Mongabay.co.id

Terbukti Salah Lahan Terbakar, Hakim Hukum Triomas Bayar Rp14 Miliar

Ilustrasi. Kala musim kemarau, gambut alami kekeringan dan memicu kebakaran. Bencana seperti ini bisa berulang kala gambut fungsi lindung rusak. Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Perusahaan perkebunan sawit, PT Triomas Forestry Development Indonesia terbukti bersalah atas kasus kebakaran lahan dengan hukuman Rp14 miliar, terdiri dari Rp1 miliar denda dan Rp13 miliar perbaikan kerusakan lahan. Meskipun begitu, putusan majelis hakim PN Siak, dengan ketua Lia Yuwannita bersama anggota, Risca Fajarwati dan Dewi Hesti Indria, lebih ringan dari tuntutan jaksa Rp18,825 miliar.

“Terbukti, karena kelalaian mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,” kata Lia, kala baca putusan akhir September lalu.

Baca juga: Kebun Terbakar, Perusahaan Sawit Triomas Terjerat UU Lingkungan

Meski merujuk Pasal 99 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pidana tambahan majelis hakim lebih kecil dari tuntutan jaksa Rp 18, 825 miliar. Perbedaan itu, hakim merujuk keterangan Supendi Direktur Triomas, menyebut, lahan terbakar hanya 140 hektar. Tiyan Andesta penuntut umum Kejari Siak mengatakan, 215 hektar terbakar.

Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa mencatat, luas terbakar sekitar 400 hektar. Ia di blok C0, C2, C6, C7A, C7B dan B8 untuk divisi I. Divisi IV, kebakaran di blok C14 sampai blok C17 dan blok D15 sampai blok D21. Divisi V, kebakaran di blok E17 sampai blok E18 serta blok F16 sampai blok F17.

Baca juga: Kasus Kebakaran Lahan Sawit Triomas, Begini Kata Saksi Ahli

Dalam berita Mongabay sebelumnya, menyebutkan, JPU mendakwa TFDI melanggar, Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a atau Pasal 99 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

TFDI berada di Desa Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Siak, seluas 12.000 hektar. Lahan baru ditanami sawit 2.000 hektar, 90 hektar sedang pembersihan (land clearing). “Sisanya masih berhutan,” kata Tiyan.

Berdasarkan surat keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 97/HGU/BPN RI/2010, luas hak guna usaha (HGU) TFDI hanya 6.335,036 hektar, terbagi tiga bidang. Bidang A 486,196 hektar, bidang B 1.824,385 hektar dan bidang C 4.024,455 hektar.

Kebun TFDI itu terbagi enam divisi. Divisi I dan II sudah ditanami sawit. Divisi III masih hutan. Divisi IV dan V sedang proses dibuka. Terakhir, divisi VI masih hutan. Rentang Februari hingga Maret 2014, sekitar 400 hektar konsesi TFDI terbakar, sebagian besar di area land clearing. Tepatnya divisi I, IV dan V.

Junaidi, penasihat hukum Supendi waktu itu keberatan. Katanya, penyidik salah menentukan titik koordinat dan tak keseluruhan dari tiap blok terbakar. Karena perbedaan itu, jaksa mengambil jalan tengah.

“Jadi, kami hitung kebakaran di blok C14 sampai blok C22 dan blok D15 sampai blok D22. Karena itu masuk rencana kerja tahunan perusahaan. Kalau itu, mereka tak bisa ngelak lagi,” kata Tiyan.

Blok yang disebutkan Tiyan, menurut keterangan saksi, dalam proses pembersihan sebelum api menghanguskannya. Di situ ada bekas tumpukan kayu dan dalam tahap pembuatan jalan. Keterangan ini disampaikan Haswar, Direktur CV Kurnia Cipta Mandiri yang dikontrak Triomas FDI.

 

Banyak hutan, berlahan gambut pula, terbabat dengan dibakar jadi kebun sawit, seperti kasus Triomas yang terbukti bersalah di pengadilan ini. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Alasan Lia memakai keterangan Supendi karena tak ada saksi yang dapat membuktikan luasan terbakar. Saksi Muhammad Hidayatuddin yang dihadirkan jaksa hanya mengecek sebagian blok.

Ahli Yudi Wahyudin yang menghitung kerugian juga tak turun ke lokasi. “Api dari lahan sagu masyarakat. Itu tidak menghilangkan fakta, benar telah kebakaran di areal Triomas,” katanya.

Lia menyatakan, karena lalai perusahaan menjaga areal dari kebakaran, mengubah sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Lahan gambut rusak, Ph tanah meningkat dan udara ikut tercemar.

Dia meyakini, hasil uji laboratorium ahli Azwar Maas daripada keterangan ahli Basuki Sumawinata dan Gunawan Djajakirana yang dihadirkan terdakwa.

Pasalnya, dua ahli dari Institut Pertanian Bogor yang dihadirkan terdakwa itu, turun ke lokasi satu setengah tahun pasca kebakaran. Dalam persidangan, mereka mengaku, sudah sulit mengidentifikasi bekas kebakaran karena ditutupi tumbuh-tumbuhan seperti pakis dan rumput setinggi badan. Mereka harus menggali sedikit tanah untuk ambil sampel.

Beda dengan Azwar Maas, ahli Universitas Gadjah Mada, saat turun ke lokasi sekitar enam bulan pasca kebakaran untuk ambil sampel, masih melihat permukaan tanah gambut hangus dan abu bekas kebakaran.

Fakta udara tercemar, Lia merujuk keterangan Hengki, Ketua RT Dusun III, turut gotong-royong bersama warga padamkan api.

Hengky mengatakan, selama musim asap, dua warga terkena infeksi saluran pernapasan akut.

Kebakaran baru bisa padam sekitar satu bulan. Penyebabnya, kata Lia sarana prasarana Triomas FDI tak sebanding dengan luas lahan kelola. Terbukti, hasil audit UKP4 menyatakan, perusahaan itu pada level tidak patuh. Meskipun dalam keberatan maupun pembelaan, penasihat hukum terdakwa selalu menyanggah, lembaga itu telah dibubarkan dan waktu itu hanya mengawasi bukan sebagai penegak hukum.

Meskipun perusahaan telah berupaya memadamkan api, Lia dan dua anggota majelis hakim tetap menyatakan, Triomas FDI tidak mendukung upaya pemerintah dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan.

Jaksa, penasihat hukum maupun terdakwa yang diwakili Supendi, minta waktu pikir-pikir menanggapi putusan majelis hakim. Sidang putusan hari itu ditutup dengan saling berjabat tangan antara hakim, terdakwa, penasihat hukum, jaksa serta panitera.

Sampai tenggat waktu tujuh hari, baik jaksa maupun terdakwa tak mengajukan banding. Tiyan mengatakan, belum ada perintah dari Kejari Siak. Junaidi Siregar, penasihat hukum terdakwa, juga mengatakan, belum ada perintah dari Supendi selaku Direktur Triomas.

“Kalaupun banding tak kami lagi kuasa hukum. Kami sampai pengadilan tingkat pertama. Nanti kami akan berbagi data dengan kuasa hukum yang ditunjuk Pak Supendi,” kata Junaidi pada Mongabay lewat sambungan telepon.

 

Keterangan foto utama:  Ilustrasi. Kala hutan gambut, terus ‘dipaksa’ menjadi kebun sawit, kebakaran hutan dan lahan pun bakal terus terjadi di negeri ini.  Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version