Mongabay.co.id

Janji Ali yang Tak akan Mengebom Ikan Lagi

 

Waktu menunjukkan pukul 06.00 Wita, ketika Ali tiba di dermaga Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. Udara yang dingin berkabut, tidak membuatnya menggigil. Ali tampak tenang sembari merapikan peralatan pancing.

Tanjung Batu merupakan kampung seluas 44.274 hektar yang terletak di Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Potensi sektor perikanannya besar sehingga sebagian besar penduduk Tanjung Batu bergantung dari hasil laut.

Tiga hari ke depan, ia akan melaut, menggunakan kapal motor ukuran kecil. “Saya nelayan, asli Suku Bajau. Makanan harus cukup agar tidak kelaparan,” ujarnya.

Ali tergabung dalam Jaringan Nelayan (JALA), kelompok nelayan ramah lingkungan yang memerangi bom ikan. Perkumpulan ini dibentuk pada 30 Juli 2010. Tak banyak yang tahu, jika sebelumnya, Ali merupakan satu dari sekian banyak pelaku bom ikan. Dia tobat, setelah melihat kerusakan bawah laut akibat perbuatannya.

“Bertahun saya mengebom ikan. Memang hasilnya banyak, tapi ikan mati. Jumlah yang mati tidak bisa dibawa pulang semua karena kapal hanya muat satu ton. Jadi, kalau yang mati tiga ton, berarti dua ton dibiarkan saja,” kata Ali.

Baca: Malaysia Jadi Pemasok Utama Peledak Bom Ikan di Indonesia?

 

Ali yang sudah berjanji akn menjaga perairan Berau dari kerusakan dan pelaku bom ikan. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Ali resah. Apabila kerusakan terus berlangsung maka potensi ikan di Tanjung Batu akan habis. Jadi, harus ada gerakan perubahan untuk kelestarian laut Berau. Tidak hanya bergantung pada pemerintah tapi mengajak masyarakat peduli.

“Bom ikan itu dari potas dan detonator yang mudah didapat dari Malaysia. Satu bom bisa menghasilkan ledakan besar,” ujarnya.

Namun, bahaya bom ini tidak hanya untuk laut tetapi juga manusia. Ali berkisah, ada beberapa nelayan tewas akibat bom buatannya sendiri. “Kawan saya ada yang tidak beruntung. Badannya hancur dan tewas mengenaskan akibat bom buatannya. Bayangkan saja, satu bom bisa membuat ikan di laut mati, apalagi manusia,” terang lelaki yang belum genap 50 tahun ini.

Akibat bom, ikan yang dulunya berlimpah ruah, berkurang. Terumbu karang Berau yang terkenal indah, kini banyak mati dan memutih. Rumah-rumah ikan tempat bertelur juga tidak ada lagi. Nelayan rugi, keindahan laut Berau memudar.

“Saya sangat menyesal, menjadi bagian pelaku bom ikan. Sebagai bentuk penyesalan, sekarang saya mancing menggunakan peralatan sederhana. Cukup joran dan umpan buatan,” jelasnya.

Dulu, saya tidak bisa menabung. Hidup resah karena merusak lingkungan. Sekarang, sejak menjadi nelayan ramah lingkungan, rezeki saya berkecukupan. “Kehidupan saya lebih berkah,” sebutnya.

 

Potensi ikan yang melimpah di Indonesia, sudahkah dimanfaatkan secara benar? Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sadarkan pelaku bom ikan

Ali menuturkan, saat ini untuk mencari ikan harus jauh melaut. Hasil tangkapannya juga berkurang, dan ukuran ikan kecil. Kondisi ini juga tak lepas dari bom ikan yang masih digunakan nelayan lain.

“Kami resah dengan praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan. Apalagi tidak ada aturan jelas wilayah penangkapan ikan. Saya pernah membawa petugas untuk menangkap pelaku yang membawa potas, tapi tidak ditahan karena tidak tertangkap tangan,” jelasnya.

Untuk meredam konflik, JALA kerap melakukan pertemuan dengan nelayan dan memberantas bom ikan. “Kami pernah diancam. Ada yang bawa senjata tajam hingga ingin membunuh. Tapi tetap kami jalani, kalau tidak diperjuangkan tidak ada perubahan. Kami yang tergabung dalam JALA akan terus memerangi para pelaku bom,” jelasnya.

Ali memastikan, dia dan rekan-rekan akan melakukan pengawasan laut dan pohon bakau bersama aparat penegak hukum, pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Tidak hanya itu, pihaknya pun memastikan adanya kawasan perlindungan laut (KPL) Tanjung Batu yang dikelola dengan baik dan berkelanjutan.

“Jika semua pihak bekerja sama dengan baik, kehidupan nelayan akan baik pula. Kami juga tetap melestarikan budaya Suku Bajau Tanjung Batu sebagai bentuk kepedulian kami menjaga alam,” ujarnya.

 

Terumbu karang di perairan Sangalaki, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Foto: The Nature Conservancy

 

Komunikasi The Nature Conservancy, Nugroho Arif Prabowo mengatakan, Ali merupakan nelayan pejuang yg rela menerjunkan dirinya untuk membangun perairan Berau lebih baik. Tidak hanya menggugah nelayan, Ali pun ikut mengawasi pelaku bom ikan.

“Pak Ali sadar bahaya bom ikan. Tidak hanya berbahaya untuk kehidupan laut tapi juga manusia itu sendiri. Dia sadar merusak laut sama saja membunuh ikan yang merupakan sumber utama penghidupan nelayan,” terangnya.

TNC berharap, Ali dan nelayan JALA dapat bersinergi membangun perekonomian laut dengan cara ramah lingkungan. “Mudah-mudahan, nelayan lain dapat mengikuti jejak Pak Ali sebagai nelayan peduli lingkungan,” pungkasnya

 

 

Exit mobile version