Mongabay.co.id

Guruapin, Kampung Mangrove di Garis Khatulistiwa (Bagian 1)

Kampung Guruapin yang di kelilingi mangrove. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

Cuaca begitu terik siang itu. Matahari bak terasa tepat berada di ubun-ubun, di tengah jalan di lorong RK 5 Desa Guruapin Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Guruapin di kelilingi hutan mangrove berbagai jenis ini, merupakan desa tepat di garis khatulistiwa.

Untuk sampai ke sini, perlu perjalanan dengan kapal laut hampir lima jam dari Ternate. Desa ini memiliki kekayaan hutan mangrove luar biasa hingga Guruapin mendapat julukan kampung mangrove.

Guruapin dalam bahasa lokal berarti teluk perempuan.  Desa ini memanjang dari utara ke selatan dengan penduduk 2.000 jiwa lebih.

Desa ini dulu kaya ikan karang, seperti napoleon fish, warga setempat menyebut mamin. Ada juga kerapu.

Sayangnya, terjadi eksploitasi berlebihan ditambah perusakan karang dan pengambilan mangrove tak terkendali, ikan jarang ditemui.

Di beberapa tempat, ada goa goa karang jadi lukisan alam sangat menarik. “Desa kami ini pesisir pantain dulu mangrove dengan terumbu karang dan spesies ikan sangat beragam,” kata M Rahmi Husen, tokoh masyarakat Guruapin.

Sayangnya, seiring zaman dan penduduk bertambah, banyak rusak bahkan beralihfungsi. “Misal, hutan mangrove dibangun pemukiman,” katanya,

Warga memanfaatkan mangrove turun menurun untuk beragam keperluan, dari kayu bakar, perkakas rumah tangga hingga bahan utama pembangun rumah. Guruapin setidaknya jadi contoh kekayaan mangrove di pulau-pulau kecil dan dimanfaatkan masif untuk warga.

Pemanfaatan mangrove Guruapin ini, ternyata tak hanya oleh warga di Guruapin atau Kampong Bajo. Juga warga dari Desa Guruapin, Bajo, Tawabi, Pasir Putih, Laluin, Posi-posi dan Ngute-ngute. Setidaknya, sekitar tujuh desa masih mengambil mangrove di Guruapin untuk berbagai kebutuhan.

Pantauan Mongabay, di beberapa lokasi mangrove diameter batang kecil sudah diambil untuk berbagai kebutuhan termasuk kayu bakar.

Warga meyakini, gunakan kayu bakar dari mangrove lebih unggul dari kayu lain. “Jadi kayu bakar ini masih dipertahankan karena sangat berbeda dengan kayu lain. Nyala bagus, tak menimbulkan debu. Ketika bakar ikan atau menanak nasi rasa lebih gurih,” kata Rahim.

 

Salah satu teluk di Guruapin, di kelilingi mangrove. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Kondisi mangrove desa ini beberapa tahun terakhir mulai terancam bahkan bisa dibilang memprihatinkan. Tegakan besar mangrove menipis, ikan yang bergantung ekosistem itu pun berkurang.

”Memang pemanfaatan mangrove untuk kebutuhan warga sangat masif. Penanaman ulang tak dilakukan. Banyak lokasi mangrove di Kayoa tergerus. Jika tak segera dipikirkan, suatu saat mangrove akan habis,” kata Sudirahmat tokoh pemuda Guruapin.

Kala mangrove menipis, berdampak pada pasokan ikan berkurang yang menyulitkan warga atau nelayan juga. Kala ikan di tepian laut menipis, warga melaut makin jauh.

Perbedaan kondisi dulu dan sekarang begitu terasa. Dulu, katanya, kala mangrove masih padat dan eksploitasi belum masif seperti sekarang, memancing di sekitar laut hutan mangrove sudah mendapatkan tangkapan berlimpah.

Sekarang, katanya, nelayan harus melaut lebih jauh. ”Seiring waktu mangrove tereksploitasi bertahun- tahun dan dampaknya mulai terasa. Ikan mulai susah.”

Dengan melaut lebih jauh berarti ongkos lebih mahal. “Terutama penggunaaan bahan bakar,” kata M Rum Hi M Saleh, Kepala Desa   Guruapin.

Dia bilang, memberikan penyadaran kepada warga perlu waktu karena ketergantungan terhadap mangrove sudah lama, mereka manfaatkan tanaman ini turun menurun.

Kayoa dengan luas wilayah 87,6 kilometer, Desa Guruapin sekitar 26,4 kilometer atau 30% luas Kayoa, memiliki pantai didominasi hutan mangrove.

“Di Kecamatan Kayoa, sebagian besar pantai hutan mangrove. Meski mangrove luas, namun ekspoloitasi tanpa henti suatu waktu akan habis,” katanya seraya bilang, kini Desa Guruapin 484 keluarga atau 2.345 jiwa, hampir setiap saat memanfaatkan mangrove.

Apalagi jelang puasa Ramadan. Dia bilang, pengambilan mangrove cukup tinggi untuk kayu bakar. “Kesadaran warga sudah ada bahwa mengeksploitasi mangrove itu memiliki banyak dampak. Hanya menghentikan kebiasaan ini butuh keseriusan dan kemauan semua pihak.”

Menurut dia, ada beberapa lembaga non pemerintah survei penanaman mangrove tetapi sampai saat ini belum ada realisasi lapangan. Program pemerintah pun tak ada.

Sosialiasi terbuka kepada warga soal dampak eksploitasi berlebih hutan mangrove , katanya, juga belum berjalan baik.

 

Hutan mangrove yang telah diubah jadi kawasan pemukiman. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Meski begitu, di Guruapin, sudah beberapa kawasan perlindungan mangrove seperti kawasan dekat pemukiman warga, terutama di daearah padat mangrove.

“Di kawasan dekat teluk di Guruapin dan Kampung Bajo, sudah dilarang pengambilan mangrove,” katanya.

Dia bilang, dulu, waktu mangrove masih padat, warga mengail di dekat kawasan dua desa ini saja mendapatkan hasil tangakapan ikan berlimpah. Sekarang malah sebaliknya .

“Harapan kita perlu ada lembaga swadaya masyarakat atau pemerintah ikut mendorong dan mensosialisasikan kepada masyarakat hingga tumbuh kesadaran bersama,” katanya.

Senada, Sudirahmat, pemuda Guruapin, berharap bantuan berbagai pihak membangun kembali kesadaran warga hingga ikon Guruapin Kayoa sebagai kampung mangrove tak tinggal kenangan.

“Kita sudah menyuarakan berulangkali soal ini, sulit melawan arus besar. Butuh tenaga ekstra dan tak boleh menyerah,” katanya.

Ismet Soleman, Direktrut Walhi Maluku Utara bilang, sebagai daerah dengan laut dan pantai didominasi mangrove warga perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan khusus.

Mangrove, katanya, tak hanya bermanfaat ekologis sebagai penyumbang nitrogen tertinggi di laut juga destinasi wisata dan memberi pemasukan bagi warga.

“Dari beberapa lokasi yang kami pantau di Kayoa, keragaman mangrove luar biasa. Ada juga potensi wisata layak ditata dan dikembangkan,” katanya.

Dia mengatakan, perlu ada gerakan bersama melindungi dan mengembalikan kondisi hutan mangrove agar laut dan ikan tetap lestari. (Bersambung)

 

Keterangan foto utama:    Kampung Guruapin yang di kelilingi mangrove. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Mangrove di Logas Guruapin yang masih terjaga. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version