Mongabay.co.id

Aktivis Khawatirkan Hilangnya Kawasan Konservasi Pesisir Bali

Warna ungu di lokasi Teluk Benoa menjadi perhatian para pegiat lingkungan ketika hadir dalam konsultasi publik di ruang pertemuan Wismasabha kantor Gubernur Bali pada Jumat (5/10/2018). Warna itu menunjukkan bahwa kawasan Teluk Benoa direncanakan menjadi Kawasan Pariwisata, bukan lagi Taman Nasional Laut.

Teluk Benoa merupakan kawasan strategis di antara segi tiga emas pariwisata Bali yaitu Sanur, Kuta, dan Nusa Dua. Di dalam teluk ini terdapat Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai yang terbagi di dua wilayah administratif yaitu Kabupaten Badung di sisi barat dan selatan seluas 517,7 hektar dan Kota Denpasar seluas 587,7 hektar di sisi utara dan timur laut.

Berdasarkan data digital mangrove wilayah Bali 2017, ekosistem bakau di Teluk Benoa mencapai 1.115,4 hektar. Rata-rata penutupan pohonnya 84,25 persen, tepatnya 10.200 pohon per hektar. Dengan luasan itu, ekosistem bakau di Teluk Benoa merupakan paling luas di Bali.

Bandingkan misalnya dengan luas ekosistem bakau di Teluk Gilimanuk yang luasnya 305,9 hektar dan rata-rata penutupan pohonnya 79,02 persen. Daerah lain adalah Nusa Lembongan seluas 221,5 hektar dengan penutupan 79,67 persen.

Namun, dalam peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Bali yang dibahas pagi itu, Teluk Benoa termasuk salah satu wilayah yang berubah fungsi. Tidak lagi sebagai kawasan konservasi.

baca :  Menanti Ketegasan Pemerintah Setop Reklamasi Teluk Benoa

 

Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Bali termasuk di Teluk Benoa. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Selain Teluk Benoa, lokasi lain yang akan berubah fungsi adalah laut di Kuta dan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Laut di barat pusat pariwisata Bali ini akan dijadikan lokasi penambangan pasir laut. Sesuatu yang sampai saat ini belum ada. Ada pula rencana perluasan pelabuhan di Celukan Bawang (Buleleng), Manggis (Karangasem), dan Pelabuhan Benoa (Denpasar).

Di antara tempat-tempat tersebut, Teluk Benoa mendapat perhatian paling besar dari kalangan pegiat lingkungan. Organisasi non-pemerintah yang hadir pada konsultasi publik antara lain Coral Reef Alliance (CORAL), WWF Indonesia, Coral Triangle Center (CTC), dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Walhi Bali bahkan memberikan surat protes terhadap penyusunan RZWP3K dalam konsultasi publik itu. “Penyusunan RZWP3K Bali patut diduga untuk meloloskan rencana reklamasi Teluk Benoa dan pemutihan pelanggaran tata ruang,” tuding Direktur Eksekutif Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama.

Kekhawatiran serupa datang dari I Made Jaya Ratha, Koordinator Program CORAL Indonesia. “Perhatian utama kami dalam RZWP3K Bali ini adalah bagaimana dia bisa mengakomodir daerah-daerah konservasi. Harus jelas mana yang akan dikonservasi dan mana yang akan dikonversi,” kata Jaya.

Salah satunya, menurut Jaya, adalah Teluk Benoa. Wilayah konservasi yang selama lima tahun terakhir menjadi isu besar di Bali karena akan direklamasi oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) seluas 700 hektar. Namun, rencana itu batal karena ditolak masyarakat Bali. Izin lokasi milik PT TWBI yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga sudah selesai 26 Agustus 2018 lalu.

Toh, batalnya rencana reklamasi PT TWBI tidak menghentikan ancaman pada Teluk Benoa, seperti tercantum dalam RZWP3K Bali.

baca juga :  Izin Reklamasi Berakhir, ForBali Minta Presiden Kembalikan Status Konservasi Teluk Benoa

 

Konsultasi Publik RZWP3K di Denpasar, Bali pada Jumat (5/10/2018). Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Belum Ada Aturan

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali I Made Gunaja mengatakan rencana pemanfaatan Teluk Benoa sebagai kawasan pariwisata itu berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No.51/2014. Perpres revisi dari Perpres No.45/2011 ini membahas rencana tata ruang kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Salah satunya bahwa kawasan Teluk Benoa menjadi pemanfaatan dari semula untuk konservasi.

“Salah satu pasal Perpres menyatakan ketika rencana tata ruang itu belum ada, maka produk hukum menyesuaikan pada Perpres itu. Artinya zonasi juga harus menyesuaikan,” katanya.

Gunaja yang juga Ketua Kelompok Kerja Penyusunan RZWP3K Bali menambahkan, proses yang berlangsung saat ini masih dalam tahap penyusunan dokumen awal.

Kegiatan pada awal Oktober itu merupakan bagian dari konsultasi publik, sebagai salah satu tahap yang harus ditempuh. Agenda utama pagi itu adalah memeriksa dua peta yaitu peta penggunaan saat ini (existing) dan peta perencanaan.

Hadir sekitar 80 perwakilan berbagai lembaga, seperti instansi pemerintah, badan publik, organisasi non-pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat adat. Para peserta memeriksa dua peta itu sesuai kewenangan masing-masing. Dari Dinas Perhubungan, misalnya, memeriksa wilayah mana saja terdapat pelabuhan dan bagian mana akan dikembangkan.

Adapun kalangan organisasi non-pemerintah memastikan di mana saja kawasan konservasi perairan Bali.

menarik dibaca : Jalan Berliku Mewujudkan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Bali

 

Hutan bakau di Teluk Benoa akan berubah fungsi dari konservasi ke kawasan pemanfaatan. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Kepala Sub Direktorat Zonasi Daerah KKP Krishna Samudra memandu proses. Menurut Krishna adanya RZWP3K amat penting untuk memberikan kepastian hukum perencanaan pembangunan di wilayah pesisir. “Sulit memberikan atau menolak izin kalau belum ada regulasi,” kata Krishna.

Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Bali Dewa Made Indra dalam pembukaan konsultasi publik mengatakan hingga saat ini Bali belum memiliki aturan hukum kuat untuk melindungi zona pesisir. Dengan adanya RZWP3K, menurut Indra, semua pembangunan di Bali harus mengacu pada aturan tersebut.

“Baik investor ataupun pemerintah harus menggunakan aturan itu sebagai landasan pembangunan di kawasan pesisir Bali,” kata Indra.

Mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali ini melanjutkan tanpa aturan jelas dalam pembangunan bisa berujung pada korupsi. “Pangkalnya pada peraturan yang akan kita buat. Karena itu (RZWP3K) ini harus selesai dalam 2019,” ujarnya.

Ketika Bali belum memiliki RZWP3K, beberapa pihak memang terlihat agresif membangun di Bali, termasuk di kawasan pesisir. Dua di antara proyek besar yang saat ini berlangsung adalah perluasan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Badung dan perluasan Pelabuhan Benoa di Denpasar.

Menurut Gunaja, perluasan Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa belum diadopsi dalam peta karena ketika dilaksanakan, belum ada payung hukum untuk mengaturnya. “Dasar inilah yang nanti kita elaborasi, mana yang bisa kita lanjutkan, mana yang perlu kesepakatan bersama. Sehingga matra darat dan laut sinkron. Itu yang saya tekankan,” katanya.

baca juga :  Pengunjung Kawasan Konservasi, Jadi Penyelamat Sekaligus Perusak. Bagaimana Mengaturnya?

 

Perluasan Bandara Ngurah Rai Bali yang dilakukan karena belum adanya RZWP3K. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Perlu Masukan

Selain Teluk Benoa kalangan organisasi non-pemerintah juga meminta agar wilayah konservasi perairan Bali benar-benar diperhatikan. Misalnya di Nusa Penida, termasuk Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, yang sudah menjadi kawasan konservasi, tetapi mendapat tekanan besar dari sektor pariwisata.

Tekanan pariwisata itu tidak hanya pada lingkungan tetapi juga aspek sosial. Kalangan nelayan ingin memastikan agar RZWP3K juga memastikan kawasan-kawasan milik nelayan tidak digusur. “Banyak akses nelayan pada pangkalan perahunya sekarang justru ditutup oleh hotel. Karena itu renzana zonasi ini harus memastikan mereka tetap terlindungi,” kata I Nengah Manu Mudhita, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bali.

Terhadap semua keberatan tersebut Ketua Pokja RZWP3K I Made Gunaja mengatakan akan mejadikannya sebagai masukan. “Kita nanti akan komunikasikan lebih luas. Kalau sesuai keinginan masyarakat Bali, dasar-dasar hukum mana yang mau digunakan. Supaya tidak menyalahi aturan hukum,” katanya.

Gunaja menambahkan, penyusunan RZWP3K itu sendiri masih panjang. Setelah selesai dengan dokumen awal, nantinya akan ada dokumen antara yang dibahas di DPRD Bali. “Masyarakat juga bisa memberikan langsung masukannya pada saya dari aspek-aspek yang mereka tahu. Agar semua pihak nanti merasa nyaman,” ujarnya.

 

Exit mobile version