Mongabay.co.id

Dapatkah Satwa Memprediksi Terjadinya Gempa?

 

Indonesia kembali berduka. Belum selesai kesedihan kita karena gempa Lombok, bencana skala lebih besar melanda Sulawesi Tengah. Beberapa hari terakhir, gempa kembali melanda Indonesia, tepatnya di perairan sekitar Situbondo yang getarannya dirasakan hingga Surabaya, Bali, bahkan menelan korban di Sumenep.

Kehidupan manusia memang ‘bersentuhan’ dengan gempa. Para ilmuwan memang telah memetakan lokasi rawan gempa, namun hingga sekarang, teknologi yang dikembangkan belum bisa memprediksi, di mana dan kapan gempa terjadi.

Ketidakpastian ini menyebabkan manusia menganggap, gempa memang takkan bisa diprediksi melalui teknologinya. Akan tetapi, menurut pandangan banyak orang, ada sejumlah satwa yang mempunyai kemampuan memprediksi gempa. Benarkah?

Berikut adalah lima satwa yang diduga memiliki kemampuan memprediksi gempa dan apa yang dikatakan sains tentang makhluk tersebut, yang dirangkum dari The Weather Network dan sumber lainnya.

 

 

Semut yang bisa merasakan getaran gempa skala rendah di Bumi. Sumber foto: Wikimedia Commons/Richard Bartz/Own Work/CC BY-SA 2.5

 

Semut

Pada 2013, oleh para ilmuwan semut diyakini melalukan reaksi tertentu ketika akan terjadi gempa. Ini mungkin karena tampaknya semut hanya mampu mengantisipasi gempa bumi berkekuatan 2,0 SR. Kondisi rendah ini membuat banyak orang tidak merasakannya.

Penelitian semut selama tiga tahun, 2009-2012, di Jerman menemukan bahwa sebelum terjadi gempa, semut akan meninggalkan gundukannya, meski malam hari. Hal ini membuat para ilmuwan bertanya, karena semut tidak nokturnal, dan berada di luar setelah gelap membuat mereka rentan disantap predator. Namun demikian, tampaknya semut lebih takut getaran gempa yang akan meruntuhkan liangnya.

Para peneliti dari Universitas Duisberg-Essen di Jerman, mengidentifikasi sekitar 15 ribu gundukan semut di sepanjang kesalahan patahan rawan gempa di Jerman. Dipantau sepanjang waktu.

Mengenai bagaimana semut tahu gempa akan datang, para peneliti percaya itu ada hubungannya dengan kemampuan semut merasakan perubahan tingkat karbon dioksida dan medan magnet Bumi.

“Kami belum yakin mengapa atau bagaimana mereka bereaksi terhadap rangsangan yang mungkin terjadi karena gempa. Kami berencana akan melakukan penelitian yang lebih intensif di wilayah tektonik aktif dan melihat bagaimana semut bereaksi terhadap gempa lebih besar,” kata peneliti Gabriele Berberich pada pertemuan European Geosciences Union 2013.

 

 

Ular yang “dipercaya” dapat merasakan getaran gempa. Sumber foto: Felix Reimann/Wikimedia Commons via The Weather Network

 

Ular

Malam menjelang 4 Februari 1975, orang-orang di sekitar Kota Haicheng, Tiongkok, melihat begitu banyak ular meninggalkan liang mereka.

Hal itu tidak biasa karena terjadi di pertengahan musim dingin, dengan suhu kadang di bawah nol. Ular-ular memilih keluar dari liang meski dengan risiko besar. Pada hari itu, sekitar jam 7.45 malam, Kota Haicheng dilanda gempa hebat yang menelan korban lebih dari dua ribu jiwa.

 

 

Ular telah dipercaya dapat memprediksi gempa setidaknya sejak 373 SM, ketika mereka pindah dari Kota Kelike di Yunani, beberapa saat sebelum tsunami menerjang.

Perilaku ular, sebenarnya memicu penelitian United States Geological Survey (USGS), yang secara khusus mempelajari apa yang terjadi di Kelike itu.

Dari hasil riset  USGS, disimpulkan bahwa gempa-gempa kecil di awal (foreshock) diyakini menyebabkan ular keluar dari lubangya. Fakta bahwa ular mampu mendeteksi getaran kecil, patut kita ingat.

 

 

Oarfish ukuran raksasa. Sumber foto: Leo Smith/Wikimedia Commons via The Weather Network

 

Oarfish

Oarfish memang ikan berwujud aneh, dan dibanyak budaya dianggap mempunyai kekuatan mistis.   Jenis ini dapat panjangnya mencapai 5 meter, terlihat seperti pita besar dan hidup, memiliki wajah yang menakutkan (tetapi tidak berbahaya), dan hidup di laut dalam. Banyak juga yang percaya kemampuannya memprediksi gempa.

Live Science melaporkan, sekitar 20 orafish ditemukan hanyut di pesisir Jepang sebelum negara itu hancur akibat gempa kuat pada 2011. Oarfish juga banyak terdampar di waktu yang   bertepatan dengan gempa kuat di Chile dan Taiwan pada 2010.

Beberapa orang di California sempat dilanda kepanikan saat beberapa oarfish terdampar di pesisir pantai, selama beberapa hari di 2013. Ternyata, gempa benar melanda, tapi bukan di California, melainkan di Jepang. Karena sekitar dua minggu kemudian, gempa Magnitude 7,3 melanda Jepang, meskipun itu tidak menyebabkan kerusakan besar.

Semua tampak mengarah ke sebuah pola. Namun hal ini kembali dibantah oleh USGS yang menyatakan bahwa semuanya tak lebih dari kebetulan. Oarfish hidup di lautan dalam, dan mungkin benar mampu merasakan getaran gempa di bawah laut, juga gempa gempa kecil yang mungkin tak dirasakan manusia. Hal ini bukan berarti mereka mampu memprediksinya.

 

 

Common toad (Bufo bufo). Sumber foto: Korall/Wikimedia Commons via The Weather Network

 

Kodok 

Para ilmuwan sedang meneliti reproduksi kodok di beberapa kolam di Italia pada 2009, saat tiba-tiba, semua pasangan kodok itu menghilang. Tiga hari kemudian, kota L’Aquila   dilanda gempa berkekuatan 5.9 SR, dan 300 orang tewas.

Para ilmuwan meyakini, kodok-kodok tersebut pergi dari tanah yang lebih tinggi untuk menghindari reruntuhan. Benarkah mereka mampu memprediksi gempa L’Aquila?

Kodok juga menjadi bahan penelitian saat gempa di Sichuan (Tiongkok) pada 2008 yang menelan 70 ribu korban jiwa.   Harian The Telegraph melaporkan bahwa banyak blogger dari Tiongkok yang   menulis tentang ribuan kodok berhamburan dan memenuhi jalan-jalan di beberapa desa di Sichuan beberapa hari sebelum gempa.   Hingga saat ini, belum ada laporan maupun penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.

 

 

American Flamingo (Phoenicopterus ruber), Celestún National Park, Yucatán, Mexico. Sumber foto: Elelicht/Wikimedia Commons via The Weather Network

 

Burung

Beberapa saat sebelum gempa berkekuatan 5.8 SR melanda pantai timur AS pada 2011, 64 ekor flamingo di sebuah kebun binatang di kawasan itu terlihat gelisah dan berkumpul saling mendekat dengan kawanannya. Sementara bebek-bebek secara hampir bersamaan menuju ke air.

Di alam liar, flamingo juga terlihat kabur secara bersamaan dalam jumpa besar di India, beberapa saat sebelum gempa dan tsunami 2004. Hal yang sama terjadi di Tiongkok saat gempa Sichuan.

Para ilmuwan sepakat, bahwa burung, maupun hewan secara umum dapat merasakan gempa. Secara khusus, bisa diartikan bahwa hewan mempunyai indra sensitif yang mempu merasakan gelombang getaran awal, yang umumnya sangat rendah, tak dirasakan manusia, beberapa saat (biasanya dalam hitungan detik), sebelum getaran utama melanda.

Dan jika benar, hal ini tak banyak membantu. Beberapa detik tak cukup bagi manusia untuk melakukan tindakan yang cukup untuk menyelamatkan diri. Bisa jadi, di masa depan, sains mampu memberi jawaban.

 

 

Exit mobile version