Ketika nama ubur-ubur tanpa sengat disebut, akan langsung terlintas di kepala kita Danau Kakaban, di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Namun, tidak banyak yang tahu jika di Pulau Misool, Raja Ampat, Papua Barat, hidup juga ubur-ubur tanpa sengat yang berenang di danau air asin.
Dalam bukunya, Marine Environments of Palau, Colin (2009) menjelaskan bahwa semakin dalam suatu danau mengindikasikan semakin tua usia terbentuknya danau tersebut. Jika dibandingkan dengan danau berkedalaman 60 meter di Palau, negara kepulauan di Samudra Pasifik, yang ditaksir berusia 12 ribu tahun, danau di Misool termasuk kategori usia muda. Danau-danau air asin yang tersebar di Indo-Pasifik ini merupakan habitat hidup ubur-ubur tanpa sengat, Mastigias papua.
Di Indonesia, danau air asin berada di Kalimantan Timur dan Papua Barat. Bila ditelusuri, dari lebih 200 danau air asin di dunia yang tersebar di Bahama, Palau, Vietnam dan Indonesia. Indonesia memiliki sekitar 35% dari jumlah tersebut.
Mastigias merupakan genus bagi ubur-ubur sejati dalam keluarga Mastigiidae dan memiliki tujuh spesies berbeda. Penelitian yang dilakukan Gandy Y.S Purba dkk. atas kerja sama Universitas Gajah Mada, Universitas Wageningen, Universitas Papua dan The Nature Conservancy pada Oktober 2015 dan Mei 2016, menemukan Mastigias papua di tiga danau, di antara lebih dari lusinan danau air asin di Misool. Dalam artikelnya yang berjudul Jellyfish Lakes at Misool Islands, Raja Ampat, West Papua, Indonesia yang diterbitkan Jurnal Biodiversitas Januari 2018, Purba dkk. melakukan penelitiannya di Danau Lenmakana, Karawapop, dan Keramat.
Danau Lenmakana memiliki tipe meromictic, yaitu danau dengan struktur perairan berupa lapisan bertingkat dengan tiap lapisan tidak tercampur secara alami. Sementara, Danau Karawapop dan Keramat memiliki tipe holomictic yang artinya seluruh badan airnya tercampur dari permukaan sampai dasar, sehingga tidak bertingkat lapisannya karena “teraduk” angin.
Luas Lenmakana 1,25 hektar dengan kedalaman 18 meter, terdalam diantara ketiga danau, dan jaraknya ke laut hanya 55,8 meter. Ada gua di sisi utara sebagai koridor penghubung dengan air laut atau danau lainnya. Danau Karawapop hanya berjarak 23,9 meter dari laut, ukurannya relatif kecil (0,57 hektar) dan tidak terlalu dalam (4,5 meter). Di danau ini, tidak terdapat koridor penghubung yang signifikan sebagai tempat masuk air laut. Air laut meresap dari lubang-lubang kecil atau pori-pori dan retakan pada bebatuan yang menyebabkannya asin.
Sementara Danau Keramat berlokasi di Pulau Keramat dengan jarak 109 meter dari garis pantai. Luasnya 3,23 hektar dengan kedalaman 7,3 meter. Aliran air laut dihubungkan melalui gua seluas 3—4 meter yang berada di bawah air. Dari hasil penelitian Purba dkk., diketahui ketiga danau tersebut memiliki karakteristik berbeda mulai dari komunitas biota, parameter fisik maupun kimia airnya.
Ukuran ubur-ubur Mastigias memang bervariasi. Ada yang kecil hingga sebesar melon, namun umumnya sebesar jeruk. Untuk ubur-ubur yang dijumpai di ketiga danau tersebut cenderung berukuran kecil dan berada di perairan dangkal.
Tidak seperti ubur-ubur lain yang perlu mengumpulkan makanan dengan tentakelnya kemudian mencerna melalui mulut utama yang terletak di bawah payungnya, Mastigias papua mencerna melalui mulut yang ada di lengannya. Berikutnya, disalurkan melalui kanal sepanjang tubuhnya.
Ciri fisik ubur-ubur Mastigias sp. di masing-masing pulau di Misool bervariasi. Isolasi danau selama ribuan tahun menyediakan kondisi fisik spesifik yang memungkinkan terjadinya evolusi terpisah di setiap lokasi. Hal ini yang ditengarai memunculkan karakteristik khusus, yang memisahkan ubur-ubur tanpa sengat tersebut ke dalam sub-spesies berbeda.
Aktivitas wisata
Berdasarkan penelitian Dawson dkk. (2001) aktivitas wisata berpengaruh terhadap kehidupan Mastigias sp. Tabir surya yang kerap digunakan para turis ketika berenang bersama Mastigias ternyata membahayakan kehidupan mereka. Tabir surya dengan konsentrasi 10-6 g ml-1 memberikan dampak mematikan pada Mastigias sp. hanya dalam 30 jam. Tidak hanya aktivitas manusia, perubahan kondisi alam juga memengaruhi kelangsungan hidup ubur-ubur tanpa sengat ini.
El Nino di 2015, sempat menyebabkan populasi Mastigias sp. di Danau Karawapop menghilang yang biasanya dapat dilihat setiap waktu. Kejanggalan ini terjadi karena El Nino membawa angin panas yang meningkatkan temperatur perairan. Mastigias sp. diketahui bersimbiosis dengan zooxanthella, suatu fitoplankton yang membutuhkan cahaya matahari untuk bertahan hidup. Ketika temperatur air naik, populasi zooxanthella akan menurun dan mengurangi populasi Mastigias sp.
Hal unik lain yang teramati dalam penelitian Purba dkk. yaitu adanya perubahan warna ubur-ubur Mastigias papua di Oktober 2015. Dari yang awalnya kecoklatan menjadi keputihan di Mei 2016. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut menjelaskan kejadian ini.
Fenomena-fenomena tersebut menggambarkan rentannya kehidupan ubur-ubur tanpa sengat di danau air asin beserta hal lain yang belum diketahui. Untuk melindungi habitatnya, kegiatan turisme perlu dikelola dengan mengikutsertakan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat lokal.
Penerapan biaya masuk seperti di tempat lain dalam kawasan Taman Nasional Raja Ampat dapat menciptakan insentif positif bagi masyarakat lokal untuk melindungi dan mengelola danau air asin tersebut.
* Hilda Lionata, Indonesia Oceans Program Manager The Nature Conservancy (TNC) Indonesia. ** Emira Fajarini merupakan TNC Indonesia Konsultan