Mongabay.co.id

Dulu Pemburu, Kini Mereka Berupaya Selamatkan Penyu

Masyarakat, polisi, petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang melepas tukik hasil penetasan Pokmaswas Pilar Harapan, Bajulmati, Sumbermanjingwetan, Kabupaten Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

Deburan ombak berkejaran, menghantam karang hingga berakhir di tepian pantai. Puluhan orang berdiri di tepi Pantai Bajulmati, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Masing-masing mengambil anak penyu (tukik) di wadah plastik. Mereka bergantian melepas tukik ke laut lepas.

Baca juga Penelitian: Sarang Penyu Belimbing di Papua Barat Musnah 78% Dalam Tiga Dekade

Tukik berlarian, sebagian terguling. Ombak pantai selatan yang terkenal garang tak menyurutkan anak penyu kembali ke laut. Sebagian penyu gagal sampai ke laut, bahkan ada yang berjalan berlawanan arah.

Tak hanya tukik, sekitar enam penyu berusia setahun juga dilepas. Mereka sebelumnya menempati rumah penetasan di tepi pantai.

Baca jugaPenyu Belimbing Ini Terjaring Nelayan, Mau Diselamatkan, Malah Hilang. Kok Bisa?

Medio Oktober lalu, warga yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pilar Harapan melepas penyu. Para pegiat konservasi satwa, polisi, petugas Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang, ikut dalam seremonial pelepasan itu.

Kuswana, Kepala KSDA Resor wilayah Malang, mengatakan, pesisir selatan Malang jadi salah satu titik pendaratan penyu bertelur. Mereka memilih kawasan pesisir yang sepi dari gangguan predator, termasuk manusia.

Dalam perkembangannya, sepanjang pantai selatan Jawa mulai banyak aktivitas manusia. Pantai jadi obyek wisata, termasuk Bajulmati. Setiap hari wisatawan datang mendirikan tenda dan bermain di pantai. Penyu makin lama makin sulit mencari tempat tenang.

Lokasi pendaratan penyu di pesisir selatan tersebar di Kabupaten Malang, Taman Nasional Meru Betiri dan TN Alas Purwo, Banyuwangi.

 

Kepala Satuan Polisi Air Ajun Komisaris Dwiko Gunawan melepas tukik hasil penetasan Pokmaswas Pilar . Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Warga yang tergabung dalam Pokmaswas Pilar Harapan terus memantau kawasan pesisir ini. Mereka berupaya mencegah wisatawan merusak dan menganggu penyu bertelur.

Untuk mencegah telur membusuk, rusak dan menjauhi tangan jahil telur penyu dialihkan ke rumah penetasan.

“Penetasan telur penyu lebih baik untuk menghindari gangguan manusia dan predator,” katanya.

Selain terancam predator alam, katanya, penyu juga terganggu manusia seperti perburuan telur dan penyu untuk diambil dagingnya.

KSDA, kata Kuswana, juga terbantu oleh kelompok masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat peduli lingkungan. Dia mengapresiasi kelompok masyarakat yang membantu usaha konservasi, seperti Pokmaswas Pilar Harapan.

Andik Saifudin, Koordinator Sahabat Alam Indonesia, menemukan perburuan penyu di pesisir selatan Kabupaten Malang, terutama di pantai-pantai yang sulit terpantau seperti Pantai Tamban, dan Licin. “Dalam satu jam nelayan membantai satu sampai tiga penyu. Berat per ekor antara 110-150 kilogram,” katanya.

Daging penyu dijual di pasar gelar seharga Rp8.000 per kilogram. Telur juga diambil untuk konsumsi. Bahkan penyu kawin langsung diangkat, hingga sekali ambil mendapat dua. Pengepul, kata Andi, berasal dari Bali dan Surabaya.

“Sebagian konsumsi sendiri. Penyu sulit lari jauh. Saya mengikuti aktivitas nelayan,” katanya.

Dia bilang, perburuan terjadi karena penghasilan nelayan terus menyusut, tak tentu hingga memaksa mereka berburu penyu.

Sahabat Alam Indonesia berharap, pemerintah mengurai masalah kemiskinan nelayan pesisir selatan Kabupaten Malang.

 

Pegiat Pokmaswas Pilar Harapan penunjukkan tukik berusia setahun yang akan dilepas ke laut bebas. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Perburuan telur dan penyu sempat marak kala warga belum menyadari betapa penting menjaga kelestarian penyu. Kini, mulai berkurang meskipun masih ada. Mereka yang dulu berburu itu malah jadi penjaga terdepan penyu-penyu di Pantai Bajumati.

Sutari, Ketua Pokmaswas Pilar Harapan Sutari membenarkan, kalau dia dan warga lain pernah mengonsumsi telur termasuk memburu penyu. Dulu, mereka tak tahu kalau penyu satwa langka dan dilindungi. Dia bilang, warga mengkonsumi penyu karena saat itu mudah didapat di Pantai Bajulmati.

“Pencurian telur penyu marak untuk dikonsumsi,” katanya.

Seiring perkembangan waktu, Sutari dan sebagian warga sadar kalau penyu sudah jarang mendarat ke Bajulmati. Perburuan dan gangguan habitat jadi salah satu penyebab. Khawatir punah, dia secara swadaya mengumpulkan telur dan membuat rumah penetasan sejak 2012.

Kini, Sutari berusaha menetaskan tanpa bekal pengetahuan dan teknik memadai. Pada 2013, Dinas Kelautan dan Perikanan Malang memberikan pelatihan, terutama mengenali jenis penyu di Bajulmati. Bersama enam relawan, dia berusaha melestarikan penyu di pesisir selatan Kabupaten Malang ini.

Sutari telah mengantongi izin penetasan penyu dari KSDA. Dia berharap, konservasi penyu ini bisa menggugah kepedulian masyarakat lebih luas. Di pantai ini, katanya, pengunjung membuat api unggu dan kadang membakar telur penyu, termasuk aktivitas motor ATV yang merusak sarang penyu.

Saban malam saat musim pendaratan penyu, Sutari mengawasi, dan merelokasi telur di tempat aman. Setelah menetas, tukik dilepas ke lautan.

Dia tengah menyiapkan kawasan pesisir untuk lahan penetasan. Telur penyu pindah ke tempat khusus, termasuk menjauhi predator–biawak dan anjing liar. Sutari juga menyiapkan papan larangan bagi pengunjung memasuki kawasan pendaratan penyu agar tak terganggu dan enggan datang di Pantai Bajulmati. Setelah telur penyu menetas, katanya, akan langsung lepas ke lautan.

 

Masyarakat, polisi, petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang melepas tukik hasil penetasan Pokmaswas Pilar Harapan, Bajulmati, Sumbermanjingwetan, Kabupaten Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Sutari juga berencana mengembangkan wisata minat khusus mengamati pendaratan dan penyu bertelur. “Atraksi wisata ini akan dikemas menarik, tanpa menganggu penyu bertelur,” katanya seraya bilang, penyu mendarat bertelur Maret hingga Juni. Rata-rata setiap pendaratan sampai 23 penyu.

Wahyu Pratomo, Pengurus Sahabat Alam Indonesia tengah meneliti berbagai aspek yang mempengaruhi perburuan penyu, antara lain aspek sosial, dan ekonomi. Perburuan terjadi, katanya, karena faktor ekonomi. Belakangan dia menemukan kesadaran konservasi masyarakat meningkat, perburuan telur penyu mulai menurun.

“Kadang ada warga menemukan telur, tapi minta diganti uang. Tak ada biaya untuk konservasi,” katanya.

Wahyu juga mendapampingi usaha Pokmaswas Pilar Harapan dalam usaha menetaskan telur penyu. Awalnya, kata Wahyu, mereka menetaskan tukik dan diberi makan pakan ikan buatan.

“Terus diganti ikan kecil,” katanya.

Idealnya setelah menetas, tukik segera dilepas ke laut. Lantaran tukik memiliki cadangan makanan alamiah untuk bertahan di laut lepas. Saat dewasa penyu kembali ke Bajulmati karena memiliki sistem navigasi alamiah yang memandu kembali.

Dari pengamatan dia temukan, 40 titik pendaratan penyu mulai Pantai Wonogoro, Buncaran hingga Bajulmati. Setiap penyu bisa menghasilkan 50 telur. Adapun penyu-penyu yang mendarat, antara lain penyu sisik (Eretmochelys imbricata), belimbing (Dermochelys coriacea), hijau (Chelonia mydas) dan abu-abu (Lepidochelys olivacea).

Paling banyak, katanya, penyu sisik dan abu-abu di Bajulmati. Penyu belimbing dan hijau di Pantai Buncaran. Namun, katanya, dalam setahun terakhir penyu belimbing tak pernah mendarat. “Belimbing jenis penyu langka. Perburuan tinggi.”

 

Patroli BBKSDA Jawa Timur dan Profauna Indonesia menemukan karapas di Cagar Alam Pulau Sempu, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Karapas diduga ditinggalkan nelayan, setelah penyu dibantai dan diambil dagingnya. Foto: Profauna Indonesia

 

Agung Pramana Warih Mahendra, dosen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Brawijaya mengatakan, kalau teridentifikasi satu wilayah tempat pendaratan penyu, idealnya harus bebas dari aktivitas manusia termasuk pariwisata.

Kalau terpaksa ada atraksi wisata, katanya, harus dipandu agar tak menganggu penyu bertelur. “Jika jadi wisata minat khusus, harus dikaji mendalam. Wisata tanpa mengganggu kondisi awal.”

Dia bilang perlu lebih banyak penelitian soal penyu. Di Indonesia, katanya, penelitian penyu terbilang minim karena terhambat sumber daya manusia, dan dana. Agung pun mengajak BKSDA dan perguruan tinggi lakukan penelitian bersama.

“Penelitian bersama bisa digerakkan melalui Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi. Belum ada fokus meneliti penyu. Riset banyak dari peneliti luar negeri,” katanya. Bahkan sejumlah jurnal pun mengacu hasil penelitian luar negeri.

Lembaga konservasi satwa, ProFauna Indonesia menemukan karapas penyu lekang (Lepidochelys olivacea) di Cagar Alam Pulau Sempu, Kabupaten Malang, 15 Agustus 2018. Temuan saat patroli bersama petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur ini bermula dari laporan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman yang meneliti terumbu karang di Pantai Teluk Air Tawar, Pulau Sempu.

“Karapas terdapat guratan benda tajam pada sisi dalam dan bekas sayatan bagian tepi,” kata Erik Yanuar, Ranger ProFauna Indonesia.

Temuan karapas sepanjang 68 centimeter menunjukkan masih terjadi penangkapan penyu di Pulau Sempu. Pulau ini berjarak sekitar lima kilometer dari Bajulmati.

Sementara Sutari berkomitmen tetap jadi penjaga penyu. Dia akan terus mengajak warga peduli tak lagi berburu maupun memperdagangkan penyu dan telurnya.

Sutari menatap laut lepas. Senyum tipis mengembang setelah berhasil mengantarkan tukik ke laut lepas…

 

Keterangan foto utama:   Masyarakat, polisi, petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang melepas tukik hasil penetasan Pokmaswas Pilar Harapan, Bajulmati, Sumbermanjingwetan, Kabupaten Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version