Mongabay.co.id

Fokus! Jangan Pernah Lelah Menyelamatkan Badak Sumatera

Badak sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay Indonesia

 

Berbagai cara digaungkan aktivis lingkungan untuk menyelamatkan kehidupan badak sumatera. Termasuk, melakukan penyadartahuan kepada masyarakat dan siswa sekolah mengenai peran penting satwa bercula dua ini dalam ekosistem hutan.

Kepedulian ini ditunjukkan oleh konsorsium tiga lembaga pada perayaan Hari Badak Sedunia yang diperingati pada 22 September setiap tahun. Adalah Yayasan Badak Indonesia (YABI), World Wide Fund for Nature (WWF), dan Wildlife Conservation Society (WCS) yang keliling lima desa penyangga di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Mereka bergerak ke tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah perlindungan intensif/Intensive Protection Zone (IPZ) TNBBS. Tercatat, Desa Sukamarga, Bumi Hantatai, Teba Liyokh (Kabupaten Lampung Barat), Penengahan Laay (Kabupaten Pesisir Barat), dan Margomulyo (Kabupaten Tanggamus) Provinsi Lampung, yang dikunjungi.

“Bum bum bum bum! Di dalam hutan yang lebat dan pepohonannya tinggi, tinggallah seekor badak. Badak ini sangat senang menjelajah penjuru hutan sembari mencari makanan kesukaannya.”

Begitu Kak Resha, pembawa acara Jejak Rimba memulai dongengnya mengenai badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).  Melalui dongeng ke siswa sekolah dasar di lima desa penyangga TNBBS, diharapkan generasi penerus ini dapat mengenal dan berempati terhadap kehidupan badak sumatera, satwa liar kebanggaan Indonesia.

“Selain perburuan, gangguan habitat merupakan ancaman utama keberlanjutan hidup badak Sumatera dan satwa liar lainnya di TNBBS. Kami mengajak masyarakat ikut menjaga hutan dan peduli lingkungan,” ujar Rhoma Purwata, Kepala Resort Sukaraja TNBBS, ketika memberikan sambutan di Desa Margomulyo, Selasa (25/9/2018).

 

Badak sumatera yang jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 100 individu. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Masih dalam rangkaian peringatan Hari Badak Sedunia, Universitas Lampung (Unila) bekerja sama dengan Mongabay Indonesia meluncurkan portal http://www.badak.id, Kamis (27/9/2018). Situs ini memuat informasi perihal badak beserta infografis.

“Ini baru pertama kalinya, akademisi dan media lingkungan berbagi pengetahuan juga keahlian untuk penyelamatan badak sumatera yang populasinya sekitar 100 individu,” kata Pimpinan Mongabay Indonesia Ridzki R. Sigit, pada “Workshop Peranan Media Sosial dan Jurnalistik Lingkungan untuk Penyelamatan Badak Sumatera” di Gedung Rektorat Unila, Lampung.

“Berbeda dengan badak jawa, badak sumatera hidup terpencar di habitat yang terpisah juga. Di masing-masing lokasi itu pun, belum ada rilis angka pasti jumlah badaknya. Masih perkiraan. Riset oleh para ahlinya masih terus berjalan,” lanjutnya.

Secara teknis Ridzki menjelaskan, pihaknya akan mendampingi mahasiswa Unila untuk mampu menulis jurnalistik populer sekaligus menyebarluaskan informasi badak sumatera.
  Menurutnya, bersama Unila, pihaknya juga akan melakukan pendampingan di Desa Labuhan Ratu VII guna mengembangkannya menjadi desa ekowisata.
  ”Harapannya, badak sumatera menjadi icon species yang dikenal luas masyarakat Lampung,” tuturnya.

 

 

 

Pakan badak

Dalam kerja sama ini pihak Unila berharap portal badak.id bisa menjadi database dan riset tentang badak yang mampu menyelesaikan persoalan badak itu sendiri.
  “Unila akan terkenal kalau bisa menyelamatkan badak kedepannya,” kata Rektor Unila Prof. Hasriyadi Mat Akin.

Hasriadi mengatakan, Unila telah melakukan penelitian dan membuat proyek percontohan pengadaan pakan badak dengan melibatkan masyarakat desa penyangga kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Tepatnya di Desa Margahayu, Labuhan Ratu VII,
Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Lampung.

Program tersebut telah berjalan di 2018. Warga telah menanam tujuh jenis pakan yang disukai badak. Desa Labuhan Ratu VII telah memiliki Rumah Konservasi yang digunakan untuk pelatihan dan pertemuan masyarakat setempat.  

”Melalui Rumah Konservasi, terbangun harmonisasi antara masyarakat, alam, dan satwa liar,” jelasnya.

 

Tanaman pakan badak ini berada di Desa Margahayu, Labuhan Ratu VII,
Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Lampung. Masyarakat setempat terus memantau perkembangannya. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Elly Lestari Rustiati, Dosen FMIPA Biologi Unila yang juga peneliti ekologi konservasi hidupan liar, menambahkan kegiatan warga setempat terus berkembang. “Berawal dari perbincangan dengan YABI, ternyata masih sangat dibutuhkan banyak pakan untuk badak yang ada di Suaka Rhino Sumatera (SRS), Way Kambas,” katanya.

Permasalahan tersebut coba dia bicarakan dengan masyarakat dan ternyata masyarakat memiliki keinginan kuat untuk menjadi bagian dari solusi.
  “Kami bawa ketika itu sekitar 10 orang perwakilan warga mengunjungi SRS, melihat langsung badak yang selama ini hanya mereka dengar ceritanya,” ujarnya.

Warga bersedia menanam pohon pakan badak di pekarangan belakang Rumah Konservasi. Untuk tahap awal seluas 400 meter persegi.

  “Sudah berjalan enam bulan dan warga sangat aktif melaporkan perkembangannya,” katanya lagi.

 

 

International Union for Conservation of Nature Species Survival Commission (IUCN-SSC) dalam keterangannya kepada media menyatakan, badak sumatera akan menghadapi kepunahan, bila tidak ada intervensi manusia untuk menyelamatkannya.

Setelah puluhan tahun diburu dan hutannya dirusak, ancaman terbesar yang dihadapi saat ini adalah jarak yang memisahkan populasi yang tinggal sedikit itu. Badak sumatera menghadapi risiko kemandulan bila tidak bisa bertemu pasangan untuk bereproduksi, yang pada akhirnya dikhawatirkan mati dengan sendirinya karena lama terisolasi.

Dengan populasi yang terfragmentasi dan tersebar dalam kantong-kantong kecil, harapan kelestariannya bergantung pada kemampuan para pelestari badak untuk menemukan dan memindahkannya dengan aman ke fasilitas yang dirancang khusus.

“Tantangan besar ini tidak dapat dijalani oleh satu organisasi saja. Kami IUCN-SSC, merasa bangga berada dalam aliansi yang kuat dan luar biasa ini, dan kami yakin bahwa kita akan melihat badak sumatera berkembang biak lagi,” kata Jon Paul Rodríguez, Ketua IUCN-SSC.

Aliansi yang dimaksud merupakan upaya jangka panjang para pihak mendukung program Pemerintah Indonesia dalam penyelamatan badak sumatera. Tercatat, ada Global Wildlife Conservation, International Rhino Foundation, International Union for Conservation of Nature, National Geographic Society, dan WWF dalam aliansi tersebut.

 

 

Exit mobile version