terancam punah.

“Kita harus jadikan ini pembelajaran. Apalagi ini kejadian di luar kawasan bahkan di luar buffer zone. Memang di Rimbang Baling, walau ada penambahan kelahiran baru, kita juga temukan ancaman seperti jerat, baik jerat hewan hama maupun khusus jerat harimau. Dari tim lapangan, kami masih temukan jerat harimau yang kebanyakan (dipasang) di dalam (kawasan),” kata Febri.

Dia mengimbau, warga mengusir hama tak lagi gunakan sling kawat dan jerat buat binatang lain jadi korban apalagi hewan terancam punah. Dia beri masukan, warga bisa membuat pagar yang membatasi gerak hewan hama bagi perkebunan mereka. Petani juga bisa membuat bunyi-bunyian untuk menakuti hama atau menanam tanaman yang tak disukai hewan tertentu.

Selain itu, katanya, perburuan harimau memang jadi ancaman nomor wahid di Rimbang Baling. Penyempitan hutan karena pembalakan liar dan perkebunan-perkebunan baru membuat habitat Rimbang Baling makin terancam.

 

Dua janin harimau yang mati dalam kandungan ibunya yang terjerat sedang dinekropsi oleh Dokter hewan Andita Septiandini, di BBKSDA Riau, Pekanbaru, Rabu (26/9/18). Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

 

Lokasi kejadian harimau mati ternyata di kelilingi kebun sawit. Tak ada hutan lagi kecuali semak belukar.

“Di (foto) citranya, (lokasi) berada di hutan sekunder. Namun sudah ada kebun sawit dan semak belukar. Foto yang dikirim, pohon sawit baru tanam atau kurang dari lima tahunan.”

Data WWF menyebutkan, populasi harimau Sumatera di alam liar antara 371-600. Beberapa tahun belakangan ada penambahan. Penambahan itu, lantaran perubahan metode survei dengan sebelumnya.

Pada Hari Harimau Sedunia, 29 Juli lalu, KLHK dan WWF merilis video dari kamera jebak. Dalam video itu, Rima diketahui memiliki tiga anak pada 2015. Video keluarga kecil itu direkam pada 2015.

Pada 2017, kamera jebak di rimba yang sama, terlihat Rima sedang berjalan dengan empat anak masih kecil. Jadi Rima telah melahirkan tujuh harimau Sumatera, menambah populasi cukup signifikan hanya dari rahim Rima.

Model survei baru ini, katanya, telah diterapkan sejak 2012-2015. Data masih dianalisis. Dengan tertangkap kamera Rima dengan tujuh anak juga membuat pihak terkait mengoreksi populasi harimau. WWF masih menunggu rilis resmi dari pemerintah.

 

Harimau betina yang tewas tergantung di jurang gara-gara terkena jerat sling kawat. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

 

Keterangan foto utama:    Janin harimau yang mati dalam kandungan ibunya akibat terjerat sedang dinekropsi oleh Dokter hewan Andita Septiandini. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

Exit mobile version