Mongabay.co.id

Puluhan Warga jadi Tersangka Karhutla, Perusahaan Tak Kena?

Perkebunan sawit milik PT.Arta Mulya Mandiri, di Desa Muntialo, Betara, Tanjab Barat. Foto: Feri Irawan

 

Buntut kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah seperti Jambi dan Riau, polisi sudah menetapkan puluhan tersangka. Sayangnya, meskipun lahan perusahaan ada terbakar, para tersangka baru sebatas perseorang alias warga belum menyeret korporasi.

 

Api membakar kawasan hutan di wilayah Bajubang, Batanghari, Kamis malam akhir September. BPBD Provinsi Jambi harus bolak-balik menerbangkan helikopter water bombing untuk memadamkan api yang tak kunjung padam hingga Jumat pagi.

Jelang waktu salat Jumat, sudah dua kali Kamov PK32 diterbangkan dari Bandara Sultan Thaha Jambi untuk menumpahkan lebih 10 ribu liter air di atas hutan Bajubang.

BPBD belum bisa memastikan penyebab kebakaran di kawasan yang jauh dari pemukiman penduduk itu. Dari foto yang ditunjukkan Kepala Pelaksana BPBD Jambi, Bachyuni, ada jalan kecil membelah hutan itu.

“Untuk penyebabnya nanti, kita fokus pemadaman,” katanya.

Bachyuni menduga, kebakaran disengaja. “Bisa jadi itu sengaja, karena ada jalan di tengah hutan.”

Di waktu sama, hutan di Batang Asam, Tanjab Barat, pun terbakar. Jumat (28/9/18), dua heli water bombing terbang bolak-balik di langit Kota Jambi.

Hingga akhir September, lebih 2.520 kali water bombing, dengan 11,5 juta liter air untuk memadamkan api di lahan gambut dan hutan Jambi. Jumlah ini naik dua kali lipat dibanding 10 bulan lalu.

Sejak Januari satelit Terra Aqua mendeteksi lebih 263 titik api. NOAA19 menangkap ada 93 titik panas selama 11 bulan terakhir.

Luas lahan terbakar, katanya, mencapai 873,06 hektar, 294, 75 hektar kawasan hutan, dan taman nasional. “Ada di Bukit Tigapuluh, Tebo dan Taman Nasional Berbak,” katanya.

Kawasan gambut terbakar 263 hektar, mineral 610 hektar. Lebih 66%, dari total kebakaran di areal penggunaan lain, mencapai 578,31 hektar.

Bachyuni memastikan, lahan terbakar 90% ulah manusia, termasuk kebakaran di taman nasional. “Api dari mana sumbernya kalau tidak ada yang bakar? Kalau gesekan panas, terik, kecil kemungkinan.”

 

Perkebunan sawit milik PT.Arta Mulya Mandiri, di Desa Muntialo, Betara, Tanjab Barat. Foto: Feri Irawan

 

Saat kebakaran hutan di Bukit Asam, Tanjab Barat, katanya, melihat warga lari saat tim patroli datang. “Begitu saya patroli ada masyarakat membakar, lari. (kemungkinan) Mau buka lahan,” katanya.

BPBD Jambi merinci, kebakaran terluas di Batanghari, 265,8 hektar, Muarojambi (212,7), Tebo (103), Sarolangun (98), Tanjab Barat (84,1), Merangin (48,5) dan Tanjab Timur 23,46 hektar.

BPBD Tanjab Timur justru mencatat lahan terbakar lebih luas, 57,76 hektar. Di Kabupaten Kerinci 18 hektar, Bungo (16), Kota Sungai Penuh (1), dan Kota Jambi (1).

Provinsi Jambi menetapkan status siaga darurat bencana asap kebakaran hutan dan lahan hingga 24 Oktober. Kata Bachyuni, ada kemungkinan diperpanjang, tergantung situasi. Saat ini, BPBD fokus pemadaman api.

“Sesuai intruksi gubernur, fokus padamkan api, hilangkan asap.”

 

Jadi tersangka

Data BPBD yang diberikan Bachyuni pada Mongabay, tercatat 12 orang jadi tersangka kasus karhutla, dengan luas lahan terbakar 84,8 hektar. Saat ini, 15 kasus proses lidik, enam penyidikan dan empat masuk tahap II.

Bachyuni tak mau komentar banyak soal data itu. “Kalau itu ranah kepolisian, kita fokus pemadaman,” katanya.

Sayangnya, humas Polda Jambi enggan memberikan keterangan terkait terduga pelaku karhutla.

“Kami belum dapat data, yang saya tahu di Muarojambi, satu, Toto Hendarto namanya, di Sarolangun, satu, yang di Sungai Abang,” kata Kasubbid Penmas Polda Jambi, Kompol M.Teguh.

Sewaktu kunjungan lapangan Satgas Karhutla di Tanjab Barat 21 Agustus 2018, Kapolda Jambi, Irjen Muchlis mengatakan, tengah menangani sembilan kasus karhutla dan menetapkan lima tersangka.

Dari laman resmi Polres Tanjab Barat, Polres Tanjab Barat mengamankan RG warga Km.03, RT 11, Kecamatan Tebing Tinggi. Lelaki 45 tahun itu ditangkap setelah satu heketar lahan di Desa Teluk Bengka terbakar, 4 Agustus 2018, sekitar pukul 19.00. Dari keterangan RG, dia hanya berniat mengusir lebah dengan obor, nahas api merembet dan membakar lahan yang penuh semak.

Pada 23 Agustus, Polsek Tungkal Ulu, Tanjab Barat juga menangkap ML terkait kasus yang sama. ML dianggap lalai yang mengakibatkan dua hektar lahannya di Dusun Suban, Batang Asam, terbakar.

 

Heli water bombing memadamkan api di perkebunan sawit milik PT.Arta Mulya Mandiri, di Desa Muntialo, Betara, Tanjab Barat. Foto: Feri Irawan

 

Di bulan sama, perkebunan sawit milik PT Arta Mulya Mandiri, di Desa Muntialo, Betara, Tanjab Barat, juga terbakar. Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi, Feri Irawan mengatakan, kebun sawit itu kawasan restorasi kubah gambut.

“Waktu ke sana api sudah besar, merayap di tengah kebun. Tambah lagi panas, angin kencang, cepat sekali api membakar lahan.”

Personel pemadam kewalahan untuk memadamkan api yang kadung membesar. “Ada anggota TNI, polisi,  BPBD juga ada, tapi jumlahnya sedikit,” kata Feri. “Bantuan dari masyarakat juga tidak ada. Bagaimana matikan api di lahan begitu luas.”

Kata Feri, petugas kekurangan peralatan memadamkan api. Mereka harus menarik selang puluhan meter untuk menjangkau api yang membakar di tengah kebun sawit.

“Mesin robin cuma satu, itu pun selangnya banyak yang bocor-bocor.”

Api baru padam setelah dibantu helikopter water bombing. Feri memperkirakan luas kebakaran mencapai 20 hektar.

Sepanjang Agustus, curah hujan di Jambi begitu rendah. Suhu panas berkisar 24-33 derajat celsius. Curah hujan minim, berdampak kekeringan di beberapa wilayah Jambi.

Cuaca panas turut menyumbang titik api. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jambi mencatat, sepanjang Agustus setelit TerraAqua memantau ada 88 titik panas, dan September 68 titik, dengan tingkat kepercayaan lebih 50%.

Kasi Data dan Informasi BMKG, Kurnia Ningsih meyakini, tidak semua hotspot terlacak satelit TerraAqua. Sebab, hotspot akan terpantau jika suhu panas lebih 45 derajat.

Munculnya siklon tropis Trami di Samudera Pasifik, sebelah Timur Filipina, menimbulkan curah hujan turun di Jambi. Kurnia menjelaskan, siklon tropis Trami akan menarik semua masa udara. Dampaknya, pada dasarian ketiga September, kriteria hujan di Jambi mayoritas rendah, berkisar 0-50 milimeter per dasarian (10 hari).

BMKG memprediksi, awal musim hujan di Jambi tiba rentang dasarian 1-3 Oktober, tetapi bisa lebih lambat. Hasil analisa dinamika atmosfer menunjukkan, ada potensi El-Nino kategori lemah hingga moderat, yang mempengaruhi awal musim hujan.

“Pengaruhnya awal musim hujan bisa mengalami kemunduran satu sampai tiga dasarian dari normal,” katanya.

Dalam waktu normal, awal musim hujan tiba di September dasarian ketiga hingga dasarian dua Oktober.

Pada dasarian I Oktober, peluang hujan di sebagian besar Jambi, diprakirakan masih rendah, berkisar 10-50% per dasarian. Kecuali Muarojambi dan Tanjab Timur.

Sementara, potensi hujan dengan kategori menengah akan terjadi di sebagian kecil Kerinci, Merangin, sebagian besar Batanghari, Tanjab Barat, Tanjab Timur, Muarojambi dan Kota Jambi.

Di sebagian kecil Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Merangin berpeluang hujan kategori tinggi, 151-300 mm per dasarian.

 

Sumber: Jikalahari

 

Desak tindak korporasi

Sementara di Riau, belasan aktivis Walhi Riau unjukrasa di depan Mapolda Riau, Kamis (20/9/18). Mereka menuntut janji Widodo Eko Prihastopo, KaPolda Riau yang baru menggantikan Nandang, akan memprioritaskan penegakan hukum karhutla. Walhi Riau mendesak Widodo berani menghukum korporasi.

Mereka berujar, siap membantu Polda Riau memberikan data dan temuan terhadap kebakaran di lahan perusahaan. Pada akhir orasi, Walhi Riau melaporkan PT Sumatera Riang Lestari, PT Teguh Karsa Wana Lestari dan PT Nasional Sagu Prima.

“Kalau Kapolda sekarang sama dengan sebelumnya, tak berani menghukum korporasi, lebih baik angkat kaki dari bumi Melayu ini,” kata Ali Mahmuda, koordinator aksi.

Kepolisian di Riau baru menetapkan 32 tersangka dari 27 tindak pidana selama menangani karhuttla tahun ini. Status, tahap sidik 17 perkara dan 10 tahap II. Sebaran tersangka ada di Bengkalis dua orang, Dumai (6), Pelalawan (3), Rokan Hulu (4), Rokan Hilir (10), Indragiri Hulu (3), Indragiri Hilir, Kampar, Meranti dan Siak masing-masing satu tersangka dengan luas 144,025 hektar.

Sunarto, Kabid Humas Polda Riau mengatakan, sebagian mereka ditangkap langsung saat membakar lahan, sebagian lagi mengaku sendiri bakar lahan. Semua, perorangan alias belum menyentuh korporasi. Padahal, kebakaran lebih dari 5.000 hektar.

Darmawan, Kanit II Subdit IV Ditreskrimsus Polda Riau, bilang, menetapkan korporasi sebagai tersangka tak semudah tersangka perorangan.

Menurut dia, meski ada api di areal perusahaan belum tentu terbukti kesalahan mereka atau tidak. Perlu menilai karena sengaja atau lalai salah satu dengan melihat sarana prasarana yang dimiliki.

“Penanganan karhutla di korporasi tentu ada. Itu sedang ditangani. Intinya, penanganan sama saja, baik perorangan maupun perusahaan,” katanya, menyebut, laporan Walhi Riau sudah masuk ke Kanit I.

Informasi dari Edwar Sanger, Wakil Komandan Satgas Karhutla juga Kepala BPBD Riau, sudah 5.575,46 hektar lahan di Riau terbakar mulai Januari hingga awal Oktober 2018. Rinciannya, Rokan Hulu 97 hektar, Rokan Hilir (1.985.35), Dumai (512,25), Bengkalis (576,95), Meranti (963.56), Siak (155,75), Pekanbaru (52,6), Kampar (127), Pelalawan (264), Indragiri Hulu (456), Indragiri Hilir (381,5) serta paling sedikit di Kuansing dua hektar.

Dari jumlah itu, paling luas di Rokan Hilir. Terparah Agustus lalu kebakaran lahan gambut melanda tiga desa di Kecamatan Kubu yakni, Tanjung Leban, Teluk Piyai Pesisir dan Sungai Segajah Makmur. Kebun, pondok hingga rumah penduduk turut terbakar.

Hayatul Gamal, Kepala Desa Tanjung Leban, lahan itu milik warga petani sawit. Warga yang kehilangan rumah mengungsi ke tempat saudara masing-masing. Bantuan baru alakadar dari pemerintah, pasca kejadian.

“Kami masih mendata rumah terbakar dan menghitung kerugian,” katanya, pada Mongabay lewat sambungan telepon.

Kebakaran baru diketahui warga siang hari saat sebagian tak berada di tempat. Warga mulai berbondong-bondong memadamkan api bersama TNI, kepolisian bahkan Manggala Agni dari Dumai terjun ke lokasi. Beruntung akses tak menyulitkan tim pemadaman dari darat, dibantu pemadaman lewat udara atau water bombing.

Berbulan-bulan kemarau melanda wilayah itu. Hampir tiap hari pemerintah setempat ke lokasi patroli bersama. Angin kencang jadi kendala pemadaman dan kobaran api makin kala itu. Titik api, kata Gamal, pindah-pindah. “Kemarau juga menyebabkan tanah halaman rumah retak-retak.”

“Memang parah. Belasan kilometer kebakarannya,” kata Evan, Kasi Pengendalian Perubahan Iklim DLHK Riau, sekaligus Tim Pencegahan Karhutla yang sering sosialisasi ke daerah rawan.

 

Sumber: Jikalahari

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) tiap waktu—terutama kemarau—memantau titik api terutama di konsesi perusahaan baik hutan tanaman industri maupun sawit.

Pantauan mereka, dengan satelit Terra dan Aqua sepanjang Agustus menunjukkan, hampir tiap hari ada hotspot di grup perusahaan besar di Riau.

Di kelompok APP dan mitra, titik api paling banyak muncul di PT Satria Perkasa Agung, PT Rimba Rokan Perkasa.

Pada kelompok APRIL dan mitra juga muncul hotspot. Paling banyak di PT Sumatera Riang Lestari. Ada juga PT Riau Andalan Pulp and Paper. Sebanyak 10 perusahaan grup APRIL yang dicatat Jikalahari selalu muncul hotspot di konsesi meski tidak tiap hari.

Titik api juga terpantau di satu perusahaan grup Barito, PT Diamond Raya Timber. Jumlah keseluruhan hotspot di perusahaan ini mengalahkan total titik api pada 10 perusahaan mitra APRIL, ada 67 titik.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, tiap pagi dan sore juga menginfokan hotspot terpantau di Riau. Informasi diperolah dari BMKG Pusat berdasarkan pantauan lembaga penerbangan dan antariksa nasional. Jumlah hotspot muncul berdasarkan sebaran di tiap kabupaten dan kota.

Pada Agustus, hotspot mulai bermunculan beberapa hari jelang pertengahan bulan. Paling banyak di Rokan Hilir, mulai 12 Agustus, terpantau 34 hotspot level kepercayaan 50% dan 18 titik level 70. Keesokan hari memang berkurang tinggal delapan titik yang separuhnya level 70.

Tiga hari berikutnya terjadi peningkatan drastis. Terpantau 58 titik level 50%, 42 titik itu level 70%. Keesokan naik jadi 97 titik level 50% dan 85 titik level 70%. Terus naik keesokan hari jadi 100 titik pada level 50% dan level 70% sebanyak 77 titik.

Hotspot mulai berkurang pada 17 Agustus, yakni 19 titik level 50% dan 10 titik level 70%.

Sebenarnya, bila melihat data hotspot yang diberikan Marzuki, Kasi Data dan Informasi BMKG Pekanbaru, mulai 12-28 Agustus titik panas di Rokan Hilir tidak ada habisnya. Berbeda dengan wilayah lain kerap muncul namun kadang-kadang dalam sehari tak ada.

Ardesianto, Seksi Perencanaan dan Tata Hutan DLHK Riau, bilang, belum ada memverifikasi hutan dan lahan terbakar. “Biasanya kalau ada permintaan baru kita cek.”

Darmawan, menyebut, mereka menerima titik koordinat dari Tim Satgas lalu memploting ke dalam peta untuk mendapatkan status kawasan. Kebanyakan, kawasan itu dimilki banyak orang yang tidak jelas. Pengalaman mereka, katanya, ketua rukun tetangga setempat bahkan tak tahu dan tak mengenal orang yang menguasai lahan.

“Kalau saya lihat, lebih banyak penguasaan lahan pribadi daripada perusahaan.”

 

Keterangan foto utama:   Perkebunan sawit milik PT.Arta Mulya Mandiri, di Desa Muntialo, Betara, Tanjab Barat. Foto: Feri Irawan

Sumber: Jikalahari

 

Aksi aktivis Walhi mempertanyakan Buntut kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah seperti Jambi dan Riau, polisi sudah menetapkan puluhan tersangka. Sayangnya, meskipun lahan perusahaan ada terbakar, para tersangka baru sebatas perseorang alias warga belum menyeret korporasi. penegakan hukum bagi korporasi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version