Mongabay.co.id

Ramai-ramai Desak Setop Perdagangan Monyet

Kera putih yang berhasil diselamatkan dari perdagangan dan perburuan. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Sebuah karangan bunga duka diantar Aliansi Peduli Satwa ke Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, Kamis, (4/10/18). Karangan bunga itu mereka letakkan di depan pintu masuk Kantor BKSDA.

Aksi ini untuk peringatan Hari Satwa Sedunia dan protes hingga kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, belum melarang perdagangan monyet ekor panjang.

Anggelina Pane, dari Animal Friends Jogja (AFJ) kepada Mongabay mengatakan, perdagangan monyet ekor panjang melanggar prinsip kesejahteraan satwa dan berbahaya bagi kesehatan serta keselamatan masyarakat. Aksi simpatik ini, katanya, mengajak masyarakat peduli satwa mengirimkan bunga ke kantor-kantor BKSDA terdekat sebagai tanda duka dan pengingat bahwa ribuan ibu monyet tewas mengenaskan di tangan manusia.

“Aksi ini sebagai desakan kepada KLHK segera mengeluarkan larangan perdagangan primata yang masih marak,” kata Anggelina Pane, akrab disapa Ina.

Selain AFJ, aksi ini gabungan terdiri dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), dan Center for Orangutan Protection (COP), Cat Lovers of The World (CLOW), Bali Pets Crusader, dan Act for Bali Dogs serta Yayasan Seva Bhuana dan Cinta Satwa Riau. Aksi ini serentak di Yogyakarta, Jakarta, Bali, Semarang, Solo, Malang, Surabaya, Bandung, Riau dan Medan.

Mereka, kata Ina, mendesak perlindungan monyet ekor panjang dan beruk yang sering jadi korban eksploitasi dan kekejaman manusia. Kini, katanya, ada 11.000-an orang lewat petisi change.org mendesak pelarangan perdagangan dan primata sebagai hewan peliharaan manusia. Petisi ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, mulai tiga tahun lalu.

Status CITES Appendix 2 untuk monyet ekor panjang dan beruk membatasi perdagangan untuk pengiriman antar negara, dalam bentuk kuota tangkap dari KLHK. Di dalam negeri, katanya, perdagangan bebas dan terang-terangan tanpa pengawasan apapun dari pemerintah.

 

Aksi bersama memberikan karangan buka bentuk duka di Hari Satwa Sedunia. Foto: dokumentasi AFJ

 

Tanpa perlindungan pemerintah, katanya, ribuan ibu monyet bakal terus dibantai. Pada September 2018, beredar foto di internet induk monyet terbunuh di depan anaknya. Swafoto seorang pemburu bersama mayat monyet bersimbah darah dan wajah bayi ketakutan, sontak menuai kecaman warganet.

“Publik tak tahu, dari setiap bayi monyet diperjualbelikan di pasar hewan, selalu ada induk atau anggota kelompok dibunuh oleh pemburu,” katanya.

Hasil investigasi JAAN 2009, menemukan, di Jakarta saja setiap tahun ribuan bayi monyet ditangkap dari hutan sebagai dagangan di toko hewan peliharaan, pasar burung dan pinggir jalan.

Permintaan bayi monyet, katanya, banyak datang dari pelaku topeng monyet. Mereka melatih monyet usia muda, dengan cara-cara menyiksa. Selain itu, ada juga masyarakat yang membeli bayi monyet karena lucu.

“Bayi monyet yang dipisahkan dari ibunya menunjukkan berbagai gejala depresi dari postur maupun perilaku,” kata Ina.

Temuan AFJ selama 2017, ada 70 kasus eksploitasi monyet. Sebagian besar monyet di Yogyakarta, dari luar daerah, seperti Jawa Barat maupun Jakarta.

Jawa Barat dan Jakarta, melarang atraksi topeng monyet. Pelarangan di dua daerah itu, katanya, membuat mereka pindah ke Yogyakarta.

“Jawa Barat belum bebas rabies, jadi kesehatan monyet patut dipertanyakan.”

 

Seorang penjaja makanan memberi makan pada seekor monyet ekor panjang gemuk di jalan raya jalur Bedugul-Buyan-Tamblingan, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Ancaman penyakit

Pemerintah Yogyakarta, katanya, wajib mengantisipasi monyet dari Jabar. Tahun 2015, Gubernur Jabar sudah mengeluarkan surat edaran tentang kewaspadaan terhadap penyakit rabies dan zoonosis lain.

Yogyakarta, katanya, daerah bebas rabies, bisa terdampak dengan masuk monyet dari Jabar.

“Tak hanya rabies, dia khawatir TBC dan hepatitis juga menular ke manusia. Apalagi, topeng monyet menarget anak-anak untuk menonton,” kata Ina.

Data AFJ, menyebutkan, aksi topeng monyet sebagian besar di Jogja dan di Sleman dan Bantul. Di Kulonprogo dan Gunungkidul, masih belum ada.

Investigasi AFJ mendapati, monyet ekor panjang diperjualbelikan di pasar satwa dan tanaman hias Yogyakarta (Pasty), Mantrijeron. Pengakuan pedagang, katanya, monyet dapat dari Bali.

 

Kejam

Monyet adalah satwa liar, tak akan pernah sesuai untuk hewan peliharaan. Bayi monyet akan alami depresi saat kehilangan induk, seiring bertambah usia naluri alami akan muncul. Monyet bertumbuh dewasa akan merasa stres, marah dan sedih karena hidup tak di alam.

Benvika dari JAAN mengatakan, monyet adi defensif ketika melindungi teritori mereka. Tak heran sering terjadi monyet peliharaan melukai manusia.

Biasanya, monyet akan dilepas sembarangan oleh pemilik yang kewalahan menghadapi perangai mereka yang tak lagi lucu lagi. Monyet lepas yang ketakutan, kelaparan dan kebingungan ini berbahaya dan mencoba mempertahankan diri saat manusia bertindak agresif.

Setelah di BKSDA Yogyakarta, AFJ menggelar aksi penyadartahuan di titik nol kilometer Yogyakarta Kamis malam. Ia sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap satwa.

 

Keterangan foto utama:    Kera putih yang berhasil diselamatkan dari perdagangan dan perburuan. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Perburuan monyet putih marak. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version