Mongabay.co.id

Rawan Terbakar, Penyelamatan Gambut Harus Terus Dilakukan

 

Berada di lahan gambut yang rentan terbakar saat musim kemarau, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Tumbang Nusa, menjadi salah satu wilayah yang mendapat perhatian serius di Kalimantan Tengah. Ribuan bibit lokal telah ditanam oleh relawan dan masyarakat guna mengamankan areal seluas 5 ribu hektar yang penunjukannya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 76/Menhut-II/2005 tanggal 31 Maret 2005.

KHDTK Tumbang Nusa yang berada di Desa Tumbang Nusa dan Desa Tanjung Taruna, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, merupakan satu-satunya hutan penelitian rawa gambut dari 33 KHDTK di Indonesia. Wilayah ini, dahulunya bagian dari HPH PT. Arjuna Wiwaha seluas 92 ribu hektar, yang izinnya berakhir 4 Januari 1998 silam.

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru, Tjuk Sasmito Hadi, menjelaskan konsep RePeat (Rehabilitation of Peatland), menanam di lahan gambut bekas terbakar secara sukarela, dan rehabilitasi daerah aliran sungai di kawasan hutan telah dilakukan untuk melindungi kawasan tersebut.

“Upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut sangat sulit dilakukan jika tidak melibatkan masarakat. Mengingat, masyarakat yang paling dekat dan merasakan dampak kebakaran,” jelasnya baru-baru ini.

Baca: Laporan Ungkap Lahan Gambut Sebangau jadi Kebun Sawit, Begini Modusnya…

 

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Tumbang Nusa luasnya sekitar 5 ribu hektar perlahan direhabilitasi sebagian wilayahnya yang terbakar pada 2015. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Menurut Tjuk, konsep RePeat bertujuan menyelamatkan lahan gambut kritis yang kemungkinan dapat hilang jika terus mengalami kebakaran. Lahan tersebut juga nantinya dapat dijadikan areal konservasi dengan ditanami tidak hanya tumbuhan endemik. Contoh kahui (Shorea balangeran) yang ditanam dari berbagai daerah, dan begitu juga jelutung yang akan dicoba.

“Proses pembibitan tanaman dilakukan masyarakat Desa Tumbang Nusa yang didampingi petugas KHDTK Tumbang Nusa dengan cara memesan jenis tanaman kepada masyarakat,” ungkapnya.

Untuk mencegah kekeringan yang mengakibatkan kebakaran, di lokasi penanaman telah dibuat beberapa sekat atau bloking sebagai upaya pembasahan. Sejumlah sumur bor pun dibuat untuk pemadam bila terjadi kebakaran dan pembasahan bibit selama kemarau.

“Kegiatan ini melalui riset panjang yang dimulai dengan menguji beberapa tanaman menjanjikan. Pastinya, mulai dari pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan merupakan satu paket upaya menjaga lahan gambut dari kebakaran,” tuturnya.

Baca: Begini, Cara Masyarakat Kalimantan Tengah Antisipasi Kebakaran Hutan

 

Sejumlah tanaman ini berada di KHDTK Tumbang Nusa. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Pengelola KHDTK Tumbang Nusa, Purwanto mengatakan, kawasan yang berdekatan dengan batas Kota Palangkaraya ini, terakhir mengalami kebakaran pada 2015. Luasnya sekitar 2.500 hektar. Sejak itu, konsep RePeat yang kini mencapai 14 hektar terus dilakukan, terutama dengan bantuan pelajar dan mahasiswa.

“Sejak 1997, KHDTK adalah lahan bekas kebakaran. Setelah puluhan tahun ditanami, kini kembali menjadi hutan. Ada 30 jenis burung dan 64 lebih jenis tanaman di sini,” ungkapnya.

 

Sejumlah bibit dipersiapkan untuk nantinya ditanam di wilayah KHDTK Tumbang Nusa. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Pulang Pisau, Tiswanda, berharap rehabilitasi gambut KHDTK Tumbang Nusa berjalan sesuai harapan. “Semakin luas lahan gambut yang rawan terbakar direhabilitasi, otomatis tidak akan mengalami kekeringan karena tutupan pepohonan menjaga kelembaban tanah. Pulang Pisau merupakan kabupaten yang lahan gambutnya terbakar pada 2015 lalu, jangan sampai terulang kembali,” paparnya.

 

Persemaian bibit BPDAS Kahayan ini tepat berada di samping kantor KHDTK Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Direktur Konservasi Tanah dan Air Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, KLHK, Muhammad Firman, sebelumnya mengatakan, lahan kritis di Indonesia akan terus direhabilitasi.

Menurut Firman, lahan yang dapat ditanami melalui rehabilitasi hutan dan lahan [RHL] adalah kawasan hutan yang memiliki pemangku atau pengelola seperti KHDTK, KPH [Kesatuan Pengelolaan Hutan], KPHL, KPHP, dan KPHK. Sehingga, kawasan yang ditanami itu sekaligus dirawat dan dijaga, agar rehabilitasi tidak sia-sia atau gagal.

“Ketika ada pemangkunya, dia ikut mengelola, paling tidak menjaga jika ada kebakaran. Tidak hanya ditanam, tapi juga bertanggung jawab,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version