Mongabay.co.id

Banjir dan Longsor Terjang Sumatera Barat, Berikut Masukan Upaya Pencegahan

Satu unit alat berat dikerahkan untuk menyingkirkan batu besar di Sunagi Batang Arau pasca banjir yang melanda kota Padang, Jumat (2/11/18). Terlihat sebuah jembatan gantung yang rusak akibat terseret kerangka jembatan disebelahnya yang hanyut terbawa arus pada saat banjir. Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia.

 

 

Hujan deras di Padang dan beberapa kabupaten di Sumatera Barat menyebabkan banjir dan longsor. Ratusan rumah rusak, jembatan putus dan jatuh korban jiwa.

Di Kota Padang, Jumat siang (2/11/18), banjir menyebabkan ratusan rumah terendam dan menghanyutkan satu jembatan besi sekitar delapan meter, tinggi enam meter yang sedang dibangun sebagai penghubung Kampung Beringin dengan Kampung Pulau.

Pemerintah Kabupaten Sijunjung, juga menetapkan tanggap darurat bencana banjir dan tanah longsor selama dua pekan. Ada sejumlah titik longsor di daerah itu.

Di Sijunjung, banjir dan longsor menyebabkan satu orang tewas, ratusan rumah terendam dan memutus jalan satu-satunya warga amblas sepanjang 75 meter.

“Sudah kita tetapkan masa tanggap darurat 14 hari,” kata Yuswir Aripin, Bupati Sijunjung, Senin (5/11/18).

Dia bilang, kemungkinan bikin jalan baru karena perbaikan jalan lama perlu biaya besar. Pemkab berharap, warga mau sukarela menyerahkan tanah untuk jalan baru, karena tak ada anggaran khusus untuk penggantian tanah.

Hardiwan, Kepala Pelaksana BPBD Sijunjung, mengatakan, tokoh adat dan warga pemilik lahan di sekitar lokasi akan menggelar musyawarah.

Jalan amblas berada di Nagari Kumanis, sekitar 45 menit perjalanan darat dari Muaro Sijunjung, ibu kota Sijunjung. “Ada 10 nagari kini terisolir, karena jalan sama sekali tak bisa digunakan. Putus total,” katanya.

Kesepuluh nagari yang terisolir itu adalah Tanjung Banai, Tanjung Aua, Tanjung Labuah, Sumpur Kudus, Sumpur Kudus Selatan, Lantai, Sisawa, Unggan, Unggan Bukik dan Tampa Rungo.

 

Jembatan Tarantang Baringin yang hanyut terbawa arus pada saat banjir melanda kota Padang jumat (2/11/18). Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, banjir dan longsor di Padang, karena intensitas hujan dan DAS Sungai Baringin yang mengalir ke Sungai Batang Arau dan Sungai Banda Bakali, meluap.

Kondisi ini, katanya, berdampak pada tujuh kecamatan, yakni, Lubuk Kilangan, Lubuk Begalung, Bungus Teluk Kabung, Padang Selatan, Padang Utara, dan Pauh, Koto Tangah.

“Dua orang meninggal dunia. Pasilah Azam, dua tahun di Koto Panjang Ikur Koto, dan Jihan Melani, enam tahun, alamat Bungus Barat Kota Padang,” katanya. Pada Minggu (4/11/18), seraya bilang, tim BNPB tiba di Kota Padang dan berkoordinasi dengan BPBD.

Pemerintah Kota Padang, pun menetapkan status tanggap darurat banjir dan longsor selama tujuh hari, 3-9 November 2018

Mahyeldi, Wali Kota Padang, mengatakan, masa tanggap darurat banjir ditetapkan agar bantuan dan pemulihan pasca banjir bisa maksimal.

“Pendataan bagi warga Kota Padang yang jadi korban banjir telah dilakukan dan bantuan didistribusikan melalui kelurahan,” katanya.

Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit yang ikut ke lokasi terdampak mengatakan, Pemprov Sumbar akan membantu Pemerintah Padang menangani korban terdampak di sejumlah lokasi.

 

 

 

 

Insruksikan pengawasan hulu sungai

Menyikapi banjir dan longsor ini, Irwan Prayitno, Gubernur Sumbar, meminta, kepala 19 kabupaten dan kota memperketat pengawasan di hulu sungai, terutama terkait pembukaan lahan, pemanfaatan hasil hutan, dan kebersihan sungai.

Dia bilang, lebih dua kali menyurati kepala daerah untuk meningkatkan pengawasan hulu sungai, khusus saat musim hujan tiba.

Irwan meminta, pemerintah daerah memberi perhatian lebih terkait mitigasi bencana banjir, ketimbang harus menanggung kerugian material dan korban.

“Banjir bandang ini bisa dihindari kalau sekiranya rutin kepala daerah mengajak aparat bersihkan hulu sungai. Hulu ini yang merusak. Kalau banjir dan luapan saja tak merusak,” katanya usai meninjau jembatan gantung di Kelurahan Baringin, Padang, Sabtu (3/11/18).

BPBD Sumbar Minggu (4/11/18) menurunkan tim untuk ikut membantu proses pembersihan rumah warga. Rumainur, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar menyebutkan, warga yang sebelumnya mengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing.

Sementara aparat dari TNI turun lapangan membantu penanganan pascabanjir. Komandan Kodim 0312/Padang, Letkol Czi Rielman Yudha mengatakan, 40 TNI sudah disebar ke sejumlah titik untuk membantu pembersihan rumah warga dan mengevakuasi korban yang masih terjebak banjir. Selain itu, 50 personel Yonif 133/YS juga ikut diturunkan.

Selain di Kota Padang dan Sijunjung, banjir bandang juga melanda Solok, Minggu dinihari (4/11/18). Banjir bandang dipicu Sungai Baringin meluap.

Bardiansyah, Kasi Logistik BPBD Solok, mengatakan, ada sekitar 50 keluarga terdampak banjir bandang.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, curah hujan selama November masih tinggi dan masyarakat diminta tetap waspada. “Imbauan untuk masyarakat Padang, Solok, Kabupaten Solok agar waspada. Potensi hujan lebat pada 6 November 2018,” kata Jeni Andrian, prakirawan cuaca BMKG.

 

Satu unit alat berat dikerahkan untuk menyingkirkan batu besar di Sungai Batang Arau pasca banjir yang melanda kota Padang, Jumat (2/11/18). Terlihat sebuah jembatan gantung yang rusak akibat terseret kerangka jembatan disebelahnya yang hanyut terbawa arus pada saat banjir. Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia.

 

Penyebab banjir

Isril Berd, Ketua Forum DAS Padang, mengatakan, topografi Padang terdiri lereng bagian Bukit Barisan dengan luas 1.414,96 kilometer persegi. Dari luas ini, hanya 30% layak huni, atau area pemukiman, selebihnya, 70% perbukitan.

Topografi ini, katanya, salah satu faktor penyebab banjir. “Bentangan alam Padang banyak landai, tempat air berkumpul atau cekungan kerendahan. Ini tumpuan air mengalir dan sasaran banjir seperti Padang Selatan, Kuranji dan Koto Tengah,” katanya, seraya mengatakan, sekitar 3.600-4.000 hektar rawan banjir.

Merujuk data BMKG, intensitas hujan 2 November lalu 250 milimeter durasi lima jam, tergolong ekstrem, kalau normal 1.100-1.800 meter kubik air. Kondisi itu, katanya, memaksa per satu hektar tanah menahan 2.500 meter kubik air. Bisa melebihi daya tampung hutan.

“Seluas lapangan bola harus menampung 2.500 meter kubik air, ketika intensitas hujan tinggi tak tertampung drainase hingga limpahan jadi banjir.”

Selain itu, enam DAS terletak di Padang, juga pemicu. Enam DAS, masing-masing Timbalun, Bungus, Arau, Kuranji, Air Dingin dan Kandis. DAS ini berhulu dan bermuara di Padang, tak melintasi daerah lain.

Dengan kondisi ini, banyak hal mungkin terjadi di Padang, terkait hujan dan banjir. Kalau hujan hulu perbukitan, air cepat mengalir ke Padang.

“Jika curah hujan tinggi di lereng, banjir dan longsor sulit dielakkan, contoh banjir di Lubuk Kilangan.”

Penyebab lain, katanya, hutan di perbukitan tak lagi berkualitas. Banyak hutan gundul karena penebangan, alihfungsi jadi pertanian. Bekas longsor perbukitan menjadi pemicu banjir dan longsor.

“Hutan makin berkurang karena penebangan tak terkontrol. Apalagi penebangan di lereng, sangat berbahaya.”

Ardinis Arbain, akademisi dari Universitas Andalas (Unand) Padang mengatakan, kerusakan hutan di hulu sungai karena penebangan kayu dan alih fungsi lahan.

“Kawasan hulu, hutan sudah berkurang, seperti di Batang Arau, ada hutan lindung sekitar Gunung Gadut, berdekatan dengan Lubuk Paraku, itu sebagian sudah terbuka jadi ladang,” katanya.

Selain kerusakan hulu, penyebab banjir di Padang karena kurang daerah resapan air.

“Daerah resapan air tertutup aspal, beton, tentu air mengalir di permukaan, harusnya air hujan masuk ke dalam tanah dengan sumur resapan dan biopori,” katanya.

Berdasarkan pengamatan Walhi Sumbar, banjir besar melanda Kota Padang yang masuk DAS Arau berasal dari enam anak sungai yang berhulu di Taman Hutan Raya Moh. Hatta dan Bukit Barisan.

Di kawasan ini, kelerengan tebing perbukitan cukup terjal hingga air hujan turun cepat dan debit cukup besar masuk sungai. “Ini menyebabkan air sungai meluap,” kata Chaus Uslaini, Direktur Walhi Sumbar.

Penyebab lain, katanya, wilayah sempadan sungai, sudah jadi pemukiman dan persawahan hingga akar vegetasi sulit menahan laju air. Ditambah lagi, titik pertemuan aliran air dari anak sungai bertumpu pada satu titik dekat pemukiman.

Walhi menambahkan, warna air cokelat pekat mengindikasikan erosi tinggi karena kerusakan vegetasi di hulu sungai.

Putera Parthama, Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, Sungai Batang Arau yang menghanyutkan jembatan dan merendam ratusan rumah warga karena berbagai faktor seperti curah hujan tinggi dan daya tampung DAS dan sungai, vegetasi di hulu. Kemudian, topografi hulu dominan curam sampai sangat curam.

“Antisipasi ke depan kami jelas rehabilitasi vegetasi di hulu. Perlu juga langkah sektor lain terkait penyempitan sungai karena bangunan, misal. Vegetasi yang bagus bukan satu-satunya pencegah banjir dan longsor.”

 

Hujan lebat yang mengguyur kabupaten Sijunjung menyebabkan longsor di beberapa titik salah satunya di Perbatasan Sumpur Kudus dan Tanjung Aur Bonai. Akibat longsor, 10 nagari terisolir. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Upaya pencegahan

Uslaini menyebut, beberapa antisipasi bisa dilakukan pemerintah dan masyarakat, pertama, perbaikan DAS dari hulu ke hilir, dan peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi masyarakat di dataran atau daerah terdampak banjir.

Kedua, perbaikan sempadan sungai sebagai kawasan lindung. Ketiga, membangun sistem peringatan dini banjir yang dapat diakses masyarakat. Keempat, perbaikan tata kelola perizinan di Kota Padang. “Jangan mengeluarkan izin mendirikan bangunan di wilayah sempadan sungai dan persawahan yang jadi tangkapan air di tengah dan hilir DAS,” katanya.

Senada dikatakan Ardinis. Dia bilang, upaya pencegahan harus komprehensif. “Konservasi hulu, tutupan vegatasi diperbaiki, daerah tengah mengantisipasi kalau hujan, mestinya ada panen air, air masuk ke sumur resapan dan semua rumah, tanah terbuka jangan dibeton. Kalau perlu di setiap kantor dibuat biopori dan perbaiki daerah resapan air.”

 

Keterangan foto utama:  Satu unit alat berat dikerahkan untuk menyingkirkan batu besar di Sunagi Batang Arau pasca banjir yang melanda kota Padang, Jumat (2/11/18). Terlihat sebuah jembatan gantung yang rusak akibat terseret kerangka jembatan disebelahnya yang hanyut terbawa arus pada saat banjir. Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia.

 

Air Sungai Baringin meluap akibat hujan yang terus mengguyur kota Solok sejak minggu pagi (4/11/18). Foto: Budi Sunandar/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version