Mongabay.co.id

Sudirahmat, Penggerak Tanam Mangrove dari Guruapin (Bagian 2)

Sudirahmat memeriksa benih mangrove yang siap untuk ditanam. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

Sudirahmat , begitu nama pria yang biasa disapa Amat ini di kampungnya, Desa Guruapin Kayoa, Maluku Utara. Pria 24 tahunan ini lulusan sekolah kesehatan di Makassar, empat tahun lalu. Lulus kuliah, dia balik kampung, ingin membangun di tempat kelahiran.

Baca juga: Guruapin, Kampung Mangrove di Garis Khatulistiwa (Bagian 1)

Saat ini, mangrove di Guruapin sedang alami keterancaman. Padahal, warga bergantung dari mangrove. Dari pemenuhan keperluan sehari-hari seperti kayu bakar sampai bangunan juga. Juga ekosistem mangrove sebagai rumah bagi biota laut, tempat nelayan mencari hidup mereka.

Kini banyak hutan mangrove rusak. Bersama beberapa teman, dia ingin mengembalikan hutan mangrove seperti dulu.

Dia mengajak kami berkeliling kampung melihat hutan mangrove. Pemanfaatan mangrove terus berjalan, tetapi belum ada upaya penanaman kembali. Dia khawatir, kala mangrove terus dipakai, tetapi lupa memperkaya dengan tanaman baru, lama-lama bakal habis. Soalnya, yang menggunakan begitu banyak. Penduduk kampung itu saja sekitar 2.347 jiwa dan bakal terus bertambah.

Dalam setahun, katanya, ribuan pohon mangrove ditebang hingga percepatan tumbuh dan konsumsi tak sebanding. “Memang belum ada riset tetapi kenyataan mangrove tersisa ini kecil-kecil. Jika harapkan dari mangrove tumbuh alami, rasanya sulit kembali seperti sedia kala,” katanya.

 

Pembibitan mangrove Sudirahmat. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, kalau sampai mangrove habis, ada kerusakan berantai   terjadi dan dampak bakal dirasakan langsung warga di kampung itu.   “Bayangkan, ketika jelang puasa semua orang beramai-ramai menebang pohon soki (mangrove-bahasa lokal). Sekitar 50 pohon per rumah saja, dalam setahun ada ribuan diambil untuk kayu bakar,” katanya. Belum lagi pohon mangrove untuk bangun rumah atau keperluan lain.

Kondisi inilah yang buat dia bergerak dengan membuat demplot kecil. Dia menyemai sekitar 50 pohon mangrove lalu ditanam di beberapa tempat.

“Saya merintis pertama pulang studi 2014 dengan menyemai benih dan ditanam di beberapa lokasi. Bersyukur, sudah ada tumbuh ,” katanya.

Usaha percotohan itu berhasil. Dia lantas mengajak beberapa teman merintis pembibitan lebih banyak untuk ditanam di banyak tempat.

Ilmu tanam mangrove ini Sudirahmat dapatkan kala ikut organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) di kampus. “Tak tega melihat alam tereskploitasi tapi tidak dipikirkan ini warisan kepada anak cucu.”

Dia bilang, merintis tanam mangrove ini tak mudah. Dia dapat cibiran. Sebagian warga masih mempertanyakan manfaat tanam mangrove.

 

Hutan mangrove yang telah diubah jadi kawasan pemukiman. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Dia tak peduli. Baginya, terpenting keja dan tunjukkan hasil. “Biar nanti mereka lihat sendiri.”

Bahkan, ada sebagian warga kampung pada malam hari berusaha merusak bedeng dan mangrove semaian. Lebih miris, ada yang menganggap, Sudirahmat cuma jalankan proyek pemerintah.

“Masalahnya warga menganggap selalu proyek pemerintah. Saya juga disebut orang gila,” katanya.

Dia menganggap, pandangan warga muncul kalau mau menanam yang menghasilkan uang seperti pala atau cengkih.

Dengan modal sendiri, dia pergi mengumpulkan benih di teluk seberang kampung dengan perahu katinting. “Kadang harus ngutang bahan bakar untuk pergi ke hutan mengrove mencari benih.  Benih berlimpah. Jadi soal, saya tak punya polybag untuk wadah penyemaian.” katanya.

Sebenarnya, dia ingin menyemai benih hingga puluhan ribu pohon, agar bisa diambil warga dan ditanam sukarela. Sayangnya, dia   terbatas modal dan tenaga.

“Soal benih di Kayoa, melimpah. Tinggal tanya   tenaga saja   mampu atau tidak.? Akhirnya, saya gunakan tenaga saja sambil mengharap sumbangan media tanam untuk menyemai benih sebanyak- banyaknya,” katanya.

Kini, dengan kegigihan mengumpulkan benih mangrove dan bantuan teman menyediakan polybag, sudah ada ribuan pohon mangrove siap tanam.

Di sebuah bedengan samping rumah berukuran 2×3 meter itu,   semaian mangrove sudah berusia satu tahun. Benih ini harus segera tanam di tempat- tempat yang mulai rusak.

“Kami sudah menggagendakan menanam benih 1.500 pohon Oktober ini.” (Selesai)

 

Keterangan foto utama:   Sudirahmat memeriksa benih mangrove yang siap untuk ditanam. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

Sudirahmat memperlihatkan bibit mangrove siap tanam. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version