Mamat Rahmat bergegas memaparkan presentasinya. Ada informasi penting yang ingin disampaikannya pada ratusan peserta seminar nasional badak, di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu, 20 Oktober 2018.
“Ini rekaman pertama di dunia mengenai perilaku kawin badak jawa di alam liar. Bahkan, badaknya seperti sadar kamera,” ungkap Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) itu.
Sejak 1967, populasi badak di Ujung Kulon memang dihitung menggunakan metode jejak atau tapak kaki. Namun, pada 2010 metode itu diperbarui dengan menggunakan kamera jebak untuk mendapatkan data lebih valid.
Hasilnya, pada 2011, Balai TNUK berhasil mengidentifikasi 35 individu badak, terdiri 22 jantan dan 13 betina. Sebanyak 5 individu merupakan anakan. Masing-masing individu kemudian dibedakan berdasar morfologinya. Misalnya, perbedaan bentuk telinga, cula, lipatan kulit, hingga cacat fisik. Selanjutnya, seluruh badak yang teridentifikasi diberi nama.
Dalam perkembangannya, dari kamera inilah terekam perilaku unik badak yang sebelumnya tidak diketahui. “Ada yang sensitif kamera dan langsung menggigit. Ada juga yang tengak tengok atau mondar-mandir.”
Salah satu kamera merekam perilaku Rawing yang tengah birahi, namun belum punya pasangan. “Akhirnya dia “masturbasi”. Jadi ternyata badak jawa seperti itu. Hal luar biasa ini harus jadi kajian,” ujarnya.
Baca: Badak Jawa yang Membuat Hidup Masyarakat Berarti
Perilaku unik lain yang terekam adalah mandi bareng di kubangan yang melibatkan 3 individu: seekor jantan, betina, dan anaknya. Tempat ini rupanya dipakai Pajero (jantan) dan Palasari (betina) untuk memadu kasih. Dari hasil pengamatan, didapat informasi bahwa jika dibandingkan badak sumatera jantan yang memiliki alat kelamin besar bercabang tiga, pada badak jawa tanda-tanda itu tidak tampak.
Sesungguhnya, perkawinan sepasang badak bisa berlangsung hingga satu jam. Namun aksi Pajero dan Palasari hanya 10 menit. “Ini kali pertama Pajero mengawini badak betina. Sementara Palasari sudah pernah dengan pejantan lain.”
Rekaman video perilaku badak jawa kawin di alam liar menghadirkan secercah harapan akan kelangsungan spesies ini. Mengingat, satwa bercula satu tersebut dikenal sulit berkembang biak karena berbagai faktor. Mamat Rahmat pun berbagi kabar gembira tentang Palasari yang kini bunting.
“Badak jawa punya harapan hidup di Ujung Kulon yang dibuktikan dengan perkawinan. Untuk usia kandungan Palasari sejauh ini belum kami periksa detil.”
Selain memiliki koleksi proses kawin badak jawa, TNUK juga berhasil merekam kelahiran anak badak. Sayang, momen keluarnya janin luput dari tangkapan kamera, sehingga tidak diketahui bagaimana anak badak itu lahir hingga berdiri.
“Dengan melihat film ini kita lebih mengerti perilaku kawin badak jawa. Informasi penting pengembangan ilmu pengetahuan. Artinya, Ujung Kulon merupakan habitat yang masih bagus, badak merasa aman dan prose perkawinan tetap terjadi. Ini harapan kita semua,” ujarnya.
Baca: Antisipasi Punahnya Badak Jawa, Rencana Habitat Kedua Kembali Menggema
Peran masyarakat
Pemasangan video trap atau video jebak di sebagian kawasan TNUK yang ditempati badak seluas hampir 40 ribu hektar menjadi tantangan tersendiri. Selain secara teknis memerlukan persyaratan tertentu, pemasangan juga butuh petugas cukup dan dukungan masyarakat sekitar agar ada transfer pengetahuan.
“Ibaratnya, rumah kita yang kaya dengan segala isinya dijaga langsung oleh masyarakat sekitar. Masyarakat jadi subjek pengelolaan, bukan objek penderita lagi. Di Afrika juga begitu, yang tadinya pemburu badak jadi pemandu wisata.”
Mamat menerangkan, video jebak dipasang selama satu bulan. Fokusnya pada kubangan, jalur lintasan, tempat mandi, makan, dan istirahat. Tentu saja dilakukan survei awal. Bulan berikutnya, pada tanggal yang sama tim masuk hutan, mengganti batere dan memori rekaman untuk dianalisis.
Video dipasang pada ketinggian 1,7 meter. Mengapa? Badak jawa dewasa rata-rata tingginya 165 cm dan juga agar angle pengambilan gambar pas. Badannya terekam semua. Jarak dengan objek diperkirakan juga posisinya. Saat pemasangan, sebanyak lima warga dilibatkan yang didampingi seorang petugas taman nasional. “Mereka masyarakat lokal yang dilatih.”
Hasil rekaman badak kawin berdurasi 10 menit itu diambil pada 5 November 2017. Sementara video yang diputar adalah gabungan beberapa klip dari 2011, 2016, dan 2017 dan termasuk perkawinaan Pajero dengan Palasari. Semua menunjukkan perilaku satwa unik ini di alam liar.
Saat ditanya di kawasan mana video itu diperoleh, Mamat Rahmat enggan merinci. “Mohon maaf, kami belum bisa menginformasikan, untuk menghindari orang tidak bertanggung jawab yang ingin ke lokasi. Sebenarnya, rekaman perkawinan lain masih ada tapi yang teramati video langsung adalah Pajero dan Palasari,” jelasnya.
Baca juga: Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128 – 175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600 – 2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam, mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 27 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.
Berdasarkan catatan sejarah, dahulunya badak jawa tersebar luas. Mulai dari India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera. Namun kini, populasinya hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten.
Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature), saat ini badak jawa statusnya Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.
Foto utama: Badak jawa sedang bergenang di sungai Cigenter, Taman Nasional Ujung Kulon. Foto: Stephen Belcher/Dok. BTNUK