Mongabay.co.id

Gempa dan Tsunami Palu: Data Seputar Sesar Palu Koro Minim

Basarnas evakuasi korban gempa dan tsunami di Palu, Sulteng, Minggu (30/9/18). Foto: Twitter Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Humas BNPB

 

Gempa dan tsunami yang mengguncang Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, diyakini karena pergerakan sesar Palu Koro. Mekipun begitu, penyebab jelas tsunami masih dalam kajian terlebih data mengenai sesar yang cukup aktif ini masih sangat kurang.

Baca juga: Gempa dan Tsunami Palu-Donggala, Ratusan Orang Tewas, Infrastruktur Rusak Parah

Di Indonesia, setidaknya ada tiga lempeng tektonik bersinggunganyang hasilkan 295 titik sesar aktif yang kemudian memicu gempa bumi kecil dan besar menurut siklus. Sesar juga berpotensi tsunami jika terjadi gempa di dasar laut.

Di Sulawesi, terdapat sesar aktif, yaitu Palu Koro. Ia membentang dari Teluk Palu hingga ke Lembah Koro. Lalu menyambung ke Timur ke sesar Matano. Beberapa ahli geologi lain menyebut sesar Palu Koro sepanjang Teluk Palu hingga ke Teluk Bone, panjang mencapai 500 Km. Teluk Palu, Kota Palu, Toraja, wilayah Poso, Teluk Bone, atau Sulawesi Selatan dan Tenggara adalah beberapa wilayah yang dapat menanggung risiko itu, karena berada di wilayah sesar Palu Koro.

Trinirmalaningrum, Ketua Tim Ekspedisi Sesar Palu Koro dalam jumpa media di Jakarta, Sabtu (19/9/18) mengatakan, sudah melakukan perjalanan menyusuri sekaligus meneliti mengenai sesar Palu Koro dalam dua periode. Pertama, pada Maret 2017. Kedua, Agustus 2018. Persiapan selama tiga tahun.

“Terus terang ini ekspedisi sangat sulit. Sedikit lembaga yang tertarik dengan upaya pengurangan risiko bencana. Kami ekspedisi karena data sesar Palu Koro sangat minim. Kami berupaya mengumpulkan data sebagai bagian dari kesiapsiagaan bencana di Sulteng,” katanya.

Selama ini, sesar Palu Koro di Sulawesi, kurang banyak dibahas. Berbeda dengan sesar Semangko di Sumatera. Padahal, sesar Palu Koro, tepat membelah Kota Palu, ibu kota provinsi Sulteng. Kala gempa, dampak sosial, budaya, politik dan ekonomi bisa besar. Di dunia, katanya, ada tiga ibukota dilalui sesar aktif, yakni Palu (Sulteng), Wellington (New Zealand), dan San Franscisco (California).

“Kami tertarik dengan sesar Palu Koro karena Sesar ini sangat aktif. Diperkirakan pergerakan tujuh cm per tahun. Tak pernah diam,” katanya.

 

Sumber: BNPB

 

Berdasarkan catatan sejarah, berkali-kali sesar Palu Koro bergerak menimbulkan tsunami dan banyak korban jiwa.

Tri yang aktif di Perkumpulan Skala mengatakan, selama ekspedisi, menemukan jejak sejarah gempa kuno. Sejarah mencatat, pada 1907 terjadi gempa karena pergerakan sesar Palu Koro dan menimbulkan tsunami.

“Ada wilayah tanah kampung dan pasar hilang, itu di Mamboro. Kampung hilang itu turun dua meter, terletak di Donggala.”

Dalam ekspedisi itu, berbagai organisasi terlibat seperti Perkumpulan Skala, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Aksi Cepat Tanggap (ACT), Platform Nasional untuk Pengurangan Resiko Bencana, dan DisasterChannel.co.

“Kami berjalan dari Donggala, masuk Palu, Lore Lindu, Melawi juga ujung ke sungai Lariang dan masuk ke Lembah Bada dan Lembah Pesoa, tempat situs megalitikum yang sangat terkenal di Sulteng juga dilalui sesar Palu Koro,” katanya seraya bilang, belum mendapatkan informasi nasib 1.450 situs megalitikum yang tersebar di Taman Nasional Lore Lindu. Di sana, kata Tri, juga ditemukan jejak-jejak sejarah gempa yang pernah menghancurkan beberapa situs megalitikum.

Tiga hari sebelum gempa Sulteng, katanya, dia meminta rencana kontingensi kepada Badan Penanggulangan Bencana Kota Palu. Mereka tak menyimpan dokumen ini.

“Bisa dibayangkan, BPBD tidak mempunyai rencana kontingensi. Padahal, rencana kontingensi di BNPB yang saya baca itu persis dengan yang terjadi sekarang. Skenarionya terjadi 8 SR di Donggala, kemudian jembatan putus, bandara tak bekerja, wilayah penyangga dipilih Makassar. Itu rinci sekali,” katanya.

 

Presiden Joko Widodo, kala memantau pasca gempa dan tsunami Palu. Foto: Twitter Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Humas BNPB

 

Seharusnya, informasi dalam rencana kontingensi ini tersosialisasi jauh hari hingga ketika bencana tak panik. Rencana sudah dibuat, katanya, tetapi persiapan lemah.

 

Minim data

Sukmandaru Prihatmoko, Ketua IAGI mengatakan, data sesar Palu Koro masih kurang hingga mereka terlibat dalam ekspedisi ini.

“Misinya, mengangkat lagi potensi bencana hazard dari sesar Palu koro. Selama ini pandangan kita selalu terfokus ke sesar aktif sekali di Sumatera. Juga sesar lain di Sorong. Sesar ini aktif juga, perlu kita perhatikan.”

Indonesia, ada dia ntara tiga lempeng tektonik besar, yakni, lempeng India-Australia di selatan, Asia di utara atau barat laut dan lempeng Pasifik. Semua lempeng terus bergerak. Pertemuan lempeng-lempeng ini ada yang saling bertabrakan, saling geser, dan saling menjauh. Untuk sesar Palu Koro, lempeng dominan saling bergeser.

Gempa bumi terjadi karena pergerakan sesar Palu Koro, katanya, sudah sering terjadi. Pada 2017, beberapa kali gempa tercatat di sepanjang sesar Palu Koro dan Mantano. Pada Mei di Poso, dan Juni (Danau Matano) juga gempa.

“Kejadian di Poso waktu itu banyak sekali titik episenter tetapi tidak pas di sesar Palu Koro. Ia ada di sebelah kanan. Kejadian kemarin di Palu dan Donggala, titik berdekatan dengan gempa 1968 dengan skala 7,4 SR. Ini baru 50 tahunan lalu,”katanya.

 

 

Penyebab tsunami?

Sukmandaru mengatakan, tsunami biasa terjadi karena ada tabrakan dua lempeng. Kalau terjadi di laut, akan mengubah posisi volume air. Kalau naik, naik pula air laut dan mengakibatkan gelombang sampai ke daratan.

“Tetapi Palu Koro itu bukan karena tumbukan, lebih ke pergeseran. Menariknya di situ. Kenapa sesar Palu Koro sifatnya saling menggeser, tetapi menimbulkan tsunami?”

“Memang data-data di laut ini masih sangat kurang. Data-data struktur di sana sedikit hingga kita masih belum bisa menyimpulkan.”

Titik gempa di Donggala dan Palu, katanya, lebih banyak terjadi di darat. Hanya dua titik gempa di laut. Meski hanya dua titik, gempa menimbulkan tsunami.

“Yang di laut hanya di seberang Donggala. Ini gempa atau patahan mendatar sebenarnya sangat kecil kemungkinan tsunami. Tetapi kita tahu gempa ini menimbulkan tsunami besar dengan ketinggian sampai enam meter. Hingga menyebabkan kapal terlempar sejauh 70 meter,” katanya.

Sukmandaru mengatakan, ada tiga spekulasi prediksi mengenai penyebab tsunami. Pertama, sesar mendatar menyebabkan longsoran tebing di bawah laut yang akhirnya memicu tsunami. Sesar berada di daratan tetapi karena terguncang cukup keras, menyebabkan dasar laut longsor dan tsunami. Prediksi ini paling memungkinkan.

“Itu baru spekulasi kami. Kami masih terus evaluasi dengan para ahli gempa. Analisis kami belum selesai,”katanya.

 

Sumber: BNPB

 

Kedua, sesar mendatar memicu terbukanya sesar naik seperti terjadi di Lombok dan Sumbawa, beberapa waktu lalu. Sesar berada di darat tetapi memicu patahan naik di laut hingga tanah di bawah laut bergeser dan air laut naik menyebabkan gelombang tsunami.

“Kita coba lokalisir posisi itu berada di sebelah barat Kota Palu, tapi di laut. Itu perlu kita teliti lagi apakah itu betul penyebab tsunaminya?”

Ketiga, ada flower structure yang berasosiasi dengan sesar Palu Koro. Ada gerakan di bawah laut yang menaikkan dasar laut hingga mendesak air laut naik dan menyebabkan tsunami.

 

 

Jumlah korban

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Humas BNPB mengatakan, hingga Senin (1/10/18) siang, korban berhasil diidentifikasi 844 jiwa. Terdiri dari 821 orang di Kota Palu (744 teridentifikasi), 11 di Donggala, dan 12 orang di Parigi Moutong.

“Korban meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan bangunan gempa dan tsunami. Korban segera dimakamkan layak setelah identifikasi melalui DVI, face recognition dan sidikjari. Data korban di DVI Polda Palu. Hari ini korban mulai dimakamkan massal untuk menghindari timbulnya penyakit,” katanya.

Pemakaman masal di TPU Paboya Kota Palu dengan menyiapkan 1.000 lubang, penggalian sudah dilakukan. Proses pemakaman dengan cara lazim seperti biasa.

Korban hilang dilaporkan 90 orang, luka berat 632 orang kini dirawat di beberapa rumah sakit. Pengungsi 40.025 jiwa tersebar pada 103 titik.

“Diperkirakan korban terus bertambah. Karena masih banyak korban belum teridentifikasi. Korban diduga masih tertimbun bangunan runtuh dan daerah belum dijangkau tim SAR.”

Dari jumlah korban, terdapat 114 warga negara asing. Mereka dari Singapura, Belgia, Korea Selatan, Perancis, Spanyol, Malaysia, Vietnam, Thailand, Tiongkok, Sri Lanka, Belanda, Jerman, Swiss. Penanganan WNA oleh Kementerian luar negeri.

“Bantuan personil dan perlengkapan tim SAR gabungan terus berdatangan dari Basarnas, TNI, Polri, Kementerian ESDM sejak tadi malam. Tim Basarnas dan Tim SAR gabungan mencari korban di Kota Palu,” katanya.

 

Sumber: BNPB

 

Titik pencarian korban antara lain di Hotel Roa-roa, diperkirakan ada 50-60 orang tertimbun,Sigi, Donggala, Balaroa, Patobo, Mall Ramayana, Restoran Dunia Baru, Pantai Talise, Perumahan Balaroa dan di puing-puing bangunan hancur.

Di Pantai Talise dan Hotel Mercure, tim SAR Minggu (30/9/18), menemukan 13 orang meninggal dunia.

“Kendala evakuasi karena listrik padam, akses komunikasi dan alat berat terbatas. Personil dan perlengkapan perlu ditambah. Kondisi jalan mengirim alat berat dari luar Palu, juga rusak,” katanya.

Meski masih kurang, saat ini sudah ada beberapa alat berat untuk evakuasi korban di Kota Palu. Alat berat didatangkan dari Mamuju, Gorontalo, Poso dan Balikpapan.

Untuk mempercepat pemulihan jaringan listrik, 216 personil PLN bekerja memperbaiki gardu induk, Delapan genset PLN telah diterbangkan dengan pesawat Hercules TNI AU disebarkan di posko Palu dan Donggala.

Mengatasi kekurangan pasokan bahan bakar minyak, sudah ada pengiriman dari terminal BBM Poso, Mouting, Toli-toli dan Pare-pare.

“Bantuan logistik mulai berdatangan. Diangkut dengan pesawat Hercules TNI AU maupun jalur darat. Logistik di gudang Bandara Palu mulai didistribusikan kepada pengungsi. Bantuan darat dikawal oleh Polri dari Pasang Kayu,” kata Sutopo.

Gubernur Sulawesi Tengah telah menerapkan masa tanggap darurat bencana gempa bumi dan tsunami selama 14 hari. Dia juga menunjuk Komandan Komando Resort Militer 132/Tadulako atau Korem132/Tadulako sebagai komandan tanggap darurat penanganan bencana gempa dan tsunami.

“Daerah terdampak meliputi Kota Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. Mendagri telah mengirimkan surat kawat agar kepala daerah setempat menetapkan masa tanggap darurat,” katanya.

Hingga kini, katanya, baru Kota Palu dapat diperoleh data dampak dan penanganan bencana. Di Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong, belum ada laporan karena listrik padam dan komunikasi putus.

“BNPB mendampingi pemda provinsi dan kabupaten kota penanganan tanggap darurat. Baik pendampingan pendanaan, teknis manajerial, logistik peralatan dan tertib administrasi. TNI dan Polri memberikan dukungan penuh penanganan darurat. Unsur pemerintah pusat dari kementerian dan lembaga terus membantu.”

 

Keterangan foto utama:   Basarnas evakuasi korban gempa dan tsunami di Palu, Sulteng, Minggu (30/9/18). Foto: Twitter Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Humas BNPB

 

 

Exit mobile version