Mongabay.co.id

Mungkinkah Terumbu Karang Diasuransikan?

Kegiatan pemantauan kesehatan terumbu karang di Bali. Foto : Reef Check Indonesia

Peristiwa kandasnya kapal pesiar MV Celodonian Sky di Selat Dampier, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, hampir 1,5 tahun lalu, ternyata memberi kesan kuat bagi Pemerintah Indonesia. Pemerintah tak mau lagi terjadi perisitiwa serupa di perairan laut manapun di Tanah Air. Apalagi, dengan kerugian besar seperti yang terjadi di Raja Ampat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, semakin banyaknya kasus yang menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, akan semakin besar dampak negatif yang ditimbulkan pada ekosistem di laut. Untuk itu, dia mengusulkan untuk memberikan asuransi kepada ekosistem laut yang ada di Indonesia, terutama perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang lengkap dan baik kondisinya.

Menurut Sri, sangat penting untuk menjaga terumbu karang, karena hingga saat ini Indonesia masih menjadi negara dengan populasi terumbu karang terbesar di dunia. Tak hanya itu, keberagaman biodiversitas di perairan laut segitiga terumbu karang yang ada di Indonesia, juga diketahui menjadi yang terlengkap di dunia.

“Ekosistem kita sebagai salah satu aset dunia. Saya berpikir bagaimana kalau kita membuat asuransi terhadap terumbu-terumbu karang ini?” ungkap dia di Nusa Dua, Bali, Minggu (7/10/2018) dalam rilis Kemenko Maritim.

baca :  Butuh Ratusan Tahun Kembalikan Kondisi Terumbu Karang Raja Ampat yang Rusak

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani (dua dari kiri), Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (tiga dari kiri) dan Menko Maritim Luhut B Panjaitan (empat dari kiri) secara simbolis melakukan penanaman terumbu karang di Pantai Sofitel, Nusa Dua, Bali, Minggu (7/10/2018). Foto : Kemenko Maritim/Mongabay Indonesia

 

Sri Mulyani menjelaskan, untuk bisa mewujudkan idenya itu, dia akan mendiskusikannya dalam forum pertemuan negara anggota dana moneter internasional (international monetery fund/IMF) yang berlangsung di Bali. Usulan itu, harus dibicarakan lebih lanjut, karena bisa memberi dampak positif untuk perlindungan terumbu karang beserta ekosistem laut yang ada di sekitarnya.

Walau usulan membuat asuransi belum dibahas bersama negara lain, Sri berpikir bahwa masyarakat Indonesia harus mengubah pola pikir berkaitan dengan terumbu karang yang ada di laut. Menurut dia, masyarakat, termasuk dirinya harus bisa mengubah perilaku dan gaya hidup dalam keseharian, sehingga tidak memperburuk keadaan terumbu karang.

“Seperti diketahui populasi terumbu karang kita adalah yang terbesar di dunia dan aktivitas kita bisa merusak terumbu karang tersebut,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, wilayah laut Indonesia beserta isinya memang harus mendapat perlindungan ekstra dari semua pihak di Indonesia. Selain perubahan gaya hidup dan perilaku, perlindungan laut bisa diwujudkan dengan mempelajari apa yang menjadi kelebihan dari laut dan bermanfaat untuk makhluk hidup, termasuk manusia.

baca juga :  Waspadai Aktivitas Wisata Ini yang Merusak Terumbu Karang di Bali. Apa Itu?

 

Menko Maritim Luhut B Panjaitan (tengah) dan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (dua dari kanan) secara simbolis melakukan transplantasi tiga jenis terumbu karang, yaitu Montipora sp, Acropora sp, dan Pocilopora sp. di Pantai Sofitel, Nusa Dua, Bali, Minggu (7/10/2018). Foto : Kemenko Maritim/Mongabay Indonesia

 

Asuransi Laut

Berkaitan dengan resiko kerusakan yang akan dialami terumbu karang, Luhut menyebutnya bahwa itu adalah tantangan yang berat tetapi harus dihadapi oleh Indonesia. Meskipun, saat ini ramai diperbincangkan tentang perlindungan terumbu karang kepada pihak ketiga yang bertujuan untuk melindungi wilayah laut beserta ekosistemnya dari kerusakan.

Bagi Luhut, ide untuk menyerahkan perlindungan kepada pihak ketiga, sama juga dengan memberikan asuransi wilayah laut, termasuk terumbu karang di dalamnya, kepada lembaga asuransi. Tetapi, dia mengakui, usulan tersebut belum bisa diwujudkan karena harus dibicarakan lebih lanjut bersama negara lain.

“Sebanyak 95 persen lautan dunia belum dieksplorasi. Untuk itu, kita harus bisa berinvestasi di laut, tidak saja di daratan. Dalam hal itu, ramai juga dibicarakan saat ini, bagaimana Pemerintah dan masyarakat dapat mengalihkan resiko kepada pihak ketiga untuk melindungi lingkungan laut,” jelasnya.

Luhut dan Sri Mulyani sendiri berbicara tentang perlindungan ekosistem laut, setelah keduanya mengikuti acara penanaman terumbu karang di Pantai Sofitel, Nusa Dua, Bali. Menurut Luhut, terumbu karang menjadi sangat penting bagi ekosistem laut, karena perannya yang sangat besar untuk melindungi habitat ikan.

“Itu menunjukkan komitmen kita semua terhadap pelestarian lingkungan, khususnya di laut,” tegasnya.

menarik dibaca :  Inilah Hukuman Berat yang Membuat Jera Perusak Terumbu Karang di Bali. Seperti Apa?

 

Kondisi terumbu karang yang memutih (coral bleaching) di perairan Pemutaren, Bali Utara, pada 2015. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Di Nusa Dua, penanaman kembali dilaksanakan di taman Terumbu Karang Nusa Dua yang luasnya mencakup 204 hektare. Taman tersebut menjadi bagian dari Program Taman Terumbu Karang Indonesia. Taman ini menyatukan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek sosial-ekonomi dari pengelolaan ekosistem terumbu karang untuk penggunaan berkelanjutan.

“Di tempat ini, beragam terumbu karang dari perairan Indonesia akan ditransplantasikan. Kami berharap dapat menciptakan akuarium laut skala besar yang unik,” tandas Luhut.

Sementara, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde seusai melakukan transplantasi terumbu karang, mengajak masyarakat dunia, terutama di Indonesia, untuk bisa menjaga terumbu karang beserta ekosistem laut. Dia menyebut, upaya yang dilakukan tersebut, akan membuat lingkungan menjadi lebih baik, terutama yang ada di laut.

“Dimulai dari sesuatu, membuat kita sadar, menghormati lingkungan kita dan melindungi lingkungan kita,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Lagarde mengucapkan janjinya untuk bisa terlibat dalam proses konservasi dan perlindungan terumbu karang Indonesia, yang mencakup 60 persen wilayah terumbu karang dunia yang menyebar di wilayah perairan enam negara. Selain Indonesia, ada Malaysia, Filipina, Timor Timur, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon.

baca :  Bagaimana Kesehatan Terumbu Karang di Perairan Nusa Penida Bali?

 

Seorang penyelam diatas gugusan soft coral di perairan Padangbai, Bali timur pada tahun 2018. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Peran Wisatawan

Lagarde sendiri menyadari, Bali adalah salah satu magnet pariwisata di dunia. Di Bali juga ada wisata bahari yang menawarkan perairan laut beserta kawasan pesisir sebagai daya tarik utama. Dengan penanaman kembali terumbu karang di Nusa Dua, dia berharap akan memberi dampak positif dan mengubah pola pikir wisatawan untuk menjaga lingkungan di darat dan laut.

“Pelestarian lingkungan harus dimulai dari hal-hal kecil. Apa saja itu? Seperti limbah, sampah, dan plastik yang menjadi biang persoalan lingkungan di seluruh negara, saat ini,” sebutnya.

Di Nusa Dua sendiri, Lagarde ikut terlibat dalam transplantasi tiga jenis terumbu karang, yaitu Montipora sp, Acropora sp, dan Pocilopora sp. Pemilihan ketiga jenis tersebut, karena ketiganya memiliki struktur karang berupa rangka laba-laba dan bisa digunakan untuk proses pencangkokan terumbu karang. Untuk setiap rangkanya, diketahui bisa mengikat 15 bibit terumbu karang.

“Atas nama IMF, saya sangat bangga berada di sini di Indonesia dan dapat berkontribusi untuk yang pertama terhadap perlindungan lingkungan dengan menanam terumbu karang,” tandasnya.

baca juga :  Kisah Sunyi Wilfrid Tanam Terumbu Karang Seorang Diri

 

Coral reef in Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia. Foto : Conservation International

 

Diketahui, negara-negara di dunia, utamanya di Indonesia saat ini sedang menghadapi persoalan serius berkaitan dengan terumbu karang. The Nature Conservancy (TNC) dan Program Lingkungan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebutkan, pada 2050 mendatang diperkirakan 90 persen populasi terumbu karang di perairan dunia akan punah.

Menurut kedua lembaga tersebut, Indonesia memiliki 27,95 persen dari total karang terumbu karang di dunia, dengan lebih dari 569 jenis karang. Inisiatif Terumbu Karang Internasional telah mendeklarasikan 2018 sebagai tahun internasional terumbu karang.

Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dirhamsyah menjelaskan, penyebab kerusakan area terumbu karang sangat beragam, mulai dari faktor alami lingkungan hingga faktor antropogenik atau perbuatan manusia. Salah satu faktor yang menyebabkan kematian karang adalah eutrofikasi atau kelebihan nutrien dalam perairan yang utamanya disebabkan oleh banyaknya sampah-sampah organik maupun anorganik yang dibuang ke laut.

“Lalu, ada pula cara berfikir masyarakat yang menempatkan laut sebagai tempat pembuangan sampah dan berbagai polusi dari aktivitas kita sehari-hari turut berkontribusi bagi kerusakan terumbu karang dunia,” tuturnya.

Direktur Eksekutif The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) Widi Pratikno mengatakan, kawasan Segitiga Karang dunia menjadi tempat habitat 53 persen terumbu karang di dunia dan sekaligus menjadi tempat berkumpulnya beragam jenis biota laut. Di Indonesia, kawasan perairan yang menjadi habitat utama, adalah Indonesia Timur.

***

Keterangan foto utama : Kegiatan pemantauan kesehatan terumbu karang di Bali. Foto : Reef Check Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version