Mongabay.co.id

Perburuan Walabi Marak di Merauke

Kala hutan Papua, terbabat jadi sawit, di manakah kangguru pohon ini bisa tinggal? Mereka menanti kepunahan...Foto dari laporan.

 

Perburuan kangguru atau walabi di Merauke, Papua, mengkhawatirkan. Berburu bukan lagi untuk konsumsi sendiri tetapi sudah diperdagangkan di pasaran. 

 

Fremensius Obe Samkakai, tokoh masyarakat Marind, sedih menyaksikan kangguru (walabi) atau nama lokal saham, marak diburu untuk dagangan di Merauke.

Dia minta, perburuan satwa ini dihentikan. Obe khawatir, kalau terus menerus diburu, walabi akan punah.

Bagi sebagian orang Marind saham ini sebagai totem atau hewan suci, terutama klen Samkakai. Dalam adat Marind , walabi biasa jadi penutup kandara atau tifa.

Dia bilang, sebagai totem seharusnya satwa ini terjaga bukan jadi buruan. Apalagi, katanya, kangguru satwa dilindungi dan logo Pemerintah Merauke.

“Ini aset bangsa,” katanya.

 

Warga Wasur hendak berburu. Walabi adalah satwa dilindungi, tetapi orang Papua, tetap boleh mengambil untuk konsumsi sendiri bukan diperdagangan. Alat tangkap pun secara tradisional, misal, panah, dan parang, bukan senapan. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Untuk itu, katanya, perlu kesadaran semua untuk menghargai satwa endemik seperti saham ini.

Irwan Effendi, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Merauke mengatakan, pemburuan membuat saham makin berkurang di alam. Terlebih setelah akses Jl. Trans Papua, ada, perburuan makin menggila.

Satwa endemik Papua ini, katanya, memang jadi satu sumber protein bagi warga. Namun, katanya, tradisi Marind berburu dengan alat tradisional seperti panah, dan parang, dan untuk keperluan sendiri. Kalau sudah berburu, lalu daging dijual ke pasar, katanya, bisa membahayakan keberlangsungan satwa ini.

Walabi, katanya, satwa dilindungi tetapi masyarakat lokal masih bisa memanfaatkan secara tradisional. “Jangan terlalu banyak sampai mengancam mereka dan keseimbangan alam.”

Dia bilang, satwa dilindungi ini bisa ditemukan di beberapa hutan konservasi seperti Cagar Alam Bupul, Suaka Marga Satwa Mbian dan Taman Nasional Wasur.

“Kami bertugas melindungi satwa ini dari pemburu asing yang biasa membunuh satwa walabi,” katanya.

Dia mengajak semua pihak mengawasi perburuan satwa ini. Tak bisa hanya mengandalkan BKSDA, karena personil polisi hutan terbatas, bisa dihitung dengan jari.

“Hentikan perburuan ilegal untuk dijual. Semua harus sadar. Satwa ini totem Samkakai,” katanya.

 

Seorang peneliti asal Universitas Papua-Manokwari sedang mengelus bangkai walabi. Foto. WWF Kantor Merauke

 

Ronny Tethool WWF Indonesia, Kantor Merauke, mengatakan, walabi jadi kebanggaan orang Merauke. Satwa ini ikon Merauke.

Saham biasa hidup  berkelompok dan tak suka kebisingan alias sangat terganggu dengan bunyi.

Saat savanna habis, dan tumbuh rumput baru, kala itulah pakan mereka tersedia lagi. Satwa ini, katanya, sangat takut rumput terbakar, bila teganggu pasti mereka pindah.

Saham sulit perkembangan biak. Mamalia berkantong ini saat melahirkan akan membiarkan anak dalam kantong untuk mendapatkan asupan susu. Bagi betina yang sudah beranak satu, misal, belum tentu semasa hidup punya anak lagi.

“Cara membedakan betina, tinggal menghitung putingnya saja dan ada kantong.”

 

Satwa endemik asal Merauke dijual bebas di pinggir jalan di Merauke. Foto: Balai Taman Nasional Wasur

 

Sebenarnya, kata Ronny, kalau walabi terjaga, bisa jadi obyek ekowisata tetapi dalam kondisi alami bukan buatan manusia. Bila kandang buatan manusia, katanya, harus ada izin dari BKSDA.

Dengan ekowisata, katanya, bisa membantu mata pencarian masyarakat, salah satu jadi pemandu wisata. “Misal, mereka menjelaskan seputar kangguru, masa hamil dan membesarkan anak, kangguru itu apa, bagaimana perkembangbiakan, pola hidup. Pakan bagaimana,” katanya.

Donald Hutasoit, Kepala Balai Taman Nasional Wasur, menyesalkan, pihak-pihak yang memburu satwa ini hingga populasi terancam.

Kearifan lokal Marind, sebenarnya mengatur, pemanfaatan terbatas satwa ini, misal, kapan berburu, usia, berapa banyak, larangan bunuh betina. Tampaknya, hal ini mulai luntur, katanya, mereka banyak berburu tanpa tradisi adat lagi.

Bilang satwa ini diburu, harus memakai alat tak sembarang, secara tradisonal seperti panah dan busur, parang. Orang dari luar, katanya, memiliki kemampuan senjata angin untuk membunuh satwa bahkan jadi pajangan di media sosial.

 

Keterangan foto utama:   Kala hutan Papua, terbabat jadi sawit, di manakah kangguru pohon ini bisa tinggal? Mereka menanti kepunahan…Foto dari laporan Mighty, SKP-KAM Merauke, Yayasan Pusaka, dan Federasi Eropa untuk Transportasi dan Lingkungan dan Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan.

Donald Hutasoit, Kepala Balai Taman Nasional Wasur. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version