Mongabay.co.id

4 Tahun Penjara, Vonis Hakim untuk Penadah Kulit Harimau Sumatera

Awetan harimau sumatera yang disita dari para pelaku kejahatan satwa di Aceh. Pemusnahan barang bukti harus dilakukan dan hukuman untuk para pelaku harus ditingkatkan. Foto: Junadi Hanafiah

 

Dua penadah kulit harimau sumatera yang ditangkap Polres Aceh Selatan, Aceh, pada 23 Juli 2018, divonis bersalah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tapaktuan, empat tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Sarkawi Bin Warigo (41) dan Sabaruddin Bin Alm. M Yusak (45), yang merupakan warga Simpang Kiri, Kota Subulussalam, harus merasakan perbuatan terlarangnya itu. Majelis Hakim yang diketuai Zulkarnain dengan hakim anggota Armansyah Siregar dan Muammar Maulis Kadafi, pada 19 Oktober 2018, menyatakan keduanya  terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memperniagakan kulit satwa dilindungi.

“Mereka melanggar Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” sebut Majelis Hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum.

“Menjatuhkan pidana kepada Sarkawi dan Sabaruddin masing-masing 4 tahun penjara dan denda 50 juta Rupiah. Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan penjara 4 bulan,” tambah Majelis Hakim Pengadilan Tapaktuan.

Baca: Harimau Sumatera Terus Diburu Memang Nyata

 

Perburuan harimau sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser dan wilayah lain di Sumatera memang terus terjadi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dalam putusannya, Majelis Hakim menetapkan barang bukti satu lembar kulit harimau dikembalikan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. “Awalnya, para terdakwa didampingi penasehat hukum berdasarkan Penetapan Penunjukan Nomor 127/Pid.B-LH/2018/PN-Ttn tanggal 17 September 2018. Akan tetapi di persidangan, mereka menolak didampingi dan menghadapi sendiri perkaranya di persidangan,” sebagaimana keterangan Majelis Hakim dalam petikan putusan Nomor: 127/Pid.B-LH/2018/PN Ttn.

Sebelumnya, Kapolres Aceh Selatan, AKBP Dedy Sadsono mengatakan, Sarkawi dan Sabaruddin ditangkap di Desa Kapeh, Kecamatan Kluet Selatan, Kabupaten Selatan, atau di rumah orangtua Sabaruddin, atas laporan masyarakat. “Saat diperiksa, mereka mengaku membelinya dari masyarakat Trumon dan disimpan dalam karung di pintu belakang rumah,” jelasnya.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo menyampaikan apresiasi ke Pengadilan Negeri Tapaktuan yang telah memvonis empat tahun penjara. “Kami juga mengapresiasi Polres Aceh Selatan yang telah membongkar kasus ini. Jaksa Penuntut Umum Kejari Tapaktuan telah bekerja maksimal dengan menuntut kedua penadah 4,5 tahun penjara,” ujarnya.

Sapto menambahkan, hukuman untuk kedua penadah ini yang tertinggi di Aceh untuk kasus kejahatan satwa liar. Meski begitu, hingga saat ini perburuan harimau sumatera di Aceh masih terjadi. Ini dibuktikan dengan masih ditemukannya jerat yang dipasang pemburu satwa.

“Jerat satwa termasuk harimau masih ditemukan tim patroli di hutan. Jika pembeli belum ditangkap perburuan akan terus terjadi dan ini yang harus dibongkar,” terangnya.

 

Inilah barang bukti satu lembar kulit harimau sumatera yang diamankan Polres Aceh Selatan dari dua pelaku. Foto: Dok. Forum Konservasi Leuser

 

Sistematis

Dwi Adhiasto, Program Manager Wildlife Crime Unit (WCU), kepada Mongabay Indonesia sebelumnya mengatakan, perburuan harimau sumatera dan satwa lainnya di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) juga daerah lain di Indonesia dilakukan sistematis. Para pemburu berhubungan satu dengan lainnya. Mereka bukan mencari peruntungan, tapi sudah berjejaring. “Ada permintaan di Indonesia maupun dari luar terutama kulit dan taring harimau.”

Di Indonesia, kelompok-kelompok pemburu dan penampung juga pedagang, saling membantu. Meski kadang mereka beda kelompok, tapi tidak berkompetisi malahan kerja sama. Memberantas kelompok terorganisir ini harus dengan menangkap satu persatu. Mulai dari pemburu, pembeli, pengepul, pedagang, pemodal, hingga petinggi di jaringan itu harus ditangkap. “Agak sulit memang menangkap pelaku di level provinsi karena pemburu lokal tidak mengenalnya, jaringan mereka rapi.”

 

Jerat satwa liar yang dipasang pemburu di Kawasan Ekosistem Leuser ini dibersihkan oleh Forum Konservasi Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dwi menambahkan, putusan hukum saat ini belum memberi efek jera. Pelaku yang telah divonis penjara, setelah bebas akan melanjutkan lagi hobinya memburu harimau sumatera. “Seperti yang terjadi di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, ada pelaku yang divonis dua tahun, setelah bebas kembali berburu dan tertangkap lagi. Ini bukti, risiko yang mereka terima lebih ringan dibanding keuntungan yang diperoleh,” tandasnya.

 

Foto utama: Awetan harimau sumatera yang disita dari para pelaku kejahatan satwa liar di Aceh. Foto: Junadi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version