Mongabay.co.id

Bangun Infrastruktur PLTA Batang Toru, Orangutan Tapanuli Mulai Masuk Kebun Warga (Bagian 1)

Land clearing lahan oleh PT. NSHE. Foto: Nanang Sujana

 

Pembangunan infrastruktur untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), mulai berjalan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyatakan, pembukaan lahan untuk infrastruktur mulai berdampak, terlihat dari orangutan sudah keluar dan masuk ke kebun-kebun masyarakat. Demikian dikatakan Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK.

Baca juga: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Hidup di Batang Toru

Dia bilang, ada dampak yang ditimbulkan dari pembangunan pra-infrastruktur oleh NSHE. Pada 17 September 2018, ada laporan pergerakan orangutan ke kebun masayarakat dan menemukan tiga sarang di sana.

“(Iya) berdampak, ia pergi ke luar, kemudian beradaptasi dengan kebun-kebun masyarakat,” katanya, awal Oktober lalu.

Ketika diskusi di Bogor, baru-baru ini Wiratno bilang, guna mencegah orangutan Tapanuli terganggu pembangunan PLTA Batang Toru, sudah turun tim ke lapangan untuk lakukan pemantauan. Tim, katanya, hasilkan beberapa rekomendasi.

“Harus ada tim permanen bekerja di situ untuk memantau dampak pembangunan selanjutnya terhadap habitat dan pergerakan orangutan. Di sepanjang itu kan posisi juga banyak orangutan Tapanuli.”

 

Hutan Batang Toru yang menyimpan potensi keragaman hayati luar biasa. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tim menemukan ada tiga koridor dari timur ke barat yang harus lakukan penilaian lebih detail dengan pakar dan siapa pun yang konsen dengan orangutan ini, termasuk perusahaan. Dengan begitu, pergerakan orangutan dari blok timur ke barat masih bisa. “Yang paling penting bagi kami memastikan orangutan selamat.”

Baca juga:  Para Ilmuan Dunia Kirim Surat ke Jokowi Khawatir Pembangunan PLTA Batang Toru

Tim, katanya, juga menemukan orangutan Tapanuli bersarang dimana-mana, termasuk di kebun masyarakat.

“Tapi memang sukanya di ketinggian 600 mdpl. Wilayah jelajah bisa kemana-mana tergantung musim buah. Itu yang kadang-kadang dianggap mengganggu oleh masyarakat.”

Tim juga sosialisasi kepada masyarakat.  Warga, kata Wiratno, membiarkan orangutan memakan buah. Bersyukur, ada pemahaman warga setempat bahwa orangutan adalah nenek moyang mereka yang tak akan dibunuh. Tim monitoring KLHK pun memastikan agar warga tidak melukai orangutan.

Baca juga: Walhi Gugat Gubernur Sumut soal Izin Lingkungan PLTA Batang Toru

KLHK, menyatakan, terus-menerus mengawasi kondisi lapangan dan sudah ada laporan lapangan lengkap terkait kondisi orangutan di Batang Toru. Laporan tim itu, katanya, sudah diserahkan kepada Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kami konsen betul terhadap orangutan Tapanuli ini.”

Laporan itu, berisi perilaku orangutan yang masuk ke lahan warga karena ada pembangunan. ”Jaraknya ada yang dua kilometer dan enam kilometer. Ditemukan banyak sarang,” katanya.

Untuk itu, dia ingin memastikan kerjasama semua pihak baik pemerintah pusat, daerah, perusahaan dan masyarakat terjalin baik. Orangutan Tapanuli, katanya, harus betul-betul diamati seksama dan terlindungi.

“Itu yang ditugaskan Bu Menteri kepada kami. Kami langsung men-SK-kan (surat keputusan). Ini bentuk konkrit dari tanggungjawab kami terhadap orangutan Tapanuli dengan habitatnya.”

 

Bayi orangutan tapanuli yang terpantau di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Foto: YEL-SOCP/Andayani Ginting

 

Wiratno berharap, upaya ini bisa membuktikan, antara upaya konservasi berjalan beriringan dengan pembangunan PLTA Batang Toru.

”PLTA bagus juga, ia butuh hutan bagus. Kalau kita berhasil, kita bisa membuktikan, konservasi dan pembangunan bisa beriringan,” katanya.

Meskipun begitu, KLHK perlu memastikan sistem pengawasan berkelanjutan (continuous monitoring team).

”Kalau pembukaan [lahan] pasti terbuka, kalau tahu ada orangutan, harusnya digeser dahulu baru dibuka, tapi ini langsung buka, ya orangutan pergi. Seharusnya step by step.”

Wiratno juga memita, NSHE memiliki tim yang memastikan ketika akan pembangunan (konstruksi), tak ada orangutan di dekatnya.

KLHK menginstruksikan, NSHE membangun jembatan arboreal yang menghubungkan blok timur dengan blok barat dan menanam pakan orangutan.

”Ia harus membangun jembatan arboreal tiga sampai empat, kita sudah mengidentifikasi lokasi jembatannya.”

KLHK pun berencana, duduk bersama dengan NSHE membahas perihal ini.

 

Hutan batang Toru menyediakan pakan yang cukup untuk orangutan tapanuli. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Perbaikan amdal

Sejalan dengan temuan KLHK itu, dari analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) perusahaan, juga tak memasukkan dampak pembangunan infrastruktur terhadap orangutan Tapanuli.

KLHK, kata Wiratno, sudah menyurati Gubernur Sumatera Utara dan NSHE membahas perbaikan dokumen amdal.

”Karena dokumen amdal tidak menyebutkan tentang dampak pembangunan terhadap (habitat) orangutan,” katanya.

Koordinasi ini dilakukan karena lokasi pembangunan di areal penggunaan lain (APL), dimana izin amdal dikeluarkan pemerintah daerah.

Sebelumnya, informasi yang diperoleh KLHK, kata Wiratno NSHE sudah meminta ahli orangutan untuk survei, namun entah kenapa hal itu belum masuk dalam dokumen amdal. ”Jadi kita tidak tahu (dalam amdal) bagaimana menangani orangutan akan seperti apa.”

Dalam proses pembangunan ini, kuncinya pada pengawasan berkelanjutan, tetapi NSHE harus mengikuti pedoman dari KLHK. ”Itu yang disebut dengan green busssines, kalau enggak ya bukan namanya.”

NSHE akan membangun PLTA 510 MW dengan investasi US$1,67 miliar, dengan perkiraan mulai operasional pada 2022.

 

Polemik

Organisasi masyarakat sipil terus mengkritisi pembangunan ini. Walhi Sumatera Utara, sudah Walhi juga sudah menyurati Bank of China, penyandang dana proyek ini.

“Mereka akan memberikan jawaban pada 31 Agustus lalu. Saat kami minta konfirmasi lebih lanjut, Bank of China hanya memberikan jawaban normatif,” kata Dana Prima Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumut, baru-baru ini dalam diskusi di Jakarta.

Dia bilang, di tengah neraca keuangan negara tak stabil, sudah sepantasnya proyek ini setop karena hanya akan menimbulkan kerugian lebih besar.

 

Hutan Batang Toru yang menyimpan keragaman hayati yang luar biasa. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Walhi, katanya, menuntut pemerintah menghentikan proyek ini karena berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara dan merusak ekosistem.

“Walhi bersama-sama dengan beberapa akademisi terus menyuarakan penghentian pembangunan PLTA Batang Toru,” katanya.

Beberapa bulan lalu, puluhan ilmuan dunia menyerukan penghentikan pembangunan PLTA karena mengancam lingkungan dan orangutan Tapanuli, spesies sangat langka. Bahkan, para ilmuan ini berkirim surat protes ke Presiden Joko Widodo.

PLTA ini bagian dari proyek strategis nasional hingga penghentian memang di pemerintah pusat atau presiden.

Walhi, katanya, sudah berusaha dan mencoba membuka ruang dialog dengan pemerintah, tetapi pemerintah seakan menutup ruang.

 

Duduk bersama

Sonny Keraf, Dewan Energi Nasional (DEN) dalam diskusi di Bogor mengatakan, semua pihak harus bisa duduk bersama membicarakan dan mencari solusi terbaik mengenai hal ini.

“Jangan mengelak-elakan, harus duduk bersama dan mencari jalan keluar. Karena dua-duanya penting. Energi terbarukan kontribusi terhadap penurunan gas rumah kaca. Gas rumah kaca akan mengacaukan iklim dan kehidupan bumi. Pangan akan terancam. Lebih luas daripada ekosistem. Tak berarti ekosistem tak kita perhatikan. Tidak. Kita selaraskan,” katanya dalam diskusi di Bogor.

Untuk itu, katanya, harus duduk bersama. “Mari kita pilih jalan, Ini harus dijaga. Ekosistem, hutan, orangutan harus dijaga,” kata mantan Menteri Lingkungan Hidup itu.

Menurut Sonny, energi terbarukan harus dikembangkan bersamaan dengan mitigasi dampak lingkungan, mulai tahap perencanaan sampai operasional. Dengan demikian, dampak lingkungan yang selama ini ditakutkan berbagai pihak, tak akan terjadi.

“Suatu saat fosil kita habis. Kalau fosil habis, kita impor. Berarti perlu dolar lebih banyak. Kalau kita mengembangkan ketahanan energi terbarukan, bisa lebih kuat dibandingkan impor besar-besaran energi fosil.”

Saat ini, katanya, banyak air sungai terbuang percuma ke laut. Padahal, kalau dimanfaatkan dengan baik, bisa menghasilkan banyak hal mulai pembangkit listrik, irigasi dan lain-lain. (Bersambung)

 

Keterangan foto utama:    Land clearing lahan oleh PT. NSHE. Foto: Nanang Sujana

Bayi kembar orangutan tapanuli dengan induknya ini terpantau di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Foto: YEL-SOCP/Andayani Ginting
Jika pembukaan kawasan terjadi maka perambahan tak terelakkan. Sungai dan hutan ini akan hancur. Keanekaragaman hayati hutan Batang Toru terancam. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia
Exit mobile version