Mongabay.co.id

Dunia Satukan Tekad Bersihkan Lautan dari Sampah Plastik

Dunia bersepakat untuk membersihkan lautan dari beragam sampah plastik yang bisa mencemari ekosistem di dalamnya. Pembersihan laut dari sampah plastik, mendesak untuk dilakukan, mengingat dampak yang akan dirasakan oleh warga dunia sangat mengerikan. Tak hanya satu, tapi banyak dampak yang akan timbul dan bersifat kompleks.

Demkian kesimpulan selama dua hari penyelenggaraan Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 29-30 Oktober 2018. Dalam gelaran tersebut, tercatat ada 143 negara yang hadir menjadi delegasi dan memberikan komitmennya untuk membersihkan laut di wilayah negaranya masing-masing.

Dari Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, sampah plastik adalah musuh terbesar Indonesia saat ini. Tak hanya berada di laut, sampah plastik juga menjadi musuh besar saat berada di darat. Kedua ekosistem itu, memiliki keterikatan yang tidak bisa dipisahkan.

“Apalagi, sampah plastik di laut itu 80% lebih berasal dari darat. Jadi, kalau mau bersih, ya harus ada upaya dulu dari darat,” jelasnya.

Luhut kemudian menyebutkan, salah satu dampak serius yang ditimbulkan dari sampah plastik, adalah munculnya generasi stunting, yaitu kekurangan gizi yang kronis karena tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Ancaman itu, saat ini sudah mulai terlihat di Indonesia dan salah satu ciri-cirinya adalah anak-anak semakin pendek badannya.

Menurut Luhut, walau stunting terdengar seperti biasa saja, namun itu adalah berbahaya dan bisa mengancam generasi muda Indonesia. Dampak buruk dari stunting, tak hanya dari segi fisik, tapi juga dari segi intelegensia dan itu bisa memengaruhi masa depan bangsa Indonesia. Oleh itu, dia meminta semua negara untuk ikut berjuang membersihkan laut dari sampah plastik.

“Bagi negara maju, stunting mungkin tidak akan terasa. Tapi, bagi kami di negara berkembang, itu akan berdampak sekali. Masa depan kami juga akan terancam,” jelas dia saat mengisi sesi Breakfast Meeting on Combating Marine Plastic Debris, Selasa (30/10/2018).

baca :  Inilah Sejumlah Komitmen OOC 2018 untuk Menyelamatkan Lautan

 

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sambutan selamat datang dalam Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (30/10/2018). ANTARA FOTO/Media OOC 2018/Sigid Kurniawan/Mongabay Indonesia

 

Isu Global

Dengan ancaman yang besar, Luhut menegaskan bahwa masalah sampah plastik sudah menjadi isu lintas batas negara dan harus ditanggulangi bersama. Penegasan Luhut itu diungkapkan di depan delegasi negara-negara yang akan mengikuti East Asian Summit (EAS) pada 15 November mendatang di Singapura.

“Sangat penting bagi kami untuk memperoleh dukungan dan sinergi berbagai kerja sama, terutama dalam pengelolaan sampah plastik di laut yang sejalan dengan kebijakan (Pemerintah RI),” tandas dia.

Selain dari Indonesia, komitmen nyata juga diungkapkan negara lain dan pihak swasta yang menguasai pasar global. Di antara mereka, yang terlihat sangat berani adalah kelompok negara-negara Uni Eropa (UE) yang mendonasikan uang mereka senilai 300 juta euro untuk mewujudkan laut yang bersih, sehat, dan aman.

Wakil Presiden UE Mogherini menjelaskan, komitmen UE untuk ikut bergerak menjaga laut dunia, karena disadari bahwa laut adalah wilayah yang harus dilindungi dari sejak sekarang. Untuk itu, dalam OOC 2018 di Bali, UE membuat 23 komitmen baru yang akan diimplementasikan seusai gelaran.

Semua komitmen itu, memiliki benang merah kuat, yaitu untuk mendorong program-program penanganan sampah plastik, mendorong ekonomi biru yang lebih berkelanjutan, dan meningkatkan kegiatan riset serta pengawalan kelautan.

“Kondisi lautan kita mendesak dan memerlukan aksi dunia yang tegas. Tidak satu pun negara yang bisa berhasil melakukan pembersihan dan pengawalan laut. Itu butuh kerja keras dari semua negara,” tuturnya.

Pernyataan Mogherini itu diamini oleh Karmenu Vella, Komisioner UE. Dia menyebut, saat ini manusia tidak bisa lepas tangan karena laut selalu dibutuhkan dan sebaliknya juga, laut membutuhkan manusia. Cara paling tepat, adalah dengan membersihkan laut dari beragam sampah plastik dan sumber-sumber polusi lain yang sudah terlanjur ada.

baca juga :  Menakar Komitmen Global Penyelamatan Samudera Dunia pada OOC 2018

 

Warga memungut sampah plastik di antara timbulan sampah di Sungai Citarum di wilayah Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (14/12/2022).
Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Selain UE, donasi untuk menyelamatkan laut yang bisa dipakai oleh negara yang tertarik, juga digelontorkan oleh Trash Free Seas Alliance (TFA) yang didalamnya beranggotakan Ocean Conservancy, Algalita Marine Research and Education, Amcor Limited, dan American Chemistry Council. Untuk donasi tersebut, TFA mengucurkan USD100 juta.

Dana sebesar itu, di antaranya akan digunakan untuk investasi dunia melawan polusi sampah plastik yang ada di laut. Hal itu ditegaskan oleh Direktur Ocean Conservancy untuk TFA Programme Nick Mallos saat mengisi sesi side event, Senin (29/10/2018). Menurut dia, polusi sampah plastik di laut adalah permasalahan kompleks yang memerlukan solusi yang bijak dan tepat.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan, kata Nick, adalah dengan meningkatkan beragam program secara cepat untuk melaksanakan pengurangan, pemakaian kembali, dan daur ulang plastik yang sudah ada di dunia. Kemudian, bagi pihak swasta yang menghasilkan produk berbahan dasar plastik, segera lakukan desain ulang kemasan yang akan dijual dengan memanfaatkan bahan plastik bekas pakai.

Kemudian, terdapat juga Circulate Capital yang mengumumkan pada side event OOC 2018 bahwa mereka mendonasikan USD90 juta untuk penanganan sampah plastik di laut. Donasi itu dikucurkan, karena firma yang berfokus pada manajemen investasi itu, menyadari bahwa lautan kini semakin terancam mengalami kerusakan parah akibat pencemaran sampah plastik.

menarik dibaca :  Jokowi: Jangan Terlambat Berbuat untuk Laut Kita

 

Tumpukan sampah di pesisir pantai. Sampah di laut membahayakan bagi biota laut dan juga manusia bila masuk ke rantai makanan. Foto : kkp.go.id

 

Penyelamatan Laut

Direktur sekaligus pendiri Circulate Capital, John Kaplan menerangkan, dana yang didonasikan untuk penyelamatan laut dunia itu berasal dari sejumlah perusahaan swasta yang memiliki cakupan pasar yang luas di dunia. Mereka adalah Pepsi Co, Procter & Gamble, Dow, Danone, Unilever, dan The Coca Cola Company.

“Kita ingin terlibat dalam penyelamatan laut dunia dan mitra kerja kita juga memiliki pandangan dan tujuan yang sama,” tegasnya.

Di luar itu, aksi nyata yang ditunjukkan dunia juga diperlihatkan oleh swasta yang memberanikan diri untuk mengubah kebijakan perusahaan dengan mengurangi penggunaan plastik sebagai material utama dalam setiap produk. Untuk kemasan produk yang akan diproduksi pun, secara perlahan mulai menggunakan plastik daur ulang dari kemasan lama masing-masing perusahaan.

Di antara mereka, tercatat SC Johnson yang dengan tegas sudah menyatakan komitmennya untuk menggunakan plastik lama dalam kemasa baru melalui sistem daur ulang. Diharapkan, kebijakan tersebut sudah bisa dipergunakan penuh dalam proses produksi maksimal pada 2025. Cara itu, diharapkan bisa mengurangi produksi plastik dunia yang semakin bertumpuk.

Direktur Eksekutif SC Johnson Fisk Johnson menjelaskan, pihaknya memutuskan untuk mengubah kebijakan, karena melihat bahwa peningkatan krisis sampah plastik semakin nyata dari waktu ke waktu. Oleh itu, pihaknya ingin membagi usaha yang sudah dilakukan tersebut kepada dunia internasional.

“Saat ini, sampah plastik laut sudah mencapai batas tertingginya dengan mencapai delapan juta metrik ton setiap tahun. Itu sama saja dengan satu truk sampah membuangnya ke laut setiap menit,” tegasnya.

Untuk saat ini, Fisk menyebutkan, perusahaannya sudah mencapai 90 persen produk berbahan dasar daur ulang plastik. Dengan sisa waktu sekitar tujuh tahun lagi, dia optimis target mencapai 100 persen berbahan dasar daur ulang sudah bisa diwujudkan.

 

Exit mobile version